Inilah Ular Terlangka di Dunia: Hanya 18 Ekor Tersisa…

Mahluk ini amat licin, berwarna coklat dan samasekali tak keberatan untuk dibawa-bawa: inilah si pembalap Saint Lucia (Liophis ornatus), yang mendapat gelar kehormatan sebagai ular yang paling langka di dunia. Sebuah survey yang digelar selama lima bulan berturut-turut hanya berhasil menemukan 18 ekor ular ini di Saint Lucia, Kepulauan Karibia. Ular ini dulunya sangat melimpah di Karibia, namun habis sedikit demi sedikit karena invasi mongoose yang memakannya.

Nyaris selama 40 tahun orang mengira ular ini sudah punah sampai akhirnya tahun 1973 seekor ular jenis ini ditemukan di pulau Maria Major, pulau seluas 12hektar yang dilindungi, berjarak sekitar 1.6 kilometer lepas pantai Saint Lucia, Karibia. Setelah menangkap dan menandai 10 ekor ular ini, para ahli percaya bahwa kemungkinan hanya ada 18 ekor ular yang tersisa di kepulauan ini secara total. Pulau ini bebas dari mongoose yang banyak membunuh populasi hewan lain di Saint Lucia. Ular kecil ini tidak beracun, dan hanya memangsa kadal.

“Sebuah kelegaan tersendiri mengetahui bahwa spesies ini masih ada,” kata Matthew Morton, Program Manager Karibia Timur untuk Durrell Wildlife Conservation Trust (DWCT), dalam rilis medianya,”Namun kelegaan ini tetap diiiringi sebuah kemarahan jika kita mengingat betapa nyarisnya kita kehilangan spesies ini untuk selamanya.”

Program DWCT bersama dengan Fauna & Flora International, Saint Lucia National Trust dan Departemen Kehutanan Saint Lucia bekerja menyelamatkan spesies dengan pendanaan dari Balcombe Trust, Disney Worldwide Conservation Fund dan US Fish and Wildlife Service.

Stephen Lesmond bersama seekor ular racer Saint Lucia.Foto: T. Ross/DWCT

Para ahli konservasi yang kini bekerja di program Saint Lucia sudah sukses menyelamatkan ular kecil Antigua (Alsophis antiguae). Dengan jumlah populasi yang hanya 50 ekor di tahun 1995, kini mereka berhasil mengembangbiakkan hingga mencapai 900 ekor. Menekan predator ular kecil ini, seperti ular dan tikus, dan juga melalui proses edukasi telah berhasil menyelamatkan jumlah ular kecil ini. Para peneliti kini berusaha mereintroduksi spesies ini kembali ke habitatnya, agar bebas dari kepunahan , terutama terkait faktor perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.

“Puluhan atau bahkan ratusan spesies hewan di Hindia Barat telah hilang akibat kecerobohan manusia melepaskan spesies berbahaya dari bagian dunia lainnya, dan kami tak ingin ular Saint Lucia yang lembut ini menjadi korban berikutnya,” ungkap Jenny Daltry, ahli biologi senior Fauna & Flora International. “Apalagi jika tidak mengerjakan apa pun, itu jelas bukan pilihan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,