,

Perusahaan Tambang Beroperasi di Cagar Alam Morowali

DUA perusahaan tambang bebas beroperasi di dalam Cagar Alam Morowali, di Kabupaten Morowali. Warga protes tapi tak mendapatkan tanggapan. BKSDA menegur, juga tak dihiraukan. Penambang sangat percaya diri dan terus beroperasi berbekal izin eksplorasi yang dikeluarkan Bupati Morowali.

Andika, Manajer Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mengatakan,  Bupati Morowali mengeluarkan izin dalam kawasan Cagar Alam Morowali di Desa Tambayoli kepada dua perusahaan pertambangan.

Pertama,  PT. Gema Ripah Pratama dengan nomor izin IUP Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 seluas 145 hektare (ha). Kedua, PT. Eny Pratama Persada, belakangan diketahui warga telah menebang dan membabat hutan Mangrove di sepanjang Desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo.

Pada Oktober 2011, ucap Andika, awal aktivitas pembabatan hutan mangrove yang masuk Cagar Alam Morowali, selebar 15 meter dan panjang sekitar 1.200 meter. Pembabatan ini  untuk pelabuhan pemuatan orb nikel oleh PT Gema Ripah Pratama.

Sejak 1 Juni 2012, PT Gema Ripah Pratama, mulai produksi. Mereka membangun jalan hauling koridor tambang galian ke pelabuhan yang membentang di tengah-tengah pemukiman penduduk. Perusahaan,  juga menumpuk orb di Desa Tambayoli, seluas satu ha.

Andika mengatakan, Desa Soyojaya itu persis segaris dengan cagar alam Morowali.  “Ia desa terisolir, paling ujung Teluk Tomuri. Akses transportasi menggunakan perahu motor ke daerah sekitar.” Jadi, Bupati, memanfaatkan keadaan masyarakat yang  terisolasi  hingga  perusahaan tambang bisa mengekspolitasi tambang cepat dan tertutup.

“Berdasarkan banyak kasus, perusahaan-perusahaan tambang kecil yang beroperasi itu biasa enam bulan selesai. Lalu pergi begitu saja.  Kami khawatir perusahaan ini modusnya seperti itu,” ujar dia.

Penduduk sekitar, ada suku To mori dan Tauta Awana. Mereka sudah protes masalah ini karena merasa tak adil. Sejak Morowali, menjadi cagar alam, warga sekitar tak bisa lagi memanfaatkan kayu walau hanya satu dua batang,  misal untuk membangun rumah. Warga yang melanggar dipenjarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Padahal, mereka itu masyarakat asli yang secara turun menurun tinggal di sana dan menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan mereka.  Namun, ketika pertambangan masuk, BKSDA hanya menegur tapi tak menindak tegas pelanggar-pelanggar ini.  “Masyarakat ini protes, tapi perusahaan tetap beraktivitas.”

Perusahaan ini, beroperasi tak ada izin lain misal dari Kementerian Kehutanan. Hanya izin eksporasi dari bupati. “Ini sama saja dengan pencurian yang dilegitimasi negara.”

Selain membabat dan merusak Cagar Alam Morowali, perusahaan ini juga  menjual orb tanpa izin ekspor. “Menurut aturan tidak boleh. Ini melawan Keputusan Menteri No 7 tahun 2012 tentang larangan ekspor mentah bahan tambang.”

Temuan masyarakat terkait ancaman tambang terhadap Cagar Alam Morowali diperkuat hasil investigasi lapangan oleh Petugas  BKSDA Resort I Kolonedale pada 8 hingga 9 November 2011.

Pembabatan hutan mangrove dimulai Oktober 2011. Foto: Jatam Sulteng

Balai ini menemukan  pembabatan mangrove sepanjang 1.200 meter dan lebar 15 meter sebagai jalan keluar masuk kapal tongkang mengangkut orb nikel. Lalu, pembabatan mangrove seluas 50×70 meter untuk membangun dermaga. Di dalam cagar alam itu ada areal konsesi tambang PT Gema Ripah Pratama seluas  sekitar 150 ha.

Jatam meminta Bupati Morowali segera menutup lokasi tambang PT Gema Ripah Pratama. “Lalu memulihkan lingkungan mereka rusak.”

Juga meminta Kapolsek Soyojaya memeriksa pimpinan PT Gema Ripah Pratama atas dugaan perambahan dan pemanfaatan kayu ilegal dalam kawasan Cagar Alam Morowali. Serta perusakan hutan Mangrove.

Cagar Alam Morowali, Kabupaten Morowali dan Tojo Una-una Sulawesi Tengah (Sulteng), ditetapkan melalui No: 237/Kpts –II/1999  tertanggal 27 April 1999. Lalu, Surat Keputusan Menteri Kehutanan 24 November 1986 menyebutkan luasan Cagar Alam Morowali 225 ribu ha.

Dengan rincian, total keliling 265,84 kilometer (km) terdiri dari batas alam 36,36 km dan batas buatan 229,84 km. Pall batas mencapai 3.198 buah terdapat di kawasan Teluk Tomori, dataran rendah dan pegunungan.  Ini kawasan lindung yang selama ini diproteksi sebagai kawasan penyangga.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,