Belasan Bunga Rafflesia Muncul di Cagar Alam Maninjau

 

 

Terik mentari kala saya dan rombongan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menapaki Cagar Alam Maninjau, akhir Oktober lalu. Titian kayu jadi jembatan saat melintasi kubangan kerbau mengantarkan kami masuk ke hutan di Jorong Marambuang, Nagari Baringin, Kecamatan Palembayan.

Menyisir bibir-bibir jurang, setiap langkah harus dipastikan tepat memijak tanah karena jalan setapak yang kami lalui tanah lembab. Ia pelapukan tumbuh-tumbuhan sekitar. Tanah tak stabil dan bergoyang saat diinjak. Harus ekstra hati-hati.

Sesekali kami harus merunduk menghindari kayu-kayu besar yang melintang di jalan setapak, adakalanya rombongan memanjat batu besar yang menghalangi jalan.

Ade Putra, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Wilayah I yang menemani kami, mengatakan, kawasan ini jarang sekali dilewati manusia, selain terletak di cagar alam, juga perlintasan harimau Sumatera.

Juli lalu, BKSDA mendapat laporan masyarakat soal beberapa ternak warga mati diterkam harimau. Upaya relokasi harimau coba dilakukan namun tak berhasil, akhirnya petugas BKSDA pakai meriam karbit mengusir harimau. Hingga kini, harimau masih kerap melintas kawasan ini.

Berjalan kaki sekitar 45 menit dari lokasi awal pemberhentian, kami sampai di tempat rafflesia mekar. Bunga pertama posisi agak menjorok di dataran atas dari jalan setapak.

 

Rafflesia yang masih berupa knop/kuncup kuncup ini akan mekar dalam 7-10 hari ke depan. Foto:Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Kondisi bunga sudah menghitam dan membusuk, diperkirakan lebih dua pekan mekar hingga kelopak mulai gugur. Tak jauh dari bunga pertama rafflesia masih knop (kuncup). Menurut Ade, bunga masih kuncup akan mekar 7-10 hari ke depan.

Rombongan menyisir lokasi sekitar lima meter di bawah bunga pertama. Ada satu koloni bunga letak berdekatan antara 1-5 meter. Beberapa bunga sudah busuk dan menghitam, ada juga masih kuncup (knop).

Untuk melindungi inang agar tak terinjak-injak,  petugas BKSDA memagari lokasi dengan tali. Dipasang juga pengumuman ditempel pada satu pohon.

“Bunga rafflesia. Tumbuhan ini dilindungi oleh Undang-undang”. Begitu bunyi imbauan itu.

Khairi Ramadhan,  Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sumbar mengatakan,  sejak 14-20 Oktober tercatat sudah tujuh rafflesia mekar di sini dan kondisi membusuk.

Namun, katanya, bunga yang akan mekar (masih kuncup/knop) sekitar 14 dengan ukuran mulai 5-88 sentimeter. Bunga ini, akan mencapai puncak mekar sekitar umur enam bulan.

Penemuan ini, katanya,  cukup mengejutkan, karena sebelumnya tak pernah ada rafflesia di cagar alam ini. “Cagar Alam Maninjau kaya satwa dan beragam tumbuhan, namun rafflesia tak disangka sama sekali.”

Dari BKSDA, rafflesia di hutan Maninjau tak pernah ada. Selama ini,  hanya di Cagar Alam Palupuah.

Berdasarkan keterangan masyarakat, tumbuhan semacam itu pernah ada tahun 1970-an di lokasi sama, tetapi belum ada verifikasi.

”Kita terus berkomunikasi dengan Universitas Bengkulu untuk memastikan jenisnya,” ucap Khairi.

Dia bilang, bunga ini ditemukan masyarakat sekitar saat meninjau sumber air untuk Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) pada 19 Oktober 2017.

Saat itu,  warga menemukan benda berwarna merah dan mencoba menghindari. Mereka mengira, benda itu sisa daging ternak mangsaan harimau.

Menjelang mereka pulang, salah seorang mencoba melihat. Ternyata benda itu tumbuhan. Warga melaporkan temuan ke Polhut BKSDA. Balai segera menurunkan tim untuk identifikasi 24 Oktober 2017.

“Jarak tumbuh bunga itu di pinggir hutan Cagar Alam Maninjau dan jarak dari permukiman masyarakat sekitar 600 meter dengan media tumbuh pada ketinggian 1.704 meter di atas permukaan laut,” katanya.

Menurut Ade, dari foto dan data fisik bunga yang dikirim kepada peneliti raflesia di Universitas Bengkulu, Agus Susatya,  diketahui jenis Rafflesia tuan mudae dari Serawak atau Kalimantan.

Hal ini berdasarkan pola bercak dan warna dasar berbeda dengan arnoldii. Warna kelopak bunga jenis tuan mudae adalah warna merah marun, arnoldii berwarna oranye.

Raflesia arnoldii, katanya, mempunyai dua ukuran bercak besar dan kecil, si kecil mengelilingi yang besar. “Rafflesia di Maninjau relatif sama ukurannya, begitupun dengan bercak berjarak relatif sama satu sama lain.  Raflesia arnoldii, tidak. Warna dasar perigon arnoldii oranye tua, di Maninjau, merah marun,” kata Ade.

Menurut Ade, peneliti Agus menyimpulkan rafflesia di Maninjau,  lebih mirip Rafflesia tuan mudae dari Serawak atau Kalimantan.

 

Rombongan BKSDA saat memasuki hutan di Cagar Alam Maninjau. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Jenis ini sama dengan di Bukit Baka, Nagari Salo, Agam,  pada Agustus 2016. Tuan-Mudae dianggap sebagai varian Rafflesia arnoldii oleh Meijer, ahli rafflesia. Meski begitu untuk identifikasi lebih lanjut, dia akan meneliti specimen lebih detil.

Berdasarkan penelitian, terdapat tiga rafflesia pernah ditemukan di Sumbar ini, yakni Rafflesia arnoldiiRafflesia gadutensis dan Raflesia haseltii dan Rafflesia tuan mudae. Khusus tuan mudae pernah ditemukan penduduk setempat di Bukit Baka, Nagari Salo, Agam pada Agustus 2016.

Sementara itu Rafflesia gadutensis ditemukan Yuliza Rahma, peneliti rafflesia dari Universitas Andalas Padang, tahun 2015. Dia menemukan bunga ini mekar di Taman Hutan Raya (Tahura) Bung Hatta, Padang.

Selain di Cagar Alam Maninjau, Sumbar juga memiliki Cagar Alam Rafflesia Arnoldii di Batang Palupuh, Bukittinggi, Agam. Di cagar alam ini pernah mekar arnoldii diameter sampai 1,7 meter.

Cagar alam ini memiliki luas 3,40 hektar memiliki fungsi utama perlindungan habitat bunga raksasa dengan akar ryzanthes. Pada 1997, ada sekitar 14 kelompok tumbuh (putik) rafflesia.  Sebelumnya, tahun 70-80-an di Sumbar ditemukan Rafflesia arnoldii di Bukittinggi.

Masyarakat umum lebih mengetahui Rafflesia arnoldii mekar di Bengkulu. Karena Bengkulu, tetap terjaga dan pemda aktif promosi.

Untuk pengamanan lokasi, mengingat dekat dari pemukiman, BKSDA memberikan imbauan melalui pemerintah nagari untuk tak merusak atau memindahkan tumbuhan itu, membuat rambu (tanda) larangan/imbauan di lokasi. Juga membuat pagar pengaman sementara untuk universitas (lembaga) yang akan pendataan (penelitian).

 

Kelopak rafflesia sudah mulai gugur. Berdasarkan hasil pengecekan BKSDA, sejak 14-20 Oktober tercatat tujuh rafflesia mekar. Kini, kondisi mulai membusuk dan mati. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Untuk pengamanan lokasi, mengingat dekat dari pemukiman, BKSDA wilayah I telah memberikan imbauan melalui pemerintah nagari untuk tidak merusak atau memindahkan tumbuhan tersebut, membuat rambu (tanda) larangan di lokasi tumbuhan berada. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,