Tingkat deforestasi yang melaju bak kereta api di Kalimantan Timur dalam beberapa tahun terakhir, kini membuat salah satu propinsi terbesar di Indonesia ini menjadi emiter karbon terbesar di tanah air. Mengacu pada Dewan Perubahan Iklim Kalimantan Timur, propinsi ini melepas 255 juta ton karbondioksida ke udara sepanjang tahun lalu, diatasnya ada propinsi Riau dengan 358 juta ton, dan Kalimantan Tengah dengan 324 juta ton karbon.
Daddy Ruchiyat, ketua Dewan Perubahan Iklim Kalimantan Timur menyatakan bahwa lima tahun silam propinsi ini adalah salah satu propinsi dengan hutan tersehat di Indonesia dan menjadi harapan untuk menekan emisi karbon. “Kini kami adalah emiter terbesar ketiga karena semakin banyak hutan diubah fungsinya menjadi pertambangan dan area perumahan.” Ungkap Daddy kepada Jakarta Globe.
Daddy menyatakan bahwa emisi karbon di Kalimantan Timur meningkat 1.4 persen setiap tahun karena pemerintah lokal memberikan izin untuk konversi hutan untuk mencetak uang. “Kontributor terbesar pada emisi karbon propinsi ini adalah konversi hutan; kami memiliki lebih sedikit hutan hijau sekarang. Diluar konversi hutan yang legal menjadi pertambangan dan perumahan, kami juga harus berurusan dengan praktek penebangan liar di seluruh propinsi,” tambahnya.
Daddy meminta agar pemerintah propinsi untuk memperketat aturan hukum dan mewajibkan setiap perusahaan yang membuka hutan untuk kepentingan pertambangan diharuskan mengembalikan hutan lewat reklamasi dan reforestasi. “Jadi perusahaan tersebut harus melakukan study untuk menghitung berapa banyak kandungan karbon yang terlepas, dan berdasar atas hal tersebut, mereka juga harus menanam kembali sejumlah pohon yang bisa menyerap kembali jumlah karbon yang dilepaskan. Sejauh ini pihak pemerintah tidak bisa tegas kepada pihak perusahaan untuk menegakkan peraturan,” Ungkapnya.
Niel Makinuddin, dari organisasi The Nature Conservancy di Kalimantan Timur, setuju dengan pernyataan Daddy, ia mengatakan bahwa level deforestasi di Kalimantan Timur telah mencapai taraf mengkhawatirkan akibat konversi lahan yang tidak beraturan. “Kami telah lama mengangkat isu ini karena perusakan terus terjadi, namun tak ada tindakan apa pun untuk menghentikannya,” Ungkapnya.
Niel juga juga menyatakan kekhawatirannya tentang penebangan liar yang nampaknya tidak bisa dihentikan di propinsi ini. “Kombinasi dari penebangan liar dan penebangan yang resmi, menciptakan level deforestasi yang parah dan menyebabkan emisi karbon,” tambahnya.
Kalimantan Timur hanya memiliki tutupan hutan seluas 4 juta hektar dari keseluruhan luas hutan di propinsi ini sebesar 14.8 jura hektar. Sementara itu, Fathur Roziqin Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Timur, menyatakan bahwa emisi karbon sudah mulai menciptakan cuaca yang ekstrem dan perubahan iklim yang tidak bisa diprediksi.
Seperti yang terjadi hari Kamis 24 Mei 2012, nyaris seluruh kota Balikpapan terendam air akibat hilangnya daerah resapan air di sekitar kota minyak tersebut.