Label Ekonomi Hijau, Khawatir Makin Sengsarakan Rakyat

KONSEP ekonomi hijau (green economy) dinilai menjadi mimpi buruk karena bisa menjadi ajang pembebasan investasi asing masuk. Kondisi ini, berpotensi menurunkan derajat kehidupan masyarakat.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menanggapi konsep green economy yang diusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.

Bagi Jatam, green economy masuk dalam lorong derita Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan membagi kepulauan berdasarkan kebutuhan bisnis bagi pemodal. Jelas, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) punya peran dalam perencanaan ekonomi rakyat Indonesia ini.

Jatam khawatir, konsep ini malah memberikan ruang sebesar-besarnya bagi investor dan makin mendesak kehidupan masyarakat. Sebab, saat ini saja, begitu banyak korban masyarakat akibat ulah investor, salah satu perusahaan tambang.

Jatam pun menggelar aksi teatrikal di depan kantor Bappenas Jakarta, Jumat(29/6/12). Dalam aksi itu menggambarkan pemerintah berusaha menjual ‘potensi’ kepada investor. Terjadi tawar menawar.

Pendekatan terhadap warga agar menerima usaha mereka pun dilakukan. Waga menolak. Namun, kesepakatan di level pemerintah dan pengusaha tetap dilakukan. Bisnis tambang pun tetap jalan. Alhasil, digambarkan petani sayur mayur gagal panen. Nelayan kesulitan menangkap ikan karena terkena limbah tambang. Rakyat kecil lagi-lagi menderita…

Aksi Jatam di depan Bappenas. Foto: Sapariah Saturi

A Harris Balubun dari Jatam mengatakan,  pertambangan yang ada saat ini sudah terbukti banyak merusak lingkungan dan mengorbankan masyarakat. “Kami minta Bappenas arif dalam mengembangkan pusat-pusat ekonomi. Tingkatkan ekonomi rakyat jangan hanya berorientasi pada usaha besar,” kata Harris.

Saat ini, kehidupan masyarakat lokal, masyarakat adat banyak tersingkirkan oleh kehadiran perusahaan-perusahaan ini.

Indonesia, sebagai negara kepulauan, sudah dikavling berdasarkan komodifikasi ekonomi. Saat ini, 200 warga sekitar Teluk Tomori-Teluk Tolo, Morowali mengalami penghancuran generasi.

Pesisir pantai rusak, laut biru menjadi merah  karena usaha penambangan nikel. “Belum lagi tiga warga Sumba ditahan akibat kriminalisasi aparat terhadap penolakan penambangan mangan.”

Bappenas, kata Harris, telah merancang Indonesia menjadi barang dagangan bagi investor asing. Kini,  sekitar 71 persen Kota Samarinda merupakan konsesi pertambangan.  “Jalur sutra perdagangan kembali dibangun dengan merenggut kedaulatan pangan, air dan energi.”

Warga dari petani sampai nelayan yang terkena dampak buruk perusahaan yang beroperasi buruk. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,