Korupsi Terendus Dalam Penerbitan Izin Kebun Sawit PT Kallista Alam

Asap yang membubung tinggi dari berbagai tempat yang tersebar dari area seluas 61.000 hektar yang kaya karbon gambut  di hutan Rawa Tripa di Nagan Raya Kabupaten Aceh dapat dengan mudah dilihat dari pesawat Cessna Caravan 208 saat terbang melintas dengan rendah hari Kamis 5 Juli 2012 silam.

Di dalam tubuh pesawat adalah sejumlah pejabat dari instansi yang tengah bertugas menyelidiki kasus yang melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kallista Alam, yang diduga bertanggung jawab atas kebakaran yang telah mengancam ekosistem dan habitat sekitar 200 ekor orangutan yang tinggal di daerah ini.

Kasus ini juga menarik perhatian komunitas global dan telah mencemarkan nama baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang baru-baru ini kembali dari KTT Rio +20 dimana ia telah menyebutkan inisiatif hijau sebagai salah satu langkah pembangunan dala sektor lingkungan, termasuk meliputi program-program seperti moratorium penebangan hutan primer untuk mencegah deforestasi lebih lanjut.

Sebuah petisi yang ditandatangani oleh sejumlah individu yang peduli dari seluruh dunia, mempertanyakan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menghentikan kerusakan lingkungan di Tripa, sekaligus telah mendorong pihak berwenang untuk mengambil tindakan.

Pihak kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan semua terfokus pada kasus ini. Demikian juga dengan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan (UKP4). Kunjungan UKP4 ke wilayah tersebut merupakan salah satu langkah untuk memeriksa situasi di lapangan dan mengumpulkan bukti terhadap perusahaan kelapa sawit PT Kallista Alam.

Kendati urusan teknis dalam ranah hukum, telah sedikit menghambat penyelidikan yang berjalan. Foto udara dari rawa gambut Tripa, misalnya, tidak dapat digunakan sebagai bukti oleh tim investigasi.

“Berdasarkan Peraturan Hukum Informasi dan Transaksi, foto dapat hanya digunakan sebagai bukti jika mereka didukung oleh laporan resmi dari penyelidikan dan langsung  mendapat konfirmasi dan kesaksian dari karyawan dari perusahaan yang tengah diselidiki, dan bergabung perjalanan,” ungkap kepala Divisi tim penyelidikan Kementerian Hidup, Shaifuddin Akbar, saat berada di Bandara Cut Nyak Dien di Nagan Raya pekan lalu, sesaat setelah pemeriksaan udara berakhir. Karyawan PT Kallista Alam tidak bersedia untuk ambil bagian dalam investigasi yang dilakukan oleh tim gabungan ini.

Akbar menambahkan bahwa tim juga telah melakukan cek lapangan untuk melengkapi laporan investigasi mereka.

Sementara, Sudariyono kepala penyidik ​​Kemenetrian Lingkungan Hidup RI mengatakan bahwa timnya menemukan indikasi kuat bahwa PT Kallista Alam, sengaja membakar rawa gambut untuk mengkonversi area untuk perkebunan kelapa sawit. “Pertama, pandangan udara menunjukkan pola untuk pembakaran hutan, indikasi kuat bahwa itu direncanakan. Kedua, kita bisa melihat bahwa perusahaan telah melakukan apa pun untuk memadamkan api, apalagi menerapkan langkah-langkah pencegahan terhadap kebakaran. Kami tidak menemukan personil atau kebakaran peralatan pertempuran ditempatkan di daerah tersebut.

Sudariyono mengatakan bahwa semua pelanggaran yang ditemukan di lahan gambut termasuk dalam pelanggaran terhadap peraturan pemerintah. “Ketebalan tanah kami cek, dan kami menemukan bahwa Rawa Tripa merupakan lahan gambut dengan kedalaman tiga meter atau lebih, yang berarti bahwa itu dilindungi berdasarkan Keputusan Presiden tahun 1990,” kata Sudariyono kepada The Jakarta Post.

Dia mengatakan bahwa tim investigasi diharapkan untuk mengajukan gugatan pidana dan perdata terhadap PT Kallista Alam dan mencari kerusakan alam di sekitar akibat beroperasinya perusahaan tersebut.

Direktur Kejahatan Khusus Kepolisian RI, Brigjen Gatot Subiyaktoro mengatakan, bahwa temuan awal menunjukkan bahwa perusahaan PT Kallista Alam telah melanggar UU No 18/2004 tentang perkebunan dengan melakukan pembukaan lahan ilegal, pembakaran lahan dan penanaman kelapa sawit tanpa izin. Dia menambahkan bahwa polisi juga menemukan penyimpangan dalam penerbitan izin perkebunan.

Kemudian soal pemberian izin konversi lahan yang diterbitkan oleh gubernur Aceh Irwandi Yusuf kepada perusahaan ini pada tanggal 25 Agustus, 2011, dinilai bertentangan dengan Inpres No 10/2011 tentang moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut konversi.

Gatot mengatakan bahwa Irwandi, yang baru saja kalah dalam pemilihan lokal pada bulan April dari Zaini Abdullah, kemungkinan melanggar hukum dengan melangkahi otoritas hukum, misalnya dalam penerbitan izin pembukaan lahan di Rawa Tripa yang hanya berbekal izin dari bupati. “Untuk memperdalam penyelidikan kami, kami akan menanyai ahli perkebunan dan administrasi negara sesegera mungkin,” kata Gatot.

UKP4 sendiri telah merekomendasikan izin PT Kallista Alam dicabut.

Perwakilan dari beberapa LSM, termasuk Walhi Aceh, LBH Aceh, Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dan Wetlands International, telah menuntut pemerintah menutup saluran air di daerah tersebut yang digunakan oleh perusahaan untuk irigasi untuk mencegah degradasi lebih lanjut dari lahan gambut.

Hutan Rawa gambut Tripa yang termasuk dalam peta indikatif moratorium terbaru Departemen Kehutanan seluas 65.282.006 hektar dianggap terlarang untuk kegiatan komersial. Peta ini berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah daerah ketika mengeluarkan izin pembukaan hutan untuk tujuan komersial.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,