PETANI rumput laut di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra), mengalami gagal panen ratusan hektare di Kecamatan Lambai karena rumput laut mereka tercemar limbah tambang.
Masyarakat di wilayah itu akan melayangkan tuntutan kepada perusahaan tambang nikel yang beroperasi di sana, PT Citra Silika Malawa (CSM) dan PT Putra Darmawan Pratama (PDP). Mereka pun menggelar aksi unjuk rasa ke dua perusahaan ini.
Kapolres Kolaka Utara AKBP Laode Aries El Fathar menyatakan, akan memfasilitasi tuntutan masyarakat Lambai kepada perusahaan sekaligus menjaga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.”Jika dalam waktu sepekan tidak ada realisasi perusahaan terkait tuntutan masyarakat, mereka berniat kembali turun berunjuk rasa. Mereka mengancam akan melarang kedua perusahaan tambang itu beroperasi. Kita berupaya memfasilitasi agar keamanan tetap kondusif,” katanya seperti dikutip dari Jurnal Nasional, di Lasusua, ibu kota Kolut.
Berdasarkan keterangan petani, setelah kedua perusahaan itu beroperasi, rumput laut mereka tak dapat tumbuh Bahkan ada yang mati. Rumput laut yang terlanjur siap panen juga mengalami kegagalan karena rusak. “Selama ini kami mengandalkan hidup dari tanaman rumput laut. Karena kondisi air sudah berubah menjadi kuning, kami tidak bisa lagi berusaha. Kami juga hanya mendapatkan satu kali ganti rugi,” kata petani rumput laut, Baharuddin.
Peta Kolaka Utara, kawasan tepi laut.
Bukan hanya itu, dulu sambil menanam rumput laut, mereka masih dapat memancing sekadar dimakan. Namun, sekarang tidak ada lagi ikan yang dapat dipancing karena air sudah keruh.
Baharuddin mengatakan, antara perusahaan dengan masyarakat sebenarnya ada kesepakatan untuk pembayaran ganti rugi sebanyak enam kali dalam dua tahun. Namun, realisasi pembayaran baru satu kali sejak mereka mulai beroperasi pada tahun 2010.
Persoalan sengketa antara masyarakat dengan perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra sudah menjadi keseharian di daerah ini. Di mana pun ada perusahaan tambang, masyarakat setempat pasti tidak pernah merasa diuntungkan.
Di Bombana, masyarakat Pulau Kabaena terus berseteru dengan perusahaan nikel. Demikian pula di Kabupaten Konawe Utara, Konawe, dan Kolaka. Perusahaan-perusahaan tambang ini sukses menjalankan aktivitas karena dukungan dari pemerintah daerah masing-masing dan hampir selalu mengabaikan hak-hak masyarakat setempat.