Sudahkan Indonesia Membuat Perencanaan Pulau-pulau?

 

Indonesia harus segera membuat tata laksana pengelolaan pulau lebih komprehensif dan mutakhir di seluruh Indonesia. Hal itu, berkaitan dengan bertambahnya jumlah pulau yang kini sudah menjadi 16.056 dan disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah sidang tahunan di New York, Agustus lalu.

“Pencapaian ini merupakan upaya pemerintah untuk mengadmistrasikan status dan keberadaan pulau-pulau yang ada di wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ungkap Koordinator Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan.

Dengan penambahan 2.590 pulau tersebut, menurut dia, maka Indonesia Indonesia sudah memiliki deposit pulau yang lengkap dengan jenis, unsur, posisi, lokasi dan nama pulau.

“Pasca pendaftaran tambahan nama pulau di PBB, Pemerintah Indonesia perlu segera mengonsolidasikan rencana pengelolaan pulau-pulau kecil agar format pembangunan pulau-pulau tersebut menjadi lebih terarah,” ujar dia di Jakarta, pekan lalu.

baca : Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….

Menurut Abdi Suhufan, agar pengelolaan bisa berjalan lebih baik, Pemerintah perlu segera menyusun rencana pengelolaan pulau sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang direvisi menjadi UU No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Itu agar Pemerintah dan masyarakat punya visi yang sama dalam pemanfataan pulau-pulau kecil,” jelas dia.

Bagi Abdi Suhufan, keberhasilan mendepositkan pulau di PBB tak hanya memang membawa dampak positif bagi Indonesia di dunia internasional. Tetapi, keberhasilan tersebut pada kenyataannya justru menambah pekerjaan rumah karena harus menyelesaikan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Laut Nasional dan Perda Rencana Zona Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Agar proses penyusunan bisa berjalan dengan lancar, Abdi Suhufan menyebut, diperlukan kerja sama dengan pemerintah daerah dalam proses penyusunannya. Hal itu, karena dokumen tersebut nantinya akan digunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan.

Dengan kata lain, kata Abdi Suhufan, pemerintah daerah harus jeli melihat potensi pulau-pulau kecil sebagai aset pembangunan. Pemanfaatan pulau-pulau kecil, sambung dia, hendaknya berorientasi sosial, memberi manfaat ekonomi, dan memperhatikan aspek lingkungan.

“Salah satu pekerjaan besar pemerintah daerah saat ini adalah menyelesaikan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang tahun ini ditargetkan selesai untuk 26 provinsi,” tegas dia.

Untuk diketahui, di dalam UU Nomor 27 Tahun 2007, Pemerintah setidaknya perlu menyusun 4 (empat) rencana pengelolaan, yaitu Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Penyusunan rencana pengelolaan ini, dinilai sangat penting untuk memberikan visi dan arahan pembangunan pulau-pulau kecil sesuai dengan kondisi dan karakteristik sosial, ekonomi dan lingkungan.

baca : Berapa Jumlah Pulau yang Dimiliki Indonesia Sebenarnya?

Di sisi lain, Peneliti DFW Indonesia Subhan Usman menjelaskan, selain harus membuat regulasi yang lebih baik, Pemerintah Pusat juga bertanggungjawab dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Ketentuan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, kata dia, mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau Kecil Terluar.

Dalam Keppres tersebut, Subhan mengatakan, jumlah pulau kecil terluar saat ini sebanyak 111 Pulau. Berdasarkan potensi dan karakteristik pulau kecil terluar, sambung dia, Pemerintah bisa menjadikannya sebagai pulau berbasis pertahanan, pulau konservasi, atau pulau produksi.

 

Pulau Sambit, salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto : panoramio.com/Mongabay Indonesia

 

Dua Tahun Verifikasi

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, untuk bisa mendapatkan angka 16.056 pulau yang sudah bernama dan terverifikasi, pihaknya harus menunggu selama dua tahun, tepatnya dari 2015 hingga 2017. Proses waktu tersebut dibutuhkan untuk melakukan verifikasi pulau yang akan dan sudah diberi nama.

Untuk diketahui, sebelum jumlah mutakhir tersebut dirilis, pada awal 2017 lalu Direktorat Jenderal PRL Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih dulu merilis jumlah pulau yang sudah terverifikasi. Saat itu, dilaporkan bahwa Indonesia sudah terdiri dari 14.572 pulau atau lebih banyak 1.106 pulau dari data resmi sebelumnya.

“Indonesia telah memverifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dilaporkan ke PBB pada konferensi ke-11 sidang UNCSGN. Sehingga, total pulau bernama bertambah menjadi 16.056 pulau,” ucap dia.

Sidang UNCSGN yang dimaksud, kata Brahmantya, adalah United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names yang berlangsung sejak 7 Agustus lalu. Pada sidang tersebut, Indonesia diwakili KKP bersama Delegasi RI yang diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Kita laporkan berupa data pulau bernama ke PBB. BIG merupakan National Names Authority dari Indonesia yang menggantikan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi,” jelas dia.

Brahmantya mengatakan, sebagai instansi yang terlibat, KKP bertugas dan berperan aktif dalam kegiatan toponimi (bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya), validasi dan verifikasi pembakuan nama pulau-pulau kecil yang telah dimulai dari tahun 2015 hingga 2017.

Sebelum dikukuhkan dalam sidang PBB tahun ini, Brahmantya menyebut, pengukuhan oleh PBB untuk pulau-pulau bernama yang terverifikasi terakhir kali dilaksanakan pada 2012 atau lima tahun yang lalu. Saat itu, pengukuhan dilaksanakan pada sidang ke-10 UNCSGN.

“Ke depannya, jumlah pulau Indonesia yang sudah bernama masih bisa bertambah dikarenakan belum seluruh pulau-pulau kecil yang telah di validasi, dilakukan verifikasi pembakuan nama pulaunya,” lanjut dia.

baca : Tak Bernama Sejak Lama, Pemerintah Segera Berikan Status 100 Pulau Kecil dan Terdepan

 

Pulau Rajuni, salah satu pulau terluar dari Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan menghadapi banyak persoalan, mulai dari maraknya pengeboman ikan hingga keterbatasan sumber air bersih. Hampir setiap hari aktivitas pengeboman ikan masih dilakukan sejumlah warga setempat dan juga nelayan dari luar, berdampak pada semakin kurangnya tangkapan nelayan pancing dalam beberapa tahun terakhir. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Pulau Terdepan

Terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal PRL Agus Dermawan mengatakan, sejalan dengan program KKP yang akan menertibkan pulau-pulau di seluruh Indonesia, PRL menjabarkannya dengan memulai pengklasifikasian pulau-pulau kecil dan terdepan.

Sebelum 2017, kata Agus, jumlah pulau kecil dan terdepan adalah 92 pulau. Namun, itu berubah karena pada 2017 bertambah sebanyak 19 pulau lagi. Dengan demikian, total pulau kecil dan terdepan menjadi 111 pulau.

Selanjutnya, menurut Agus, ke-111 pulau tersebut akan segera dilegalisasi, diberikan nama, dan dikelolanya dengan lebih baik lagi.

“Itu target kita tahun 2017 ini. Kita kelola melalui Hak Pengelolaan Lahan (HPL), karena pulau kecil dan terluar kita ada 92 pulau, dan sudah didaftarkan lagi 19, jadi total 111 pulau,” jelas dia.

Agus mengungkapkan, untuk rencana pengelolaan ratusan pulau kecil dan terdepan yang akan dilaksanakan pada 2017, itu akan dilakukan melalui koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Dengan melakukan koordinasi, maka diharapkan akan ada keselarasan dalam menertibkan pulau-pulau tersebut.

“Kita identifikasi masalahnya bersama, kita samakan data, karena luasan semua pulau sudah ada. Tapi akan kita crosscheck dengan Kementerian/Lembaga lain yang mempunyai fungsi planaloginya,” lanjutnya.

Di antara kementerian dan lembaga tersebut, Agus mengakui bahwa pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyelaraskan rencana maupun data.

“Selain itu, kita juga menggandeng Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan untuk melakukan valuasi pulau tersebut,” tandas dia.

“Sebanyak 111 pulau terkecil dan terluar ini adalah batas negara. Jadi yang diutamakan negara mau bangun apa di sana, sehingga kita tidak melulu bicara soal investor maupun ekonominya,” tambah dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,