Bisnis Australia Pecah Suara, Terkait Pajak Emisi Karbon PM Gillard

Awal Juli 2012,  menjadi bulan mengejutkan bagi banyak pebisnis di Australia, setelah pemerintah Australia mengeluarkan sebuah keputusan untuk memberikan denda bagi perusahaan yang menyumbang polusi dan melepas karbon terbanyak ke udara. Upaya ini dianggap sebagai sebuah langkah nyata oleh pemerintah Australia, untuk menekan perubahan iklim lewat pemberian denda bagi setiap bisnis yang tidak ramah lingkungan.

Perdana Menteri Australia, Julia Gillard sendiri meyakini bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk memenuhi target pengurangan karbon di Australia. Cara ini juga diyakininya paling efektif untuk menekan ketergantungan Australia terhadap bahan bakar berbasis fosil, yang semakin berkurang dan tidak bisa diperbarui.

“Bangsa kita sudah terlibat dalam sebuah perdebatan selama bertahun-tahun tentang penetapan harga karbon dan mengatasi perubahan iklim, dan kami sudah menetapkan ini,” kata Gillard kepada Australian Broadcasting Corporation.

Lewat keputusan baru ini, 500 perusahaan penyumbang karbon dan polusi tertinggi harus membayar 23 Dollar Amerika (Rp 225.000) bagi setiap ton karbon yang dilepaskan ke udara.Apalagi Benua Kanguru itu adalah negara dengan jumlah emisi karbon per kapita tertinngi di antara negara-negara maju yaitu menyumbang 1,5% dari seluruh emisi dunia.

Bisnis tambang di Australia, menolak keras pajak pemerintah Australia. Foto: Rhett A. Butler

Pajak emisi yang diterapkan Australia ini jauh lebih tinggi dari pajak serupa di sejumlah negara misalnya Uni Eropa yaitu antara US$8,7 sampai US$12 per ton emisi karbon. Penerapan pajak karbon ini diyakini akan mempengaruhi langsung sejumlah sektor industri seperti pertambangan, pabrik baja dan perusahaan energi.

Terkait putusan ini, 300 pebisnis Australia yang akan terdampak pajak emisi karbon ini justru bersikap positif mendukung peraturan baruini. Hampir 300 perusahaan terbesar Australia bersatu menandatangani statement yang menyatakan dukungan bagi pungutan atas emisi karbon. Kelompok yang menamakan diri “Bisnis pendukung Ekonomi Bersih” itu mengatakan kebijakan baru tersebut akan mendorong innovasi. Mereka yakin, pajak atas karbon diperlukan untuk memastikan Australia tetap kompetitif sementara bagian dunia lainnya melangkah menuju ekonomi yang bersih.

Sementara bisnis pertambangan menolak keras pajak ini, terutama industri batu bara yang diyakini paling terpukul oleh kebijakan itu. Kenaikan pajak akan memaksa perusahaan memecat ribuan pegawainya. Padahal batu bara memberi kontribusi besar terhadap pendapatan Negeri Kanguru.

“Kebijakan ini amat disesalkan,” kata Ralph Hillman, Direktur Eksekutif Australian Coal Association, Senin 11 Juli 2011. Dia memperkirakan karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan mencapai 4.700 orang.

Hal senada diungkapkan Direktur Pelaksana Rio Tinto Australia, David Peever, mengatakan kebijakan ini dinilai tidak adil. Sebabm, industri pertambangan Australia bakal tidak kompetitif dibanding perusahaan sejenis di luar negeri. Apalagi negara penghasil batu bara lainnya, seperti Indonesia, Afrika Selatan, dan Kanada, yang merupakan kompetitor Australia, tidak menerapkan pajak serupa. “Kebijakan ini akan menurunkan ekspor batu bara Australia,” katanya.

Pernyataan keras juga diungkapkan perempuan terkaya Australia, Gina Rinehart. “Pajak karbon dan mineral membuat industri kami tidak kompetitif, dan malah melukai mereka,” katanya kepada kantor berita Dow Jones.

Pihak oposisi Australia sendiri meragukan bahwa upaya ini bisa menekan polusi, dan justru akan membebani rakyat dan berpotensi menimbulkan pengangguran. Dampak ekstra penetapan peraturan ini adalah harga bahan bakar diperkirakan akan meningkat cukup tajam. Kelompok oposisi yang sejak awal menolak penerapan pajak karbon ini menyebut keputusan pemerintah ini sebagai sebuah ‘pajak beracun’ yang bisa mengakibatkan meningkatnya pengangguran.

Pemimpin oposisi Tony Abbott meragukan pajak karbon ini cukup untuk memerangi perubahan iklim dan mengatakan pajak ini justru akan membebani masyarakat. Abbott berjanji akan membatalkan undang-undang dan pajak karbon ini jika dia memenangkan pemilihan umum yang dijadwalkan berlangsung 2013.

Pemerintah sendiri berharap program yang akan diberlakukan pada 2020 ini, akan bisa menekan polusi karbon di Australia setidaknya hingga 159 juta ton per tahun – setara dengan mengurangi 45 juta mobil di jalan raya. Penetapan pajak ini, salah satunya juga untuk menekan perubahan iklim yang semakin laju terjadi di Australia, dan memberi dampak pada berbagai kekayaan hayati di negeri Kanguru ini, salah satunya adalah Great Barrier Reef.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,