KERUSAKAN lahan gambut di Rawa Tripa, Aceh, tak hanya menghancurkan daerah itu, ekosistem pesisir dan terumbu karang juga terancam. Pemerintah pun harus segera menuntaskan persoalan kehancuran Rawa Tripa ini.
“Termasuk pencemaran lingkungan pesisir dan ekosistem terumbu karang melati di perairan Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya,” kata Irsadi Aristora, Juru bicara Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) dan Forum Tata Ruang Sumatera (FOR-Trust) Aceh, di Jakarta, Minggu(22/7/12).
Kini, di Sungai Krueng Tripa, banyak ranting dan batang kayu dari Rawa Tripa. Begitu juga di tepian pantai. Patahan dan sisa-sisa kayu habis terbakar ini hanyut terbawa air kala hujan. Sampah kayu ini menyulitkan aktivitas masyarakat sekitar. Terumbu karang pun tak luput dari limbah Rawa Tripa ini.
Menteri Kehutanan, sekitar dua bulan lalu telah melihat bagaimana kehancuran ekosistem Rawa Tripa akibat hutan dikonversi menjadi perkebunan sawit oleh perusahaan-perusahaan di Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, Aceh.
“Kami menegaskan Menteri Kehutanan dan pemerintah Aceh tidak dapat lepas tanggung jawab begitu saja terhadap persoalan di Tripa dan sekitar,” katanya.
Menteri Kehutanan, katanya, juga bertanggung jawab atas persoalan habitat orangutan yang hilang. Termasuk, pelanggaran Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Hutan Gambut.”Menteri Kehutanan yang mengeluarkan peta indikatif ini.”
Andan NS, Panglima Laot Lhok Babah Lueng mengatakan, banyak potensi di sekitar pesisir Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya khusus Kecamatan Darul Makmur dan Kecamatan Tripa Makmur, tercemar.
Jika semua ini tidak diawasi dengan baik, akan mengakibatkan kehilangan banyak mata pencaharian masyarakat pesisir. “Baik mencari ikan dan biota lain yang sangat ekonomis, serta terumbu karang melati terancam.”
Tak hanya itu. Lahan pertanian dan perkebunan masyarakat tercemar, pesisir laut yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari berbasis masyarakat kotor oleh sampah kayu. “Aliran sungai, sebagai sarana transportasi nelayan juga mata pencaharian masyarakat pesisir, tercemar,” ujar Adnan.
Adnan mengajak semua stakeholder memikirkan bersama. Terutama, pengawasan pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut dari kehancuran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.