Petani Ogan Ilir-Polisi Bentrok, Diduga Ada Skenario

SELASA(17/7/12), terjadi bentrokan antara petani Ogan Ilir yang tergabung dalam Gabungan Petani Penesak Bersatu (GPPB) dengan Brimob. Kejadian ini dipicu penghadangan dan pembakaran satu unit traktor milik PTPN VII unit Cinta Manis, sekitar pukul 09.00 oleh enam orang tak dikenal. GPPB dan Walhi menduga, pembakaran ini aksi disengaja yang dibuat untuk mendiskreditkan petani Ogan Ilir.

Hadi Jatmiko Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumatera Selatan (Sumsel) mengatakan, sejauh ini, belum teridentifikasi siapa ke enam orang itu.

Dia menceritakan, setelah traktor pagi terbakar, sekitar pukul 14.00, terlihat api menjalar di masing-masing desa. Warga tidak tahu persis siapa yang pertama kali membakar lahan.

“Namun menurut keterangan warga, biasa menjelang musim panen lahan tebu dibakar PTPN VII untuk mempermudah proses panen. Karena warga pada umumnya tidak berada di lokasi sengketa, mayoritas warga sedang menyadap karet di kebun masing-masing.”

Warga mendadak panik setelah melihat 10 mobil Polda masuk ke lokasi Pabrik. Spontan 1.000 warga mendatangi pabrik yang terletak di Desa Ketiau untuk melihat keadaan. “Warga melihat polisi menangkap warga. Ini memicu kemarahan warga. Tak hanya itu, polisi sempat menyemprotkan gas air mata untuk membubarkan massa.”

Berdasarkan hasil penulusaran warga, lokasi yang terbakar itu 80 persen lahan yang sudah dipanen PTPN VII. “Api itu timbul akibat sisa-sisa pembakaran dalam proses pemanenan.”

Namun, suasana sudah tidak terkendali. Terjadi bentrok antara warga dengan polisi. Lokasi bentrok sekiat 500 meter dari pabrik. Rumah tempat penyimpanan alat berat dan pupuk milik PTPN VII berjarak empat kilometer (km) dari pabrik, terbakar.

“Kebakaran itu diduga akibat sambaran api dari lahan tebu. Dengan kejadian ini warga harus menanggung kerugian akibat dua buah sepeda motor mereka rusak.”

Berdasarkan informasi warga di lokasi, saat ini warga ditangkap kepolisian ada dua orang. Kabar terakhir dari lokasi kejadian, sekitar pukul 18.30, warga masih berkumpul di pabrik PTPN VII. Warga mendesak kepolisian melepaskan teman mereka yang ditangkap.

“Kami menduga bahwa ada skenario khusus yang diciptakan untuk menyudutkan posisi warga yang berjuang mendapatkan lahan,” kata Hadi, Selasa(16/7/12).

Dugaan ini, setelah menghimpun informasi dari berbagai sumber. Bersamaan dengan proses mediasi penyelesaian konflik agraria antara warga dengan PTPN VII di Kantor Kementrian BUMN, Jakarta, Senin(16/7/12), tak ada kesepakatan alias buntu.

Untuk itu, Walhi Sumsel menyatakan sikap. Pertama, mendesak kepolisian menyelidiki provokator yang menimbulkan kericuhan.

Kedua, mendesak kepolisian segera membebaskan warga yang ditahan. Ketiga, menyesalkan Kementerian BUMN dan PTPN VII yang tidak memiliki komitmen menyelesaikan konflik agraria yang meruncing saat ini.

Informasi dari PTPN VII menyebutkan, tanaman tebu yang dibakar sudah sekitar 1.000 an hektare di sejumlah lokasi. Massa juga merusak kantor pul pengecekan tebu, dan membakar sebuah traktor.  “Aktivitas pabrik pun terhenti, karena pasokan tebu dari kebun terhambat,” kata Sandri Kamil, Humas PTPN VII, seperti dikutip dari Antara.

Skandal Pencaplokan Tanah

Masalah panjang warga enam kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir dengan lahan pertanian dikuasai PTPN VII sejak 1982. Perjuangan panjang masyarakat mendapatkan hak justru menempatkan mereka sebagai lawan negara. Pemerintah abai terhadap persoalan-persoalan agraria yang seharusnya diselesaikan negara.

Para petani ini dari Desa Sribandung, Tanjung Laut, Tanjung Pinang, Tanjung Atap, Tanjung Baru Petai, Sentul, Limbang Jaya (KecamatanTanjung Batu). Desa SriKembang, Rengas, Lubuk Bandung (Kecamatan Payarman). Desa Ketiau, Betung, Payalingkung, Lubuk Keliat (Kecamatan Lubuk Keliat), dan Desa Meranjat I dan II, Meranjat Ilir (Kecamatan Indralaya Selatan). Lalu, Desa Tanjung Gelam, Tanjung Sejaroh, Tanjung Agung Sejaro Sakti (Kecamatan Indralaya Induk), serta Desa Sri Ngilam (Kecamatan Tanjung Raja).

Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa(17/712) mengatakan, sekitar 600 petani Ogan Ilir aksi ke Kementerian BUMN pada 3-4 Juli 2012. Salah satu hasil, Kementerian BUMN bersedia duduk bersama dengan petani pada 16 Juli 2012. “Namun lagi-lagi, proses negoisasi tak menghasilkan keputusan yang berpihak kepada puluhan ribu petani,” katanya.

PTPN VII, tak mempunyai niat baik menyelesaikan konflik dengan petani. Ironis, Kementerian BUMN yang menjadi induk dari unit usaha negara ini membiarkan praktik buruk PTPN VII berlangsung. Mulai dari perampasan tanah petani, pelanggaran hak asasi manusia lain, hingga manipulasi-manipulasi yang sesungguhnya merugikan negara dan hanya menguntungkan bagi elit di PTPN VII.

Iwan Nurdin dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, Kementerian BUMN yang dipimpin Dahlan Iskan yang konon akan reformasi, justru lepas tangan. Mereka tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan PTPN VII ini. “Bahkan, cenderung memposisikan diri sebagai mediator,” ucap Iwan.

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menambahkan, lepas tangan Kementerian BUMN terhadap praktik buruk PTPN VII ini makin memperkuat dugaan BUMN sebagai “ladang” bagi pendanaan politik dan politik traksaksional pemerintah saat ini.

Wahyu Agung dari Serikat Petani Indonesia (SPI) mengungkapkan, praktik buruk pengelolaan lahan dan reforma agraria mandek memperlihatkan pengurus negara tak memiliki keberpihakan kepada rakyat.

“Permasalahan ketimpangan distribusi penguasaan lahan dan sumberdaya alam menunjukkan, pemerintah tak mampu mendistribusikan kesejahteraan kepada warga negara.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,