LIRA: Bersihkan Kementerian LH dari Mafia Limbah

Problematika lingkungan di Indonesia, tak hanya terkait masalah dengan sumber daya seperti deforestasi, kerusakan terumbu karang, dan konflik pertanahan belaka. Masalah lingkungan terkait bisnis yang pengelolaan sumber daya alam pun sangat lekat dengan proses perusakan. Salah satunya adalah limbah buangan bisnis-bisnis raksasa yang menciptakan sub-bisnis menguntungkan, yaitu perlindungan terhadap pelanggaran prosedur pembuangan limbah. Bisnis yang menutupi proses pembuangan limbah yang umumnya dilakukan perusahaan pertambangan ini, hingga kini masih luput dari sorotan serius pemerintah.

Praktek ini, diduga justru bersarang di lembaga-lembaga pemerintah terkait lingkungan itu sendiri. Terkait hal ini, LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) mendesak Menteri Lingkungan Hidup (LH) Balthasar Kambuaya untuk membersihkan praktek mafia limbah di Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Praktik mafia limbah tersebut dinilai malah memperparah kerusakan lingkungan.

Presiden LIRA Jusuf Rizal mengatakan sebaiknya kelima deputi menteri, beberapa Asdep dan staf khusus di Kementerian Lingkungan Hidup diganti. Mereka diduga sumber mafia dengan melibatkan oknum-oknum di luar instansi tersebut. Antara lain oknum partai politik dan purnawirawan TNI serta Polri. “Sebaiknya Menteri LH bisa melakukan pembersihan Kantor KLH dari oknum-oknum mafia limbah. Kinerja Menteri LH juga kurang begitu kelihatan karena adanya praktek-praktek mafia limbah oleh oknum-oknum LH. Upaya penegakan hukum bagi pelanggar UU Lingkungan Hidup juga hampir tidak ada yang diproses KLH,” ujar Jusuf Rizal, Kamis  21 Juni 2012 kepada Pelita.

Menurut Rizal, praktek mafia limbah di KLH sudah berlangsung lama. Namun tidak menjadi sorotan dari kalangan masyarakat. Padahal rusaknya lingkungan dan pencemaran yang marak diberbagai daerah tidak lepas dari lemahnya kontrol dari KLH sendiri.

Lebih memprihatinkan lagi, lanjut Rizal, oknum-oknum KLH malah justru menjadi alat bagi beberapa perusahaan yang memberikan konribusi pencemaran dengan ber-korupsi. Perusahaan yang semestinya tidak diberikan izin dan diproses hukum karena melanggar aturan hukum justru jadi ‘ATM’. “Dari hasil investigasi Biro Intelijen dan Investigasi Lira (BIIL) para deputi, asdep dan staf khusus Menteri LH diduga ikut terlibat. Untuk itu, Menteri LH perlu segera mengganti mereka. Partai politik dan purnawiran TNI serta Polri juga diduga ikut dalam praktek mafia limbah ini sehingga memperparah upaya menjaga lingkungan hidup yang baik,” katanya.

Menurut Rizal, LIRA telah menyampaikan berbagai tindak pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan-perusahaan baik besar maupun kecil. Tapi respon pemerintah sangat kecil. KLH sendiri, menurut Rizal, bahkan belum menggunakan kewenangannya secara penuh untuk melakukan pencegahan dan penuntutan bagi perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan.

“Kasus-kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan diduga banyak yang diselesaikan dengan cara ’86’ (damai). Bahkan LIRA menduga banyak perusahaan besar asing dan swasta seperti Freeport, Newmont, Chevron, KPC melakukan pelanggaran namun dilindungi oleh kelompok-kelompok tertentu termasuk oknum partai politik,” sambung Rizal kepada Pelita.

Dikatakan Rizal, kondisi pencemaran lingkungan sebenarnya sudah cukup parah di Indonesia. Namun selalu ditutup tutupi dan tidak mendapat soroton media sehingga terkesan biasa-biasa saja. Seperti yang terjadi di Kolaka. Pencemaran akibat penambangan nikel dan mangan secara luar biasa telah menimbulkan pencemaran udara, lingkungan dan laut. Itu akan merusak ekosistem. Namun, lanjut Rizal, pemerintah pusat dan daerah tidak peduli terhadap hal tersebut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,