WALHI Bali: Hentikan Pembangunan Akomodasi Wisata Secara Berlebihan

Kesuksesan Pulau Dewata Bali sebagai salah satu objek wisata utama dunia, kini nampaknya mulai menggerus keseimbangan pulau di timur pulau Jawa ini. Maraknya pembangunan infrastruktur dan sarana penunjang bisnis wisata, kini justru berada pada laju yang dinilai tidak aman karena mulai mengganggu kualitas lingkungan.

Terkait masalah ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali mendesak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Bali untuk melakukan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata. Desakan moratorium sangat relevan dengan kondisi saat ini mengingat semakin terbatasnya daya dukung sumber daya alam terutama lahan dan air di Bali.

Sejalan desakan tersebut WALHI Bali juga berharap agar pemerintah mengerahkan kemampuannya bersama seluruh stakeholder segera menyusun master plan pembangunan Bali yang berkelanjutan. Master plan ini untuk dijadikan rujukan lebih komprehensif untuk mencegah laju eksploitasi alam berlebihan akibat adanya investasi terutama sektor tanah dan air.

Kebudayaan Bali yang bersumber dari tanah dan air jangan sampai hilang karena itu justru menghancurkan sumber kehidupan masyarakat. Jika air dan tanah sudah habis maka kebudayaan akan sirna. Pariwisata yang bersumber dari kebudayaan juga akan ikut sirna. Demikan dikatakan Wayan “Gendo” Suardana, Dewan Daerah Walhi Bali, saat pelaksanaan Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup (KDLH) di Sekretariat WALHI Bali.

Tuntutan ini, sudah disuarakan oleh Walhi Bali sejak perayaan hari Lingkungan hidup 5 Juni silam, dan diulang dalam siaran pers mereka beberapa hari lalu. “Melalui peringatan Hari Lingkungan Hidup ini, kami ingin menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium pembangunan akomodasi wisata di Bali dan segera membentuk ‘masterplan’ pembangunan yang komprehensif di segala aspek dan tetap berpihak pada lingkungan,” kata Deputi Internal Walhi Bali, Suryadi, di sela-sela aksi tersebut di Denpasar.

Menurut dia, kondisi alam Bali kini sudah semakin kritis sehingga kebijakan moratorium yang ada seharusnya dapat dijalankan sebagaimana mestinya. “Dengan dikeluarkannya rekomendasi pembangunan Bali International Park (BIP) yang sedianya dijadikan tempat menginap delegasi APEC pada 2013, berarti telah mencederai semangat moratorium yang ada, ” ucapnya.

Menurut laporan Badan Lingkungan Hidup Propinsi Bali, sepanjang tahun 2010 erosi telah memberi dampak siginifikan di sepanjang garis pantai di Denpasar, Gianyar, Karangasem dan Jembrana. Dari keseluruhan 437 kilometer garis pantai, 102 kilometer telah dirusak oleh erosi.

Dampak dari erosi laut, paling mudah terlihat sepanjang 18 kilometer yang membentang dari Pantai Ketewel ke Pantai Lebih di Kabupaten Gianyar, keduanya adalah area wisata yang terkenal bagi wisatawan. Erosi kini telah menghancurkan pantai-pantai berpasir putih dan mulai menelan properti yang ada di sekitar wilayah tersebut, rumah makan, perumahan penduduk dan area persawahan.

Menurut AA Alit Sastrawan, Kepala Badan Lingkungan Hidup Propinsi Bali, proyek-proyek pembangunan sepanjang pesisir menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan pantai di Bali. Kendati demikian, par investor masih terus berburu tanah persis di depan pantai untuk membangun resort, villa dan hotel. “Itu adalah penyebab utama kerusakan pesisir di Bali,” ungkap Sastrawan.

Dari data yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup Bali, 48 pantai di Bali kini mengalami erosi akut, dalam sepuluh tahun terakhir 181.7 kilometer tanah di pesisir telah hilang, dan ini adalah sekitar 41.5% dari keseluruhan panjang garis pantai di Bali.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,