Perdagangan Satwa Liar Dilindungi di Sumatera Tinggi, Benarkah?

 

 

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakkum LHK) Wilayah Sumatera, telah meliris hasil penyidikan mereka tentang tindak pidana kehutanan. Hasilnya, hingga 24 November 2017, kejahatan perburuan dan perdagangan satwa dilindungi menempati urutan teratas.

Kepala Balai PamGakkum LHK Wilayah Sumatera, Edward Sembiring menjelaskan, dibandingkan 2016, angka kejahatan tumbuh dan satwa liar (TSL) yang disidik kali ini meningkat. Bila 2016 hanya 3 kasus maka di 2017 melonjak 13 kasus.

“Kasus yang sudah vonis pengadilan, ada dua di 2016. Untuk 2017, sudah lima yang vonis,” jelasnya.

Menurut Edward, jika ditotal sepanjang 2016 untuk kehajatan TSL, perambahan, dan illegal logging yang sudah vonis pengadilan, ada 5 perkara. Sementara pada 2017, untuk kejahatan yang sama ada 10 perkara.

“Saat ini, yang penting dilakukan adalah upaya pencegahan. Contoh, jika ditemukan seseorang melakukan penebangan kayu, sebisa mungkin dicegah. Sebab, jika menunggu kayu tumbang, perlu waktu lama agar tumbuh. Setelah itu penindakan hukum dilakukan.”

Selama ini, kasus TSL sistemnya bersel yang sangat sulit ditangkap otak pelakunya. “Strategi ini kerap dilakukan, sehingga harus benar-benar didalami tim intelijen untuk membongkar ke akarnya.”

 

Baca: Melestarikan Hutan Memang Harus Diperjuangkan

 

Suwarno, Direktur Animals Indonesia, mengatakan dari investigasi yang pihaknya lakukan, saat ini satwa yang dilarang diperdagangkan sudah beredar di Sumatera, terutama di Padang dan Medan.

Elang jawa (Nisaetus bartelsi) yang pemeliharaannya harus mendapat izin Presiden, paling banyak ditemukan di Padang, Sumatera Barat. “Ini terjadi, karena proses pengangkutan barang melalui jalur darat tidak pernah ada operasi rutin.”

 

Gajah sumatera ini mati akibat tersengat listrik arus tinggi di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Sabtu (14/10/17). Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pedagang memiliki “tangan” di daerah yang selalu mencari pemburu baru, orang yang bisa dimanfaatkan. Banyak yang berpikir, pemburu adalah biang kerok. “Justru, pedagang lah yang mempekerjakan pemburu yang biasanya masyarakat sekitar hutan, yang mengalami keterbatasan ekonomi.”

Suwarno menjelaskan, untuk gading gajah dan orangutan, selama ini perburuannya ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Jaringan ini mentransfer hasil kejahatannya ke Riau melalui jalur darat dan pelabuhan tikus. Dari Riau, mereka menyelundupkannya ke Jawa atau luar negeri melalui jalur laut melewati Singapura yang tidak terawasi.

“Operasi penegakan hukum di Pelabuhan Bakauheni, Merak, dan Riau harus sering dilakukan, karena, bus dan travel jarang terjerat. Usul ini sepertinya bisa dilakukan,” jelasnya.

 

 

Donasi orangutan tapanuli  

Senin (27/11/17), donasi sebesar Rp1,8 miliar untuk penyelamatan orangutan tapanuli dan kawasan hutan Batang Toru, secara simbolis diberikan The Body Shop Bio-Bridge kepada Sumatran Orangutan Conservation Programme – Yayasan Ekosistem Lestari (SOCP – YEL).

CEO The Body Shop Indonesia, Aryo Widiwadhono mengatakan, Program Bio-Brige telah berjalan sejak 2016 dan ada juga di Vietnam dan Malaysia. “Temuan spesies primata baru ini hampir tidak ada dalam 100 tahun terakhir. Bukan hanya satwa yang diselamatkan tapi juga kawasan hutannya yang dijaga dan ini yang menjadi alasan kami membuat The Body Shop Bio-Bridge,” jelasnya.

Kampanye lingkungan menjadi salah satu konsep program The Body Shop selain perlindungan perempuan, anak dan remaja serta perdagangan manusia. “Kita berharap, hutan Batang Toru akan terjaga dan satwa yang ada hidupnya nyaman,” lanjutnya.

 

Baca: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Ekosistem Batang Toru

 

Ian Singleton, Direktur SOCP – YEL, mengatakan manusia harusnya bisa hidup berdampingan dengan seluruh makhluk hidup yang ada di muka Bumi. Adanya orangutan tapanuli, jenis baru, sudah sepatutnya mendapat perhatian dan kepedualian kita bersama. “Populasinya hanya 800 individu, sangat langka dan terancam punah.”

Di kawasan ekosistem Batang Toru, saat ini ada aktivitas pertambangan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta perkebunan kelapa sawit. Untuk pertambangan, mau tidak mau harus diterima karena sudah terjadi. Namun, jika izinnya selesai, penghijauan dan rehabilitasi lahan harus dilakukan sebagai tanggung jawab perusahaan.

Kekhawatiran saat ini adalah proyek PLTA yang akan memutus populasi orangutan di Blok Barat dengan Cagar Alam Dolok Sibual Buali. Jika, jumlah orangutan di Sibual Buali tidak mencapai 250 individu, dipastikan akan terjadi kepunahan.

“Menyambungkan koridor di Blok Barat dan Blok Timur, Blok Barat dengan Cagar Alam Dolok Alam Sibual Buali, dan sedikit di bagian utara di Adian Koting, harus secepatnya dikerjakan,” terang Ian.

 

Orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies baru yang berada di Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Foto: Maxime Aliaga/Batangtoru.org

 

Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu, mengatakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan akan mendukung penyelamatan orangutan tapanuli melalui RTRW 2018 dan sudah memasukkan rencana detil kawasan strategis Batang Toru. Wilayahnya mencakup Kecamatan Sipirok, Kecamatan Marancar, dan kecamatan yang beririsan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.

“Konsepnya menyatukan rencana penyelamatan satwa dan biodivesitas Batang Toru. Mari kita selamatkan satwa dan hutan Batang Toru, namun jangan sampai memperdebatkan sektor lain yang sudah ada sebelumnya,” jelasnya.

Sedangkan Wimar Witoelar, menyatakan, mengamankan lingkungan Indonesia dari sisi ekologi keseluruhan sangat lah penting. Apalagi, ada orangutan tapanuli yang baru ditemukan, sehingga bisa menarik perhatian masyarakat dunia.

“Isu orangutan di dunia sangat sensitif. Banyak media yang meliput soal orangutan, sehingga Mongabay harus terus mengangkatnya. Dengan begitu, langkah cepat penyelamatan spesies baru dari ancaman kepunahan dapat dilakukan,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,