Seratusan Paruh Bengkok Halmahera Selatan Berhasil Disita, Sebagian Ada Dalam Pipa Paralon

 

 

Rabu (15/11/17), di halaman parkir Kantor Polres Halmahera Selatan, ada empat pesakitan: Adri, Yonsenius, Joni dan Rimpo, tertunduk lesu. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan karena tertangkap memperjualbelikan ratusan burung paruh bengkok di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Terendus kabar, burung-burung ini setelah terkumpul rencana dijual sampai ke Filipina.

Pagi itu, keempat warga asal Sulawesi Utara itu, dengan wajah tertutup dan tangan diborgol menatap kosong sambil mendengarkan kepolisian membacakan jumlah barang bukti yang diamankan dalam temu media soal kasus ini.

Informasi dihimpun Mongabay di lapangan menyebutkan, aksi jual beli burung dilindungi ini terungkap berdasarkan koordinasi Wildlife Conversation Society (WCS)  bersama kepolisian. Hasil koordinasi itu,  terungkap kalau di Gane Timur dan Gane Barat,  terjadi perburuan dan penjualan paruh bengkok.

Hasil penyelidikan menemukan,  ada beberapa warga memperdagangkan paruh bengkok.  “Dari informasi itu, saya langsung perintahkan Polsek Gane Timur menyelidiki,” kata Kapolres Halmahera  Selatan AKBP Irfan Satya Marpaung.

Polsek Gane Timur Senin  (13/11/17)  dinihari melakukan pengintaian dan menemukan burung  diduga diperjualbelikan. Petugas langsung  mengamankan barang bukti  dan pemilik.

Awalnya mengamankan  AA alias  Adri  bersama 26 burung  terdiri dari kakatua putih  (cacatua alba) sembilan, bayan hijau   (13) dan bayan merah   empat. Lewat Adri,  diamankan  satu handphone  dan dua kandang dari kawat.

Dari penangkapan Adri polisi mengungkap, kakatua  putih  dijual harga Rp250.000 perekor, nuri bayan baik merah dan hijau Rp100.000. Juga terungkap burung dipesan LB, warga Kecamatan Gane Barat.

Karena informasi itu,  polisi kemudian mengembangkan informasi dengan mengamankan LB di Gane Barat dengan  barang  bukti burung bersama uang Rp7,6 juta. Uang itu untuk membeli burung dan pipa paralon. Di tempat LB ini ditemukan  pipa paralon 29 buah buat mengemas burung.

Pengembangan kasus  tak terhenti di LB. Polisi menggali informasi, LB  memesan burung kepada YM (Yansenius) di  Gane Timur karena saat sama polisi  turut mengamankan Yansenius di Desa Tagea, Gane Timur.

Dalam penangkapan Yansenius , kata Kapolres, sempat terjadi ketegangan. Dia melawan dengan parang. Polisi sempat mengeluarkan tembakan peringatan dua kali. Yansenius tak mengindahkan dan melarikan diri ke hutan. “Kita kejar,  akhirnya  YM menyerahkan diri,” katanya.

Dari Yansenius diamankan barang bukti 32 burung terdiri dari 13 kakatua,   bayan merah empat,  bayan hijau  15 dan 25 pipa paralon sebagai kandang. Burung Yansenius ini,  enam nuri bayan mati jadi tersisa 26.

Informasi dari LB juga  terungkap ada pembeli besar, Joni  berada di Desa Boso Gane Barat. Senin  (13/11/17)  malam sekitar pukul 21.00 aparat Polsek  Gane Timur dan Polres Halsel  menuju Desa Bos dan  berhasil mengamankan Joni bersama barang bukti. Melalui Joni berhasil diamankan 19 kakatua putih, 14 bayan merah,  dan 34 bayan hijau bersama satu handphone.

Irfan mengatakan, burung dilindungi seperti  kakatua,  bayan merah dan bayan hijau sudah terancam punah karena kerap diperdagangkan ilegal. Para tersangka, katanya, kena UU Konservasi Sumberdaya Alam  Hayati dan Ekosistemnya.

“Burung yang diamankan ada 125, dengan kakatua putih 41, bayan merah 22 dan bayan hijau 62,” katanya, didampingi Kepala Seksi Konservasi  BKSDA Wilayah I Malut Abas Hurasan bersama Koordinator Profauna Malut Eka Kaaba, Juru Kampanye Profauna Indonesia Abdi dan Kasat Reskrim Polres Halsel  AKP Syahrul Haryadi.

 

Burung-burung sitaan kala di Polres Halmahera Selatan, Maluku Utara

 

Irfan bilang, aksi pelaku sudah kedua kali. Yang pertama,   berhasil lolos  memperdagangkan burung  sampai Filipina. Aksi kedua ini,  berhasil digagalkan karena laporan dan koordinasi bersama.

Sampai diserahkan ke KSDA, sisa burung hidup nuri bayan (78) dan kakatua putih  (41).  Jadi, burung hidup  dan di kandang KSDA ada 119.

Abas Hurasan, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I  BKSDA Malut mengatakan, bertanggung jawab memelihara dan merawat burung-burung ini setelah diserahkan kepolisian.  Kalau proses hukum sudah kekuatan hukum tetap, burung akan lepas liar. “Tugas kita merawat selanjutnya dikembalikan ke alam bebas.”

Kasus perburuan dan perdagangan paruh bengkok di Halsel sudah berulangkali. Awal Maret 2017, ada  57 burung   dari enam jenis berbeda  diamankan  dari dua titik berbeda di Halsel, yakni Desa Babang, Kecamatan Bacan Timur, dan Desa Saketa, Gane Barat.

Kala itu, polisi menangkap lima pelaku diduga hendak menyelundupkan burung-burung ke  Sulawesi Selatan.

Eka Kaaba, Koordinator Profauna Maluku Utara   mengatakan, kasus berulang ini sudah kritis. Untuk itu, katanya, perlu penanganan serius  agar ada efek jera bagi pelaku sekaligus memutus rantai perdagangan.

”Ini sudah menghawatirkan, perlu ada perhatian serius, tak hanya kepolisian juga masyarakat.”

Noviar Andayani, Country Director WCS-IP, dalam rilis kepada media mengapresiasi gerakan cepat Polres Halmahera Selatan dan Polsek Gane Timur dalam menangani kejahatan satwa liar.

Perlakuan terhadap burung-burung begitu kejam dan banyak satwa diperjualbelikan, dia berharap kejaksaan menghukum sesuai peraturan berlaku.

 

Kakatua putih dalam pipa paralon berhasil disita petugas di Halmahera Selatan. Foto: WCS Indonesia Program/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,