ANCAMAN dan bahaya besar mengintai hearth of Borneo (HoB) pada tahun-tahun mendatang jika deforestasi terus menerus dan perubahan iklim terjadi. Ini diungkap dalam laporan WWF terbaru berjudul Assessing the Impact of Climate Change in Borneo (Mengkaji Dampak Perubahan Iklim di Borneo) yang dirilis, Jumat(15/6/12).
Dalam laporan ini, WWF memproyeksikan, jika nilai modal alam (natural capital) akibat deforestasi di Borneo terus berada pada titik sama, kawasan HoB akan mengalami dampak perubahan iklim dengan risiko kebakaran hutan, banjir, penurunan kualitas kesehatan manusia, perubahan hasil pertanian dan kerusakan infrastruktur.
Kenaikan permukaan laut diperkirakan bisa menyebabkan kerusakan meluas ke pusat-pusat pemukiman. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan ekonomi cukup besar. Juga terjadi, kenaikan komponen pembiayaan di kalangan pemerintah daerah, masyarakat dan bisnis.
Dengan peningkatan suhu hingga dua derajat, keanekaragaman hayati Borneo khusus spesies laut, reptil dan amfibi akan sangat terganggu. Bahkan, berpotensi hancur pada tahun 2050 bila suhu meningkat lebih panas lagi.
Adam Tomasek dari program Heart of Borneo Initiative mengatakan, laporan ini menyusul laporan WWF-ADB berjudul Ecological Footprint and Investment in Natural Capital in Asia and the Pacific (Jejak Ekologis dan Investasi Modal Alam di Asia dan Pasifik) yang dirilis pada 5 Juni 2012 lalu. Laporan ini mengingatkan tentang berkurangnya modal alam di Asia-Pasifik dan ada tekanan jasa ekosistem.
Tomasek mengatakan, semua prediksi dari laporan itu, ditambah cadangan modal alam berkurang akibat penggundulan hutan yang terus menerus, sesuatu yang harus diwaspadai pemerintah, industri dan masyarakat.
“Hutan Heart of Borneo memiliki nilai penting, baik bagi kesejahteraan masyarakat lokal dan bagi kepentingan global,” katanya.
Sebab, keanekaragaman hayati di HoB sangat kaya dan unik. Potensi penyerapan karbon dan berbagai jasa lingkungan yang diberikan terkait pangan, air dan ketahanan energi juga tinggi. “Pelestarian hutan Borneo dan ekosistem salah satu prioritas penting di kawasan ini. Dengan kurangnya aksi perlindungan ini berarti kita menempatkan ekonomi, mata pencaharian dan spesies dalam bahaya besar.”
Menurut dia, deforestasi dan degradasi hutan berkontribusi hingga 20 persen dari emisi karbon global. Hutan Borneo dan spesies yang tergantung pada hutan terancam penebangan yang tidak lestari, konversi hutan alam untuk kegiatan komersil. Terutama perkebunan sawit dan tambang batubara, termasuk kebakaran hutan dan perburuan satwa liar.
Tomasek menambahkan, kebijakan fiskal, investasi dan faktor modal alam ke dalam proses pengambilan keputusan ekonomi merupakan hal sangat penting. “Ini untuk mengatasi kecenderungan destruktif yang diungkapkan dalam laporan itu,” ujar dia.