Saat Anak-anak Kereng Bangkirai Belajar tentang Alam Lingkungan

Meski keringat membanjiri wajah dan tubuh, anak-anak itu tampak bersemangat. Mereka melenggak-lenggok menari bahalai, tarian tradisional khas tanah dayak. Para penonton yang hadir di tempat acara itu bergemuruh memberikan tepuk tangan.

Lepas atraksi tari bahai usai, beberapa anak lainnya naik ke atas panggung. Mereka memainkan aksi teaterikal bertema lingkungan. Kegiatan ini memang bertajuk “Festival Anak Sabangau” (25/11), bertempat di Kereng Bangkirai, Sabangau Kota, Palangkaraya. Kegiatan ini diprakarsai BNF (Borneo Nature Foundation). Temanya beragam, mengangkat mulai persoalan sampah hingga konservasi satwa liar.

“Saya jadi belajar menggambar, membaca, dan  jadi tahu  nama-nama binatang. Sangat senang ikut kegiatan ini. Bisa tahu jenis-jenis satwa yang dilindungi. Juga, tak lagi membuang sampah sembarangan,” jelas Ronaldi Putra (13), siswa kelas 6 SDN 2 Kereng Bangkirai.

Lain halnya dengan Gea (12). Dia belajar bagaimana cara berkampanye menjaga lingkungan dan satwa liar. Gea membuat poster kampanye peduli satwa. Dalam gambarnya dia bubuhi tulisan “Jangan Memburu Hewan Liar”.

Gea mengaku, sebelum mengikuti kegiatan Anak Sabangau, ia hanya tahu semua primata disebut monyet. Namun setelah belajar bersama beberapa relawan BNF, ia sadar bahwa tak semua primata itu disebut monyet. “Ternyata ada orangutan, owa-owa, kelasi dan banyak lagi.”

Rizki Angelina Saragih, salah satu pengajar dari BNF menyebut kegiatan ini sudah kali kedua dilakukan. Tujuannya ingin mengajak orangtua, anak dan masyarakat untuk mengetahui kekayaan hayati di kawasan Kereng Bangkirai. Selain berbagai atraksi seni, juga dipamerkan karya anak-anak Kereng Bengkirai seperti poster, foto dan kasil prakarya lainnya.

“Ini juga untuk menunjukan sekaligus mengajak masyarakat luas untuk peduli terhadap isu lingkungan yang ada,” jelasnya.

Dia menyebut edukasi kepada orangtua penting dilakukan. Di awal kegiatan tak semua orangtua anak-anak mendukung program tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya para orangtua ikut serta mendukung juga.

“Meski hidup di sekitar Taman Nasional Sebangau tapi banyak warga yang tak tahu apa yang ada di dalam sana. Dan mereka tak tahu fungsi hutan itu untuk apa?”

Angel mengatakan, saat ini anak-anak yang mengikuti program sudah tahu, apa saja bahaya yang mengancam hutan mereka, dan upaya apa yang harus dilakukan untuk melindunginya.

Dari hal terkecil soal sampah misalnya. Jika mendapati wisatawan yang datang ke dermaga Kereng Bangkirai dan membuang sampah sembarangan, para anak ini tak segan untuk mengingatkan dan menunjukan dimana tong sampah berada. Hingga saat ini ada 35 anak yang aktif mengikuti program tersebut. Sementara yang terdaftar ada 50 anak.

Anak-anak yang sedang mementaskan teater owa kecil. Bercerita tentang owa yang kehilangan nyanyiannya. Foto: Suzanne Turnock/BNF, 2017

 

Dilakukan Secara Rutin

Selain Festival, program untuk anak-anak di tempat ini dilakukan tiga hari dalam seminggu. Dilakukan mulai pukul satu siang dan berakhir pukul empat sore. Di hari kamis, mereka belajar tambahan, membahas apa saja yang mereka pelajari di sekolah seperti IPA, bahasa Inggris, matematika dan lainnya. Di hari jumat, mereka diberikan waktu seharian penuh untuk membaca berbagai macam buku. Paling banyak buku-buku cerita mengenai pendidikan lingkungan. Dengan sering membaca, diharap minat literasi anak-anak di Kereng Bangkirai akan lebih meningkat.

“Di hari jumat, sekarang juga mulai dibentuk grup baru untuk anak usia 16 sampai 18 tahun. Mereka mempunyai kampanye bye-bye plastic di Kota Palangkaraya. Mereka memulai kampanye untuk mengurangi dan mendaur ulang sampah-sampah plastik,” ujar Angelina.

Sementara di hari Sabtu, anak-anak mengikuti kegiatan tersebut belajar pendidikan konservasi selama satu hari penuh. Pembelajaran dilakukan dengan cara menyenangkan. Lewat menggambar, mendongeng dan bernyanyi, sehingga tidak membuat anak-anak menjadi jenuh.

Tema yang dibawakan tiap bulanpun berubah-ubah. Mulai dari soal sampah, hutan, keragaman hayati dan lainnya. Mereka dibagi menjadi berbagai kelompok sehingga proses belajar menjadi lebih efektif. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan belajar, biasanya dipandu dua orang staf BNF dan dua orang relawan.

Joana Aragay, Manajer Edukasi BNF mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan untuk mendorong lahirnya generasi muda yang peduli terhadap lingkungan dan sama-sama tergerak untuk berbuat sesuatu dalam menjaga lingkungannya.

“Pendidikan penting untuk generasi yang berkembang dan peduli lingkungan. Kedepan diharapkan mereka bisa bersama-sama mengkonservasi hutan dan menjaga budaya,” terangnya.

Harudin, Kepala Balai Bahasa Kalteng sangat mengapresiasi Program Anak Sabangau. Menurutnya, lewat kegiatan tersebut, pihaknya sudah sangat terbantu. Karena apa yang menjadi visi dan misi Pusat Bahasa Kalteng terutama dalam hal literasi, sudah terangkum dalam program tersebut. 

Lebih lanjut ia mengatakan, dukungan yang ia berikan dalam kegiatan tersebut dengan menyuplai berbagai macam bahan bacaan untuk anak-anak. Terutama yang berkaitan dengan lingkungan dan cerita rakyat Kalteng.

“Selain penyerahan buku kita akan bantu gairahkan pengelolaan yang mereka lakukan. Memberikan arahan yang benar dan mengajak berkolaborasi. Ada pelatihan dan bimbingan kepada para pengelola kelompok ini,” tutupnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,