Dua tahun sudah, kasus perdagangan empat individu orangutan sumatera di Medan, yang dibongkar Mabes Polri melalui Tindak Pidana Tertentu Direktorat reserse Kriminal Khusus (Tipidter Ditreskrimsus) dibantu Centre for Orangutan Protection (COP) berlalu. Namun, pelaku kejahatan bernama Zulfikar alias Buyung yang ditangkap pada 26 Juli 2016, hingga kini tidak ada kabarnya lagi.
Hery Susanto, Anti Wildlife Crime Coordinator COP, kepada Mongabay menjelaskan, pihaknya pada 25 Juli 2018, telah menyurati Polda Sumut. Tujuannya, mempertanyakan kelanjutan kasus perdagangan satwa dilindungi tersebut, sehubungan delik dan fokus perkara ini berada di Sumatera Utara.
“COP yang bergerak pada perlindungan satwa liar khususnya orangutan dan habitatnya, merasa bertanggung jawab dan berhak mengetahui perkembangan kasus ini,” ujarnya.
Dia mengatakan, dari investigasi COP, pelaku adalah pemain utama dan otak perdagangan satwa liar dilindungi antarprovinsi, khususnya orangutan sumatera. Sehingga, patut diproses hukum dan mendapat sanksi pidana maksimal agar tidak mengulangi perbuatannya.
“Kita tidak tahu perkembangan kasusnya, apakah dihentikan atau sudah diproses hukum. Karena itu, COP menyurati Polda Sumut untuk mempertanyakan sejauh mana kelanjutannya,” jelasnya, akhir pekan ini.
Baca: Anak-anak Orangutan Ini Berhasil Lepas dari Jerat Perdagangan Ilegal
Hery menuturkan, kasus perdagangan ini terbongkar dari media sosial Facebook. COP segera mengembangkan info tersebut hingga akhirnya mengetahui Zulfikar sebagai otak pelaku. Dia membawa empat individu anakan orangutan itu dari Aceh ke Sumatera Utara menggunakan transportasi darat.
Pihaknya bersama penyidik Mabes Polri mengikuti jejak pelaku dan berhasil menangkapnya di Jalan Puri Medan, Sumatera Utara. Barang bukti, ditemukan dalam dua kandang. Satu kandang berisi 3 individu dan satu kandang berisi 1 individu yang semuanya dimasukkan dalam kandang besi dan dibungkus karung plastik. Kuat dugaan, induk orangutan tersebut dibunuh, sebab anak orangutan akan bersama ibunya hingga usia enam tahun.
“Hasil pemeriksaan medis, di kepala salah satu orangutan ada peluru senapan angin. Ini sangat menyedihkan sekali. Keempatnya telah dititipkan di SOCP (Sumatran Orangutan Conservation Programme).
Baca juga: Bayi Kembar Orangutan Tapanuli Terpantau di Ekosistem Batang Toru
Hery berharap, penyidik serius mengusut kasus ini dan jika sudah masuk pengadilan, majelis hakim memberikan hukuman maksimal pada pelaku. Sebab, selama ini dari sekian banyak kasus yang ditangani, tidak pernah ada hukuman maksimal lima tahun sesuai UU KSDAE Nomor 5/1990. Rata-rata, hukuman pidana dibawah dua tahun bahkan ada yang divonis kurungan badan bulanan saja.
“Harus diberikan hukuman maksimal, sehingga para pelaku kapok dan saat bebas tidak mengulangi perbuatannya,” jelasnya.
Bagaimana penjelasan kepolisian mengenai pengusutan kasus ini? Mongabay coba mengkonfirmasi Direktur Krimsus Polda Sumut, Kombes Pol Toga Panjaitan. Namun, dia belum mau memberikan keterangan. Saat ditanya sejauh mana perkembangan penyidikan dua tahun ini, dia hanya berkomentar sedikit. “Nanti dicek,” katanya singkat.
Begitu juga Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, yang juga belum mau memberikan penjelasan saat ditanyai kemajuan kasus tersebut.