Hutan Sumatra Kian Terpapas Perkebunan dan Api

Kondisi hutan di propinsi Sumatra Utara kini semakin kritis. Setiap tahun, alih fungsi lahan terus terjadi demi memenuhi kebutuhan perkebunan sawit dan pertambangan. Dari 3,7 hektar luas hutan yang ada di Sumut sebagian diantarannya beralihfungsi menjadi lahan perkebunan, pertambangan hingga pada pemekaran daerah. Pengalifungsian lahan hutan yang banyak terjadi di Sumut disebutkannya terjadi di daerah Humbang Hasundutan, Mandailing Natal (Madina) dan daerah padang lawas.

Hal ini disampaikan oleh Sekjen Komunitas Peduli Hutan Sumatra Utara, Jimmy Panjaitan. Disebutkan oleh Jimmy, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005, tentang Penunjukan Kawasan Hutan di wilayah Provinsi Sumut, bahwa luas lahan hutan di Sumut mencapai 3.742.120 Hektar. Namun hingga saat ini data yang didapatnya bahwa luas hutan di Sumut hanya mencapai satu jutaan hektar.

“Sebenarnya luas hutannya itu masih tetap. Masih sesuai dengan SK Menteri. Hanya saja masalahnnya dari 3,7 hektar luas hutan tersebut sudah beralihfungsi bukan menjadi hutan lagi,” ujar Jimmy.

Sementara itu, berdasar laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),  Sumatera Utara masuk delapan besar provinsi yang memiliki titik api terbanyak dan dapat berkembang menjadi kebakaran hutan sepanjang tahun 2011.

Dalam sosialisasi Inpres 6/2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Medan, hari ini, Kasubdit Peringatan Dini BNPB Budi Sunarso mengatakan, dari pemantauan yang dilakukan terdapat 893 titik api di Sumut pada 2011. Sedangkan provinsi lain yang juga banyak memiliki titik api adalah Kalimantan Barat 4.740 titik, diikuti Sumatera Selatan 4.705 titik, Kalimantan Tengah 4.285 titik, Riau 3.536 titik, Jambi 1.523 titik, Kalimantan Timur 1.482 titik, dan Kalimantan Selatan sebanyak 1.292 titik.

Kabid Pengendalian Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan Kementerian Lingkungan Hidup Purwasto Saroprayogi mengatakan hari ini, kecenderungan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada 2012 masih cukup tinggi.

Jika dikaitkan dengan hasil analisa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan musim kemarau relatif panjang pada 2012. Secara global, kebakaran hutan dan lahan tersebut bukan hanya menimbulkan dampak negatif bagi Indonesia, melainkan juga untuk sejumlah negara tetangga. “Perlu diantisipasi karena Indonesia sering disebut ‘pengekspor asap’,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,