Miskin Dana dan Fasilitas, 400.000 Kubik Sampah Di Bali Terlantar Tiap Tahun

Kurangnya pendanaan, peralatan dan kemauan politik telah melumpuhkan kemampuan pemerintah daerah Bali untuk mencari solusi dan respon yang efektif terhadap masalah sampah Bali.

Pulau ini rata-rata menghasilkan 10.000 meter kubik sampah setiap hari, tapi lembaga pemerintah hanya dapat memproses 5.700 meter kubik, dan meninggalkan sampah yang tersisa di pinggir jalan dan di tempat pembuangan ilegal, sebuah fakta yang dikecam oleh para aktivis lingkungan dan wisatawan.

“Setiap hari, sekitar 4.300 meter kubik sampah tidak diproses. Sebagian besar sampah tidak tertagih dibuang di tempat pembuangan sampah ilegal, “ungkap I Komang Ardana, dari Divisi Pemantauan Badan Lingkungan Hidup Bali.

Ia menunjuk pada keterbatasan anggaran sebagai alasan utama di balik masalah sampah pulau itu. Administrasi Kota dan kabupaten telah membatasi anggaran untuk pembuangan setiap tahun, dengan demikian, hanya bisa membiayai fasilitas terbatas dan peralatan.

“Hanya sampah di perkotaan sedang diproses, sementara sebagian besar sampah di daerah pedesaan dibiarkan terlantar,” tambahnya.

Sekretaris Dinas Kebersihan dan Pertamanan Bali,  Dewa Anom Sayoga mengakui bahwa upaya untuk mengelola sampah di ibukota terhambat oleh anggaran yang kecil dan kurangnya fasilitas.

“Sebenarnya, kami benar-benar ingin menangani semua sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota. Tapi kita memiliki anggaran terbatas, infrastruktur yang tidak memadai untuk pembuangan sampah, dan jumlah terbatas dari staf, “kata Sayoga.

Badan ini memiliki dump truck hanya 42 buah dan 1.600 staf untuk mengangkut sampah.

“Hanya 35 dari semua truk itu dalam kondisi siap operasional, sementara tujuh telah rusak,” katanya, seraya menambahkan bahwa 12 truk telah ditambah oleh pemerintah Bali tahun lalu.

Pada tahun 2011, Denpasar menghasilkan lebih dari 1,15 juta meter kubik sampah, tetapi hanya 698.949 meter kubik dikumpulkan oleh lembaga tersebut. Lebih dari 400.000 meter kubik yang tersisa tidak terangkut.

Pada tahun-tahun sebelumnya, sampah yang dikumpulkan di Denpasar adalah sekitar 724.586 meter kubik pada 2010, 674.694 meter kubik pada 2009, 698.217 meter kubik pada 2008, dan 675.532 meter kubik pada tahun 2007.

Sampah yang tidak terangkut menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat sekitar. “Kami telah mencoba untuk melakukan yang terbaik. Tapi kita benar-benar kewalahan dengan anggaran terbatas, “katanya.

Tahun 2012 anggaran tahunan kota hanya mengalokasikan Rp 3 miliar (US $ 318.000) untuk pembuangan sampah, yang menurut Sayoga hampir tidak cukup untuk membayar pekerja, organisasi dan menjalankan armada truk sampah. Idealnya, Denpasar harus memiliki setidaknya 90 truk sampah.

Pemerintah kota telah meminta dump truck tambahan, tetapi DPRD Bali hanya menyetujui untuk mengalokasikan penambahan sepuluh truk untuk tahun fiskal 2012.

“Kedengarannya seperti banyak uang. Tapi, hal ini sebenarnya sangat terbatas karena kita harus membayar sekitar 1.600 staf dan biaya lainnya, “tambahnya.

Pemerintah Kota Denpasar sejak tahun 2010 telah mendorong warga untuk mendirikan bank sampah, suatu bentuk pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Saat ini ada enam bank sampah yang beroperasi di Denpasar, mengelola lebih dari 10 ton sampah kota setiap hari. Pemerintah kota memberikan bantuan tahunan sebesar Rp 10 juta untuk masing-masing bank sampah. Bank-bank diharapkan memainkan peran komplementer dan pendukung kepada lembaga yang sudah kewalahan.

Komang Ardana menyatakan bahwa pemerintah propinsi berharap daerah lain di Bali akan mengikuti keberhasilan bank sampah di Denpasar. “Kita perlu partisipasi masyarakat untuk mengelola sampah yang tidak terangkut,” kata Ardana. Melalui Program Bali Clean dan Green, pemerintah provinsi telah mendorong masyarakat lebih banyak untuk mengelola sampah mereka sendiri.

“Kami menyediakan peralatan untuk banyak sekolah dan masyarakat yang bersedia untuk mengelola sampah mereka. Sekarang ada puluhan skema pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh sekolah, masyarakat, LSM, serta kantor pemerintah. “Kami berusaha untuk mendorong lebih banyak orang untuk melakukan hal yang sama,” tambah Ardana.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,