,

Lahan Rawa Jadi Kebun Sawit Marak di Kalsel

LAHAN rawa mulai banyak beralih fungsi seiring makin marak pembukaan lahan untuk perkebunan sawit skala besar. Saat ini, ada enam kabupaten mengembangkan sawit di lahan rawa mulai Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, dan Tanah Laut.

Data Pemerintah Kalimantan Selatan (Kalsel), luas lahan rawa mencapai 235.677 hektare. Dari luasan itu, lahan rawa yang sudah ditanami tanaman pangan mencapai 78.544 hektare dan lahan potensial lain yang dapat dimanfaatkan untuk pangan di rawa lebak mencapai 90.000 hektare.

Dwitho Frasetiandy Manajer Kampanye Walhi Kalsel mengatakan, angka-angka ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan.

Dia menyatakan ini, bersamaan dengan Kalsel dipercaya menjadi tuan rumah Pekan Rawa Nasional I bertema Rawa Lumbung Pangan Menghadapi Perubahan Iklim, 12-15 Juli 2011.

“Ini menarik. Bertolak belakang apa yang dijadikan tema acara mengambil isu perubahan iklim dengan kondisi fakta di lapangan, terutama terkait lahan rawa di Kalsel yang digadang-gadang menjadi lumbung pangan dalam menghadapi perubahan iklim,” katanya, Kamis(12/7/12).

Menurut dia, di Kalsel, ada lebih dari 201.813 hektare lahan rawa atau gambut (setara) di Kalsel dijadikan perkebunan sawit. Bahkan, data Dinas Perkebunan Kalsel tahun 2008 akan ada 480 ribu hektare lahan rawa dengan kedalaman kurang dari tiga meter di Kalsel boleh untuk pengembangan perkebunan sawit.

Dwitho mencontohkan, di Kabupaten Barito Kuala ada empat perusahaan mengembangkan sawit di lahan rawa seluas 37.733 hektare. Di Kabupaten Banjar ada dua perusahaan 20.684 hektare, di Kabupaten Tapin ada delapan perusahaan seluas 83.126 hektare, di Kabupaten Hulu Sungai Selatan ada tiga perusahaan dengan luasan 44.271 hektare.

Lalu, Kabupaten Hulu Sungai Utara ada satu perusahaan dengan luas 10.000 hektare. Di Kabupaten Tanah Laut mencapai 5.999 hektare. Hingga total ada 19 perusahaan dengan luasan 201.813 hektare yang akan menggarap perkebunan sawit di lahan rawa Kalsel.

“Kalau pemerintah memang serius menyiapkan lahan rawa untuk lumbung pangan kenapa harus membuka banyak lahan rawa untuk perkebunan sawit?” katanya.

Fenomena ini, bisa mendatangkan permasalahan serius. Implikasi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali bisa mengancam kapasitas penyediaan pangan. ”Bahkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.”

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kalsel, hingga akhir 2010 pengurangan lahan pertanian produktif mencapai 2.225 hektare atau sekitar 0,4 persen dari luas lahan pertanian di Kalsel, seluas 550 ribu hektare. Namun, ucap Dwitho, angka itu belum angka sebenarnya. Sebab, masih ada tiga kabupaten dan kota yang belum melaporkan alih fungsi lahan pertanian.

Karena belum ada data akurat tentang alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian menyebabkan pemecahan masalah ini bersifat sektoral. Hingga tidak menyentuh akar permasalahan. Kondisi ini, akan berdampak pada ketidakefektifan kegiatan mengerem laju alih fungsi lahan.

“Juga menjadi krusial, hendaknya jadi perhatian pemerintah daerah adalah belum ada peraturan daerah tentang pertanian berkelanjutan sebagai salah cara mengerem laju alih fungsi lahan pertanian.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,