Minim Penelitian, Pengetahuan Kita Tentang Karnivora Terbatas

 

 

Kajian mengenai kondisi dan status konservasi karnivora di Indonesia, belum sepenuhnya terdata rapi. Harus diakui, penelitian karnivora saat ini, fokusnya masih pada jenis karnivora besar seperti harimau sumatera, macan tutul, dan beruang.

Profesor Gono Semiadi, dari Pusat Peneliti Biologi – LIPI menyatakan, dari 36 jenis karnivora yang ada di Indonesia, secara umum informasi mengenai status taksonominya masih minim. Kondisi ini, menyebabkan sulitnya untuk menetapkan jumlah populasi, selain kendala utama akan sifat karnivora itu sendiri yang memang lebih suka menyendiri. “Padahal, sekitar 53 persennya masuk daftar dilindungi undang-undang,” jelasnya.

Gono mencontohkan, penelitian intensif di Kalimantan mengenai deskripsi, autoekologi, sinekologi, ancaman, dan perubahan populasi selama 116 tahun, nyatanya hanya diprioritaskan pada dua kelompok karnivora. Beruang madu dan musang, jenis yang diriset tersebut.

Sementara, karnivora kecil sering diabaikan karena dianggap sebagai penelitian sampingan dari penelitian besar saja. Atau, sifatnya yang digeneralisasikan sebagai lintas spesies.

“Padahal, semua ini penting. Data penelitian yang “apa adanya” sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai rujukan kebijakan. Pengelolaan data mamalia yang kurang terekspos saat ini, memang membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, bukan bersumber dari peneliti semata.”

 

Salah satu karnivora yang jarang ditemui dan minim informasi yakni babi batang (Sumatran hog badger/Arctonyx hoevenii). Foto: FFI/BBTNKS/Panthera/Wido Albert et al

 

Menurut Gono, pemerintah sudah sewajarnya memberikan perhatian penuh terhadap hasil penelitian yang ada. Ini dikarenakan, yang dikupas mengenai keragaman hayati Indonesia. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan juga hendaknya lebih praktis dan realistis yang dalam implementasinya nanti mudah dituangkan dalam tataran kebijakan. Ada tingkat kompromi penetapan pengelolaan yang terjalin antara penentu kebijakan dan peneliti.

“Riset ke depan baiknya mengenai jenis karnivora yang minim informasi, terutama mamalia karnivora kecil yang hidup pada habitat terfragmentasi. Selain itu, manfaatkan juga fungsi museum sebagai depositori keragaman flora dan fauna Indonesia dengan segala informasi ilmiahnya,” tuturnya, baru-baru ini.

Sebagai informasi, berdasarkan Permenhut No 57 Tahun 2008 tentang Arahan Strategi Konservasi Spesies 2008-2018, ada empat jenis mamalia karnivora yang masuk dalam 17 jenis prioritas mamalia. Jenis tersebut adalah musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), harimau sumatera (Panthera tigres sumatrae), beruang madu (Helarctos malaynus), dan macan tutul jawa (Panthera pardus melas).

Sedangkan berdasarkan Rencana Strategis Dirjen KSDAE tahun 2015-2019 mengenai 25 satwa prioritas (SK Dirjen PHKA No. 200/IV/ KKH/2015), ada dua jenis mamalia karnivora yang masuk dalam 25 satwa prioritas. Harimau sumatera dan macan tutul jawa, adalah jenis yang dimaksud.

 

Harimau sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Strategi konservasi

Ketua Forum HarimauKita, Munawar Kholis, saat Konferensi Karnivora Indonesia (KKI), 27-29 November 2017 di Banyuwangi, menuturkan visi dan energi baru sangat dibutuhkan untuk mensinergikan strategi konservasi karnivora dengan berbagai pihak.

“Kita harus sadar, konsekuensi sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi adalah persoalan pengelolaan. Kondisi ini meliputi pemanfaatan yang lestari, penataan ruang, serta aspek konservasi yang menjadi bagian dalam pembangunan berkelanjutan,” jelas Kholis.

Tak jauh berbeda, Ardiantiono, Koordinator Pelaksana KKI menambahkan, resolusi perubahan terkait strategi konservasi mamalia karnivora harus dilakukan. Seluruh pihak harus dilibatkan. Tujuannya adalah memberikan rekomendasi tindak lanjut dalam upaya konservasi mamalia karnivora di masa mendatang.

“Poin pentingnya adalah transformasi pengetahuan, meningkatkan upaya pelestarian jenis yang terabaikan, hingga mengkaji efektifitas pengelolaan wilayah konservasi dan kawasan di luarnya guna mendukung kehidupan mamalia karnivora.”

Melalui Konferensi Karnivora Indonesia, diharapkan lahir pengetahuan bersama sebagai pijakan para pihak, khususnya Pemerintah Indonesia, dalam hal perlindungan menyeluruh karnivora. “Tantangan yang ada, terutama masalah degradasi habitat dan informasi yang minim adalah tugas yang harus kita selesaikan,” jelasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,