,

Pemkab Langkat Tunggu Janji Kemenhut Tangani Kerusakan Hutan Mangrove

Sepuluh hari telah berlalu sejak Pemerintah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara melaporkan secara resmi kerusakan hutan mangrove di wilayah ini kepada Direktorat Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan RI. Seluas 1.540 hektare kawasan hutan mangrove pada kawasan hutan produksi di empat kecamatan yaitu Gebang, Brandan Barat, Babalan, Tanjungpura Kabupaten Langkat Sumatera Utara, kondisinya kini rusak parah. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, Supandi Tarigan. Namun hingga kini, Pemerintah Kabupaten Langkat masih belum mendapat respon nyata dari Kementerian Kehutanan dalam menangani kerusakan mangrove di Langkat.

“Kerusakan hutan mangrove tersebut sudah dilaporkan pada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan,” kata Supandi Tarigan di Stabat .

Ia mengatakan pihaknya juga telah melaporkan kerusakan hutan mangrove tersebut kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat untuk dilakukan tindakan hukum terhadap pelaku perambahan kawasan hutan negara itu.

Menurut Tarigan, laporan tersebut langsung ditanggapi oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori yang segera mengirimkan tim untuk melihat kawasan hutan mangrove yang rusak. Ia mengatakan hingga kini masih saja terjadi aktivitas perambahan pada kawasan hutan mangrove dengan fungsi hutan produksi dengan menggunakan alat berat, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

Terbukti ada empat alat berat yang diamankan dari kawasan perambahan yang ada seperti di Pasar Rawa dan Kwala Gebang kecamatan Gebang, ujar Tarigan.

Sementara itu, Sekda Kabupaten Langkat, Surya Djahisa menambahkan, permintaan yang telah disampaikan kepada Dirjen PHKA Darori karena terkait keterbatasan Pemkab Langkat dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kerusakan hutan mangrove di pesisir pantai timur Langkat.

Pada awal Juli 2012, Darori sempat menegaskan bahwa pihaknya dalam waktu dekat ini akan segera turun ke Langkat, untuk melihat dari dekat berbagai kerusakan hutan mangrove.

“Upaya penyelamatan hutan mangrove ini akan secepatnya dilakukan, seperti yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia,” kata Surya. “Kita hanya tinggal menunggu kapan aksi penyelamatan hutan itu akan dilakukan oleh tim terpadu dari pusat,”

Sementara itu Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan Pengendalian dan Perlindungan Hutan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat,  Azrinal Lubis mengungkapkan bahwa kerusakan hutan mangrove yang ada di empat kecamatan itu  Gebang, Babalan, Brandan Barat dan Tanjungpura tersebut belum merupakan keseluruhan kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Langkat.

“Belum lagi kerusakan di kecamatan lainnya, itu baru di empat kecamatan, sementara masih ada lagi lima kecamatan yang kemungkinan hutan mangrovenya rusak parah,” katanya.

Untuk kecamatan Gebang yang rusak berada di kawasan Pasar Rawa seluas 100 hektare. Selanjutnya juga di hutan mangrove Kwala Gebang seluas 200 hektare, kemudian tambahan lagi seluas 40 hektare.

Kemudian di Pangkalan Batu Kecamatan Brandan Barat seluas 100 hektare, dan desa Lubuk Kertang seluas 500 hektare.

Kerusakan juga terjadi di desa Securai Selatan Kecamatan Babalan seluas 200 hektare, dan Desa Bubun Kecamatan Tanjungpura seluas 400 hektare, kata Azrinal.

Keberadaan Perkebunan kelapa sawit yang menggunakan lahan pada ekosistem mangrove di Kabupaten Langkat Sumatera Utara, memang menyebabkan kesejahteraan Nelayan terganggu. Konversi hutan mangrove membuat hasil tangkapan berkurang dan menimbulkan intrusi laut ke rumah-rumah warga.

Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan mengatakan ekosistem mangrove merupakan tempat bertelur dan membesarkan biota-biota Laut komersial seperti kepiting, udang, dan ikan. Namun ironisnya, ekosistem ini banyak dikonversi menjadi areal Kebun kelapa sawit.

“Nelayan yang menggantungkan Hidup pada hasil laut, sangat terganggu penghidupannya,” ucap Tajruddin. Di Sumatera, konversi mangrove menjadi sawit banyak terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Di Langkat, ujarnya, sedikitnya 20.000 hektar Hutan mangrove sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Meski sejak tahun 2000 telah diprotes warga, Perkebunan itu terus berlangsung dan belum ada penyelesaian hingga kini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,