Hutan Menyusut, Bencana Banjir Ancam Kalbar

Degradasi hutan di Kalimantan Barat kini semakin menuai dampak serius bagi manusia. Pembukaan hutan secara masif untuk berbagai kepentingan manusia, kini sedikit demi sedikit menghilangkan kemampuan hutan untuk menyimpan cadangan air di dalam tanah. Aliran air kini mengalir ke perkotaan. Hal ini ditegaskan oleh Hendrikus Adam dari Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat.

“Misalnya banjir yang terjadi di Ketapang beberapa waktu lalu, itu kan karena pembukaan lahan hutan skala besar,” ujar Hendrikus Adam kepada Pontianak Post. Tak heran jika dalam beberapa waktu belakangan ini seringkali terjadi banjir. Sebaliknya pada musim kemarau, sungai dan lahan sangat mudah kering. “Belum lama ini misalnya kita mengeluhkan air yang payau. Kita juga kesulitan mendapatkan air. Secara tidak langsung itu juga akibat dari penggundulan hutan,” ujarnya.

Dengan intensitas hujan yang tinggi beberapa waktu ini, sejumlah wilayah lain di Kalbar, menurut Adam, masih berpotensi terjadi banjir. ”Kita lihat di peta, banyak daerah di Kalbar yang sangat rentan terjadi banjir. Seperti Ketapang, Kubu Raya, Bengkayang, Pontianak dan sejumlah daerah lain,” ujarnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Anton P Widjaja kepada Pontianak Post mengatakan keseimbangan alam kini mulai goyah karena pembangunan yang cenderung mengabaikan masalah lingkungan. ”Kalau kita lihat sisi lingkungan, ancaman bencana alam itu sebenarnya kita yang mengundangnya,” ujarnya.

Daya dukung alam dan kemampuan alam yang tidak lagi seimbang membuat bencana alam sangat rentan terjadi. ”Makanya tak salah lagi kalau kita bilang bencana datang karena ulah manusia sendiri.”   Hal yang paling dikritisi adalah pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan skala besar. ”Misalnya saja, target untuk luasan pembukaan perkebunan kelapa sawit itu kan 1,5 juta. Kebun yang sudah ditanam dan telah dikelola mencapai 900 ribu hektar. Tetapi faktanya proses perizinan kini sudah mencapai 4,8- 4,9,” ujarnya.

Luas perkebunan yang masih dalam proses perizinan yang jauh lebih luas dari target itu menurut Anton akan kembali merusak hutan di Kalbar. ”Target yang 1,5 juta hektar itu kan sebenarnya prioritas untuk lahan kritis dan tidak produktif. Tetapi jika izin nanti melebihi target, bisa dipastikan jika yang diambil itu bukan hanya lahan kritis. Pasti di dalamnya ada tanah yang masih punya hutan, ada hutan produksi, dan lahan gambut. Wilayah kelola masyarakat makin sempit,” ujar Anton.

Menurut Anton, pemerintah harus mengecek daerah mana yang melanggar. “Daerah mana yang lebih? Misalnya daerah yang melegalkan proses perizinan yang terjadi sebelumnya. Yang sebelumnya tidak diperuntukkan untuk perkebunan.”  Jika beberapa ke depan pembukaan perkebunan masih terus diperluas, menurut Anton bukan lagi bencana alam akan terjadi bencana kemanusiaan. ”Kalau bencana terus terjadi, dimana kerugian bukan lagi soal harta tetapi juga jiwa manusia. Masa depan yang tidak jelas, maka apalagi kalau bukan bencana kemanusiaan namanya?”

Menurut Anton, bencana alam sebenarnya bisa dicegah. Caranya dengan memastikan keseimbangan alam tetap terjadi. Misalnya dengan penghentian proyek yang bisa menghancurkan alam sekitar kita. ”Ini harus diperkuat dengan kebijakan soal tata kelola sumberdaya alam. Kita bukan menolak masuknya investasi ya. Kerusakan alam yang terjadi juga tidak sawit semata. Yang kita ingin pastikan investasi yang benar-benar patuh pada aturan,” ujarnya.

“Kita tahu kalau konversi hutan mengundang bencana, ya itu yang harus dikurangi. Kalau kita berharap bencana alam jadi bencana kemanusiaan, ya teruskan saja tebang hutan. Kalau bencana sudah datang, uang yang mesti dipergunakan juga besar. Sementara selama ini uang yang dihasilkan dari perkebunan itu kan kebanyakan masuk ke pengusaha. Ke negara cuma sedikit, apalagi ke rakyat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,