Bentuk karang di Cekungan Sumatera memberikan sebuah pesan mengerikan bagi orang-orang yang tinggal di wilayah Indonesia.
Dua orang pakar gempa bumi, Kerry Sieh dan Danny Natawidjaja mempelajari pola dalam terumbu karang yang tercipta akibat aktivitas seismik ratusan tahun silam dan merekanpercaya bahwa daerah tersebut tengah memasuki aktivitas berintensitas tinggi yang bisa memusnahkan wilayah ini dengan serangkaian gempa bumi besar.
Ketika sebuah gempa besar terjadi, dasar laut di cekungan ini akan terangkat dan mendorong beberapa bagian dari terumbu karang ke atas permukaan laut. Area yang terkena dampak, kemungkinan akan berhenti tumbuh tetapi bagian yang terendam akan terus berkembang, dan menandai karang dengan pola yang Sieh dan Natawidjaja percayai tentang sejarah geologis yang menakutkan di daerah tersebut.
Mereka telah menemukan bahwa setiap 200 sampai 250 tahun, ada periode berulang yang berlangsung selama 35 tahun, dimana gempa berkekuatan 8,0 dan 9,0 terjadi.
Pasca gempa sebesar 8 Skala Richter tahun 2007 silam, ada kemungkinan bahwa periode berbahaya ini telah mulai. “Akan ada gempa 8 skala Richter di perairan ini dalam 30 tahun ke depan,” prediksi Direkur Earth Observatory of Singapore, Kerry Sieh.
Penelitian kedua ahli yang berbasis karang ini sudah mendapat perhatian dari publik Indonesia. Pada pertengahan tahun 2004, Sieh dan Natawidjaja, yang bekerja di LIPI, menggunakan metode yang sama sebagai basis untuk memprediksi bahwa “gempa bumi besar akan terjadi di Cekungan Sumatera Barat dalam waktu dekat.”
Prediksi mereka terbukti. Akhir tahun itu, gempa bumi dahsyat berkekuatan 9.1skala Richter di lepas pantai Banda Aceh di sisi barat pulau Sumatera terjadi. Getaran dan tsunami ini menewaskan lebih dari 200.000 orang di seluruh wilayah yang terdampak.
Meskipun Sieh dan Natawidjaja tidak meramalkan lokasi yang tepat dan waktu gempa, namun keduanya sudah mengatakan, akan terjadi sebuah bencana gema bumi besar.
Sekarang, dengan kenangan tahun 2004 masih menghantui bangsa, pemerintah Indonesia sedang mencoba untuk mengembangkan sistem peringatan dini untuk menyelamatkan nyawa jika gempa berikutnya menyerang.
“Jika kita dapat memahami apa yang terjadi di masa lalu, kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dan mempersiapkan untuk itu,” kata Sieh.
Sejak gempa bumi pada tahun 2004, seismograf modern telah digunakan di Indonesia dengan dukungan dari negara-negara termasuk Jerman dan Jepang. “Gempa itu mendorong penelitian gempa bumi di negara ini,” kata Sri Widiyantoro, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB) .
Fokus utama penelitian saat ini adalah Patahan Lembang di luar Kota Bandung, ibukota Jawa Barat.
Adanya patahan 30-km, yang telah relatif diabaikan oleh para peneliti, menjadi penyebab keprihatinan ketika sebuah gempa berkekuatan 6.2 skala Richter menghantam Yogyakarta pada tahun 2006, dan menewaskan lebih dari 5.000 orang.
Kondisi yang ada saat ini, lebih dari 2 juta orang tinggal di bagian tengah Kota Bandung, sehingga gempa bumi di sepanjang Patahan Lembang dapat mengakibatkan korban besar. Ahli geologi dari LIPI, Eko Yulianto bekerja dengan Japan National Institute of Advance Science and Technology memprediksi bahwa bahwa gempa bumi dengan kekuatan sekitar 7 skala Richter akan terjadi sebagai bagian dari siklus beberapa ribu tahun.
“Kami tidak tahu kapan yang berikutnya akan terjadi,” kata Yulianto. “Kita harus membayangkan suatu skenario terburuk.”
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika kini memiliki ruang observasi yang memantau seismograf dan indikator gelombang pasang di seluruh tanah air. “Dengan menggunakan berbagai metode, kita bisa memastikan daerah mana yang ada risiko gempa bumi, dan mengkonsolidasikan pengamatan daerah tersebut,” jelas Suhardjono, direktur Badan Gempa dan Pusat Tsunami BMKG.
Tapi pakar dari ITB, Widiyantoro, yang telah mempelajari gempa bumi di Kyoto University dan Earthquake Research Institute di Tokyo University, memperingatkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
“Kami ingin mendapatkan kemampuan untuk meramalkan gempa bumi, tetapi untuk saat ini di negeri ini, prioritas utama kami adalah pencegahan bencana dan pengurangan dampak ketika benar-benar terjadi gempa,” kata Widiyantoro “Kami ingin menciptakan sistem yang akan memberikan peringatan darurat gempa bumi dan. menghentikan kereta ketika tremor terdeteksi Kami mengejar Jepang..”