Saat Wisata Alam Dirancang di Tablasupa, Kampung Penyangga CA Cyclops

Belasan warga sudah hadir di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua. Mereka berasal dari kampung Tablasupa, Distrik Tepera, Kabupaten Jayapura. Kedatangan mereka atas undangan Timbul Batubara, Kepala BBKSDA Papua, untuk membicarakan rencana pengembangan wisata alam berbasis masyarakat.

Kampung Tablasupa sendiri terletak di kawasan penyangga Cagar Alam Cyclops. Selain memiliki hutan yang luas, wilayah pantai dan terumbu karangnya dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Kampung Tablasupa pun satu dari lima lokasi wisata alam pengamatan burung cendrawasih yang telah diresmikan oleh Gubernur Papua pada bulan Juni 2017 lalu.

Awal Desember ini, mereka diundang secara khusus, setelah sebelumnya dilakukan pembicaraan di kampung Tablasupa. 

“Kami berharap dapat masukan dari ondoafi, para kepala suku, atau warga kampung. Sekaligus mohon masukan bapak ondoafi apa yang harus dilakukan agar konservasi Cyclops bisa lebih baik ke depan,” ungkap Timbul mengawali pembicaraannya.

Menurut Timbul, BBKSDA Papua akan terus mendampingi dan membantu masyarakat. Termasuk, memfasilitasi masyarakat dengan instansi di kabupaten atau provinsi. Misalkan, jika masyarakat membutuhkan bibit tanaman vanili, BBKSDA akan menghubungkan dengan dinas pertanian atau dinas perkebunan.

“Kita harus terbuka dengan masyarakat. Jangan sampai jadi konflik sebab tujuan kita sama yaitu menyejahterakan masyarakat. Kami patuh pada aturan kampung, sebab kami diajari jangan sampai kami salah masuk,” ujar Timbul.

Kepala Kampung Tablasupa, Salonika Kisiwaitou, dalam penjelasannya, awalnya dia sangsi saat mendengar istilah “konservasi”. Demikian pula masyarakat di kampung banyak yang pro dan kontra. Sehingga perlu dilakukan sosialiasi secara terus-menerus kepada masyarakat.

“Kalau kami tegur penebang pohon yang ada burung cendrawasihnya, mereka tanya balik; ‘Ko yang kasi makan saya kah?’. Orang-orang seperti ini yang belum mengerti. Namun pada umumnya masyarakat sekarang sudah mulai mengerti.”    

 

Kawasan CA Cyclops memiliki kekayaan keragaman hayati, termasuk burung cenderawasih. Dok: INFIS

 

Perlu Sosialisasi kepada Masyarakat

Yulius Ayeitouw, sekretaris dewan adat kampung menambahkan, berbagai macam isu santer terdengar di kampung. Misalkan ada pihak yang menyebut jika warga menanam di wilayah konservasi, tanamannya akan menjadi milik BBKSDA Papua.

Belum lagi dengan adanya pemekaran di kampung dalam satu wilayah adat. Kalau hal ini tidak disampaikan secara baik, maka hanya bakal menciptakan perbedaan dan saling curiga dengan program yang ada.

“Di Tablasupa ada 16 kepala keret (marga). Masing-masing membawahi sekitar 50 kepala keluarga. Untuk itu perlu dibuat pertemuan para-para adat (pertemuan perangkat adat) supaya lebih diterima oleh masyarakat,” kata Yulius.   

Hal itu pun diwanti-wanti oleh Ahmad Yani, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Papua. Dia menyebut menginisiasi hal baru perlu kerja keras. Pasti akan terjadi kesalahpahaman dan banyak kecurigaan sebagai bagian dari dinamika.

“Biasanya diawal program belum terjadi apa-apa, tapi ketika diaplikasikan akan ada konflik kepentingan. Ini yang perlu satu pemahaman dulu sebelum kita memulainya. Kerja berat yang harus kita dorong bersama,” ujarnya.

Menurut Yani, BBKSDA akan melakukan pendampingan dengan durasi kurang lebih satu tahun di kampung Tablasupa. Kegiatan yang sudah dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat. Seperti pendampingan kelompok perempuan untuk pembuatan kue kering, yang saat ini mengalami kendala pemasaran. 

Selain itu juga melakukan pengolahan makanan yang bersumber dari laut, serta pendampingan kelompok kerajinan yang memanfaatkan limbah seperti kayu, sampah plastik, bambu, dan limbah kegiatan wisata.

Yani juga mengungkapkan BBKSDA Papua akan memfasilitasi pembangunan tracking agar memudahkan jalur masuk kawasan. Jalur tersebut akan ditata agar lebih aman dengan bentuk yang bervariasi, seperti melewati sungai, serta membuat tong-tong sampah di sekitar jalur masuk kawasan.

Sementara terkait dengan pembangunan homestay, menurut Yani tidak harus membuat bangunan baru, namun akan memanfaatkan rumah penduduk. Rumah tersebut akan dibenahi layaknya penginapan, agar pengunjung yang datang bisa merasakan kenyamanan. Selain itu akan dibangun fasilitas camping ground, dimana masyarakat yang menyiapkan tenda dan disewakan kepada pengunjung.

“Ada banyak pilihan peningkatan ekonomi dari wisata alam di kampung Tablasupa. Kami di BBKSDA punya kewajiban memberdayakan masyarakat.”

Menanggapi penjelasan tersebut, Marten Serontou, salah satu ondoafi yang ada di kampung Tablasupa, mengatakan, dari semua kegiatan ekowisata tersebut yang paling utama adalah komunikasi dengan pemilik ulayat dan masyarakat sekitar. Agar mereka merasa dilibatkan dan ikut bergabung dalam kegiatan untuk menjaga lingkungan.

Timbul Batubara pun mengaku akan menampung semua yang diungkap oleh masyarakat

“Pertemuan ini tidak akan berhenti sampai di sini. Kita akan duduk bersama tua-tua adat di kampung. Kami akan lakukan pertemuan di Januari 2018l, demi menjaga Cyclops bersama-sama,” tutupnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,