MASYARAKAT lokal menerima intimidasi dari perusahaan sawit dan muncul masalah kesehatan warga karena asap pembakaran ilegal. Beberapa warga di sekitar rawa Tripa membutuhkan perawatan medis. Masyarakat setempat pun telah kehilangan sumber mata pencaharian akibat pembukaan lahan gambut besar-besaran hingga mengancam kerusakan total kawasan itu. Menghadapi masalah ini, LSM Hak Asasi Manusia (HAM) bergabung dengan berbagai organisasi lingkungan mengkampanyekan penyelamatan Rawa Tripa.
Mereka ini antara lain, Walhi, Greenpeace, Sawit Watch, Wetlands International Indonesia Program,Yayasan Ekosistem Lestari, Yayasan Ekosistem Sigom Aceh, PanEco Foundation – Sumatran Orangutan Conservation Programme dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari –OIC. Lalu The Nature Conservancy, Profauna Indonesia LASA, WWF, Orangutan Foundation International, Borneo Orangutan Survival Foundation, Institut Pertanian Bogor (IPB) Universitas Indonesia (UI), Kehati dan lain-lain.
Berbagai kebakaran besar telah dilaporkan oleh pengamat baik di lapangan maupun dari udara pada akhir Maret. Lebih dari 100 titik api telah teridentifikasi oleh satelit dalam kurun waktu hanya 10 hari, frekuensi titik api tertinggi yang terekam di Tripa sejak 2001. Ketua Satgas REDD+ Ir. Kuntoro Mangkusubroto melaporkan, tim investigasi menemukan pembakaran telah sengaja di dalam kawasan konsesi PT. Kallista Alam dan PT. Surya Panen Subur 2.
Ibduh, kepala salah satu desa di Tripa yang mewakili masyarakat lokal mengatakan, masyarakat hidup dalam ketakutan terhadap perusahaan. Perusahaan menggunakan Brimob sebagai satuan pengamanan, memindahkan masyarakat dari lahan, menghalangi akses melewati perkebunan dan membersihkan perkebunan masyarakat untuk sawit mereka. “Perusahaan perkebunan sawit beroperasi layaknya mereka berada di atas hukum dan kami melihat hasil perbuatan mereka setiap hari,” katanya dalam siaran pers aliansi LSM di Depok, Selasa(24/4).
Menurut Ibduh, air bersih menjadi sulit diperoleh dan sangat sulit mendapatkan ikan serta mengambil hasil alam lain. Sebab, hutan telah dibabat dan lahan dikeringkan dengan banyak kanal-kanal dibangun. “Masyarakat kami menderita. Kami menginginkan aksi cepat untuk menghentikan semua ini dan untuk merehabilitasi hutan Tripa”.
Idbuh bersama seorang pengacara, Kamaruddin, dan smantan anggota DPD asal Aceh, Adnan NS, telah melaporkan tindakan pidana kriminal terkait kasus Tripa ke Polri di Jakarta pada November tahun lalu. “Polri mengeluarkan surat kepada Polda Aceh yang mengkonfirmasikan bahwa subyek pelaporan memenuhi kriteria pidana kriminal, tapi hingga saat ini, lima bulan setelah kasus itu dilaporkan, kami tidak melihat satu pun upaya investigasi yang dilakukan oleh Polda Aceh,” kata Kamaruddin.
Dalam pernyataan, Aliansi LSM menyebutkan, mereka berkumpul di Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (Research Center for Climate Change, University of Indonesia), mendukung sepenuhnya imbauan Satgas REDD+ untuk segera investigasi terhadap tindakan kriminal. Termasuk, laporan yang disampaikan Ibduh ke Polri pada November tahun lalu.
Mereka juga meminta penjelasan mengapa laporan tidak ditindaklanjuti dengan baik. “Kami juga menyatakan dukungan penuh kami terhadap Walhi dalam melakukan gugatan hukum yang saat ini dalam proses banding di PTUN Medan terhadap dikeluarkan izin konsesi kepada PT Kallista Alam oleh mantan Gubernur Aceh,” kata Yuyun Indradi, Greenpeace Forest Political Campaigner.
Aliansi LSM meminta, kepada pihak-pihak Kementerian Nasional yang bertanggung jawab, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, segera memerintahkan penghentian pembukaan dan pendegradasian lahan di dalam kawasan rawa gambut Tripa.
Mereka juga meminta agar para kementerian itu mendampingi Polri segera mengimplementasikan investigasi yang menyeluruh terhadap aktivitas-aktivitas dan kesepakatan-kesepakatan ilegal yang telah diterapkan di kawasan rawa gambut Tripa. Termasuk izin konsesi serta praktik-praktik ilegal dari PT. Kallista Alam yang melanggar Undang-undang tentang Tata Ruang dan tentang perlindungan terhadap Ekosistem Leuser, terhadap lingkungan hidup, lahan gambut, satwa yang terancam punah dan larangan pembakaran lahan hutan.
Dalam melawan pelanggaran hukum yang sangat jelas dan telah dipublikasi secara global ini, sangat penting hukum Indonesia tetap terjaga dan transparan. Pihak-pihak yang bertanggung jawab dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Kekeliruan dalam penerapan hukum ini, akan merusak kredibilitas penegakan dan sistem hukum Indonesia juga komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca serta upaya mengembangkan sawit berkelanjutan. Tanpa aksi yang cepat tanggap, jika kondisi saat ini dibiarkan oleh President SBY dan jajaran pemerintahan, populasi orangutan
Sumatera akan sangat mungkin punah tahun ini.”
Mereka ingin melihat hukum di Indonesia ditegakkan. Aliansi LSM mendukung dan memberikan semangat terhadap international day of action pada 26 April. Pada hari ini, para pendukung dan mitra-mitra internasional dari seluruh dunia akan mengimbau kepada Presiden SBY untuk mengumumkan dukungan terhadap penegakan hukum Indonesia, perlindungan Tripa dan masyarakat di sekitar serta populasi orangutan Sumatera.”