,

Kementerian Perdagangan RI: Produk Sawit Indonesia Berkomitmen Tekan Emisi

Akhirnya Pemerintah Indonesia sampaikan tanggapan terhadap Notice of Data Availability (NODA), yang dirilis oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat (AS), terkait produk crude palm oil (CPO) alias minyak sawit mentah. Dicuplik dari rilis Kementerian Perdagangan, tanggapan resmi menteri perdagangan tersebut diserahkan ke Pemerintah AS pada 26 April 2012, sebelum batas akhir penyampaian tanggapan yang telah ditetapkan, yakni pada 27 April 2012.

Tanggapan yang disampaikan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam analisanya, menyatakan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melindungi lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ditegaskan, pada Copenhagen Meeting 2009, Presiden RI telah menyampaikan komitmennya untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020. Pemerintah Indonesia juga menargetkan penurunan emisi sebesar 41 persen melalui kerja sama internasional. Selain hal tersebut, Gita juga menyampaikan, dalam menghitung emisi gas rumah kaca, EPA banyak menggunakan data-data yang bersifat asumsi, bukan data riil. Sehingga, hasilnya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Indonesia mengusulkan agar EPA menggunakan metode lain dalam penghitungan gas rumah kaca.

Kemudian, poin ketiga yang disampaikan oleh mendag, CPO merupakan tanaman paling efisien ketimbang tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Food Policy Research Institute tahun 2010, CPO hanya membutuhkan 0,26 hektar lahan untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit.

Selanjutnya, menteri juga menyampaikan bahwa NODA tidak konsisten dengan beberapa pasal di dalam ketentuan WTO, antara lain mengenai prinsip Most Favored Nation, dan National Treatment, karena membedakan CPO dengan komoditas seperti kedelai yang diproduksi dalam negeri AS.

Sebelumnya, EPA mengeluarkan NODA pada Desember 2011, dan secara resmi didaftarkan kepada US Federal Register pada 27 Januari 2012. NODA merupakan analisa terhadap emisi gas rumah kaca dari minyak kelapa sawit (CPO).

Berdasarkan program Renewable Fuel Standard (RFS) yang diterapkan di AS, bahan baku untuk produk biodiesel dan renewable diesel, harus memenuhi ketentuan minimum 20 persen ambang batas pengurangan emisi gas kaca.
Melalui analisisnya, EPA menyatakan bahwa CPO hanya berada pada level 11-17 persen. Sehingga, tidak memenuhi ketentuan RFS untuk dapat dikategorikan sebagai bahan bakar terbarukan (renewable fuel) yang efisien.

KBRI Washington secara aktif telah melakukan berbagai pertemuan dengan beberapa pihak terkait di AS, termasuk dengan United States Trade Representative (USTR), EPA, Department of Commerce, US Chamber of Commerce, Staffer Congress, serta para pemangku kepentingan CPO di AS, untuk menyampaikan concern pemerintah Indonesia terkait hal ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,