Aksi Buang Sial Bocah-Bocah Korban Lumpur Lapindo

Lelah dengan berbagai aksi unjuk rasa yang tidak juga mampu mengetuk nurani petinggi negara, dalam peringatan 6 tahun tragedi lumpur Lapindo, anak-anak korban lumpur Lapindo hari ini menggelar aksi ruwatan yang bermakna membuang segala kesialan, membuang segala kesusahan dan melepaskan harapan baru bahwa pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab selekasnya menyelesaikan tanggung jawab mereka terhadap puluhan ribu warga terdampak di area lumpur tersebut.

Acara ini digelar di sisi desa Siring, Porong, Sidoarjo yang diikuti oleh anak-anak dari Sanggar Al-Faz, Desa Besuki Timur, Kecamatan Jabon, Sidoarjo bersama dengan Korban Lapindo Menggugat. Tak hanya mereka aksi ini pun menggandeng anak-anak dari Sanggar Sahabat Anak, Malang, Sanggar Sahabat Merdeka Surabaya dan sejumlah mahasiswa.

Aksi para bocah di depan genangan lumpur. Foto: Aji Wihardandi

Dalam aksi ini sekitar 50 anak-anak dan seluruh peserta aksi berjalan menyusuri tepian batas lumpur hingga ke sisi tanggul Desa Siring. Mereka membawa bunga tujuh rupa sebagai simbol penyucian dan membuang segala kesulitan. Mereka membawa berbagai spanduk yang berisi berbagai tuntutan atas hilangnya kesempatan  mereka belajar, hilangnya kesempatan menikmati masa bocah yang wajar, dan bahkan kehidupan mereka.

“Skandal ini harus segera dihentikan dan diungkap demi menyelamatkan anak-anak ini,” ungkap Irsyad, salah satu pengasuh Sanggar Al-Faz kepada Mongabay Indonesia.

Aksi seni oleh boca-bocah korban lumpur Lapindo. Foto: Aji Wihardandi

Aksi ini diselingi dengan penampilan tarian jaran kepang oleh anak-anak korban lumpur Lapindo, dan nyanyian-nyanyian yang membangkitkan semangat untuk terus menuntut keadilan.  Salah satunya adalah lagu “Hukum Rimba” yang menebar lirik ‘maling-maling kecil dihakimi, maling-maling besar dilindungi.’

Dalam penutupan acara ini, juga diluncurkan sebuah buku berjudul ‘Lumpur Makin Menggila, yang ditandai dengan melepaskan balon-balon lampion ke udara. Balon ini sekaligus menjadi sebuah symbol untuk terus memiliki harapan terhadap segala perubahan menuju kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

Aksi ruwatan membuang segala kesusahan oleh anak-anak korban lumpur Lapindo. Foto: Aji Wihardandi

Selain acara di dalam area tanggul, warga juga membentangkan sebuah baliho raksasa di tepian jalan antara Porong menuju Malang. Baliho bertuliskan ‘Bakrie Perusak Bumi dan Perampok Uang Negara’ ini adalah bagian dari ungkapan kekesalan warga akibat berlarut-larutnya proses penyelesaian ganti rugi bagi warga terdampak semburan lumpur Lapindo.

Bencana semburan lumpur Lapindo, adalah salah satu bencana lingkungan terbesar yang pernah ada di Indonesia. Akibat semburan ini, 16 desa di tiga kecamatan tenggelam, lahan yang terendam adalah lahan tebu seluas 25 hektar di desa Renokenongo, Jatirejo dan Kedung Cangkring, masih ditambah lahan seluas 172 hektar di tujuh desa, 1605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 ekor sapi dan 7 ekor kijang.

Dua warga setempat dan spanduk mengecam buatan warga. Foto: Aji Wihardandi

Dari sisi tenaga kerja, akibat semburan ini 30 pabrik yang tergenang terpaksa berhenti beroperasi dan mengakiatkan pengangguran sejumlah lebih dari 1800 orang.

Diluar semua dampak itu, dampak kesehatan kini semakin mengancam warga karena semburan gas yang dibawa lumpur mengandung logam berat kadmium dan timbal. Menurut data dari Walhi Jawa Timur, kandungan timbal yang dibawa oleh lumpur Lapindo ini 146 kali lebih berat dari ambang batas aman bagi manusia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,