6 Tahun Lumpur Lapindo, Jangan Abaikan Hak Rakyat

SELASA(29/5/12), tepat enam tahun tragedi lumpur Lapindo yang menimpa warga Porong Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim). Sampai kini, warga Porong dipaksa menghirup gas beracun. Ganti rugi dari PT Minarak Lapindo (Lapindo Brantas), bertele-tele. Kini, kehidupan mereka miris, kualitas lingkungan hidup mengkhawatirkan.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Andrie S Wijaya dalam jumpa pers, Senin (28/5/12) mengatakan, ratusan anak terancam putus sekolah akibat semburan lumpur Lapindo. “Kualitas hidup mereka lambat laun mengalami penurunan akibat hilangnya kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan,” katanya.

Tercatat, lebih dari 13 kematian warga tanpa kejelasan diagnosis. Serangan sesak, kanker, dan tumor menjadi ingatan keluarga yang ditinggalkan. Terakhir, bunuh diri warga karena stres pada Mei 2012.

Jumlah penderita inpeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di puskesmas Porong terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun empat tahun sejak lumpur menyembur, naik lebih dari dua kali lipat, dari 24,7 ribu pada 2005 menjadi lebih dari 52,5 ribu pada 2009.

Tak berbeda dengan data Puskesmas Jabon dan Tanggulangin, ISPA menempati urutan penyakit tertinggi sejak 2006.

Kasus Lapindo, ujar Andrie, tak ada upaya serius dari pemerintah. Untuk itu, Jatam dan Walhi berinisiatif melakukan uji kesehatan secara acak. Sampel darah warga di kawasan terdampak, yakni yang terpapar secara terus menerus diambil. Data ini, di-cross check antara kondisi lapangan dengan puskesman dan testimoni warga.

“Sekitar 80 persen indikasi mengidap kanker,” katanya.

Namun , kata Andrie, temuan ini masih awal jadi harus ditindaklanjuti. “Ini tugas negara untuk menindaklanjuti temuan ini.”

Menurut Andrie, kondisi lingkungan di sekitar lumpur Lapindo sangat buruk. Jika berada di sana dalam 15 menit pertama sudah bisa dirasakan ada yang beda. “Kepala kita jadi pusing.” Jadi, bisa dibayangkan warga yang tinggal di sana, terkena paparan 24 jam selama enam tahun.

Protes warga yang ingin hak-hak mereka dipenuhi. Kini, hak mereka terabaikan. Foto: Rahman Seblat

Tak hanya kanker yang mulai menyerang perempuan dan anak, semburan gas panas juga mengintai warga. “Ada gas liar yang mudah terbakar dan banyak korban.”

Keadaan bertambah parah, karena korban-korban terdampak belum selesai, sudah ada wilayah terdampak baru. “Yang jelas-jelas wilayah terdampak proses pembayaran tak jelas. Karena apa? Karena pembayaran harus pakai hukum formal. Ini tidak adil. Karena sebelum lumpur Lapindo masyarakat bisa hidup, berporduksi dan mereka tak dalam keadaan terancam,” ucap Andrie.

Untuk itu, kesalahan teknis pengeboran Lapindo harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah dan pusat. Bertolak dari kasus Lapindo ini pula, sebagai penggambaran penderitaan warga dan lingkungan dampak tambang, maka 29 Mei dijadikan Hari Anti Tambang (Hatam).

Abdul Halim, Koordinator Program Kiara mengungkapkan, banyak upaya pencitraan dilakukan yang ingin menunjukkan seakan-akan tak terjadi kerusakan lingkungan akibat lumpur Lapindo.

Dia mencontohkan, gerakan tanam mangrove di pesisir Porong. “Ini seolah mau memperlihatkan tak ada pencemaran dengan ada lumpur Lapindo.”

Padahal, dari hasil penelitian Kiara, pembuangan lumpur Lapindo di selat Madura mempercepat kerusakan mangrove di laut Jawa hingga 38 persen.

Tak hanya itu. Pembuangan lumpur Lapindo melalui Kali Porong berkontribusi pada pencemaran perairan sekitar Selat Madura. Hasil penelitian Kiara Januari-Desember 2010, di selat Madura mengandung nitrogen dan fosfat. Kandungan nitrogen 16 sampai 18 kali lipat lebih tinggi dari sebaran sungai-sungai yang ada di Pulau Jawa. Kandungan fosfat, 24, 4 persen.

Kondisi ini, kata Halim, menyebabkan kurun waktu enam tahun terakhir, pendapatan nelayan berkurang hingga 80 persen. Sebelum itu, nelayan bisa mendapatkan penghasilan Rp200 -Rp300 ribu.

“Sekarang, nelayan rata-rata hanya dapat Rp20-Rp30 ribu per hari. Itu pun dalam kondisi hasil tangkapan tidak normal. Hingga harga jual turun,” ujar dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,