,

Perburuan Cendrawasih Marak di Yapen

PERBURUAN cendrawasih marak di Kampung Barawai, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Pemerintah setempat belum bisa mengatasi. Ebzon Sembay dari Dewan Adat Berbai yang mengawasi kelestarian cendrawasih di Kampung Barawai mengatakan, warga Barawai, tetap menjaga habitat cendrawasih. Mereka menganggap burung ini sesuatu yang memberi hidup. “Masyarakat setempat jaga burung cendrawasih secara ketat. Tapi, warga kampung lain berupaya masuk mencuri,” katanya Kamis (26/7/12).

Pemburu menembak mati burung menggunakan senapan angin. Cendrawasih mati, dibawa ke Kota Serui, lalu dijual ilegal. Warga yang biasa memburu cendrawasih dari Kampung Waindu dan Wadawas. Masyarakat Barawai, tak bisa berbuat banyak karena tak ada fasilitas pendukung. Memang, mereka membangun pondok di hutan guna mengurangi perburuan, namun tak bisa menginap lama.  “Warga harus mencari nafkah menghidupi keluarga.”

Dewan Adat Berbai, mengusulkan, pemerintah memberikan jaminan hidup berupa gaji kepada masyarakat agar menjaga pohon yang dihinggapi cendrawasih. Jika tidak, perburuan terus berlangsung.

Pembabatan pohon dan pembukaan perkebunan harus jauh dari tempat bersarang burung  ini.  Sebab, cendrawasih akan pergi ketika mendengar bunyi sensor membabat pohon. Apalagi, berada di dekat pohon yang selalu dihinggapi.

Pemerintah sudah mengetahui persoalan ini.  Kepala Dinas Pariwisata Kota Serui, Yapen, Wellem Samuel Bonay  mengatakan, sebenarnya ada perhatian terhadap pelestarian burung surga itu tetapi dana tersedia sangat kecil.

Yeheskiel Runaweri, warga Barawai mengungkapkan, 2004–2009, Dinas Pariwisata Kepulauan, menang pameran nasional pelestarian cendrawasih. Pada tahun itu, ada sekitar 70 jenis cendrawasih di Barawai. Namun, pengawasan pemerintah  kurang.

Pada 2005, pemerintah pernah memasang kamera CCTV di beberapa pohon tempat cendrawasih bermain. Namun, alat itu tak diperhatikan, akhirnya rusak. “Sekarang kalau cendrawasih mau dihitung, mungkin tinggal dua sampai tiga ekor lebih saja. Jumlah yang dulu banyak sudah berkurang.” “Masyarakat sudah sulit melihat burung ini. Tempat bersarang juga sudah jauh dari perkampungan.” “Pencurian ini meresahkan warga.”

Warga sedih. Sampai 2000 an awal,  kala pagi hari, masyarakat mendengar kicauan cendrawasih. Kini sudah tiada. “Warga berharap, pemerintah menangkap yang mencuri dan menjual cendrawasih itu.”

Berdasarkan penelitian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, April–Juni 2010, cendrawasih di Kampung Barawai diperkirakan 118 ekor dengan komposisi jantan 30 dan betina delapan.

Pencurian burung dan penjualan ilegal tak hanya di Kabupaten Kepulauan Yapen juga di Jayapura. Transaksi jual beli di Jalan lintas Polimak, pemukiman Genjer atau Halte Nindya Karya. Petugas BKSDA mengetahui tempat ini tetapi tak bertindak.  Bahkan, diduga banyak petugas BKSDA diperalat.

Beberapa jenis burung yang dipasarkan antara lain mambruk hidup Rp3,5 juta, Taun-Taun Rp2,5 juta, cendrawasih hidup Rp7 juta dan nuri Rp500 ribu.

Kepala BKSDA Papua, NG. Nababan mengatakan, sudah siap menggelar razia. “Kami sedang mempersiapkan menyita burung-burung itu. Sudah kita pelajari siapa-siapa yang terkait. Perlu dukungan semua pihak.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,