Setelah melalui upaya panjang penyelamatan tanggal 27 hingga 28 Juli 2012 silam dan sempat selamat hingga ke laut lepas, sperm whale berukuran 12 meter itu akhirnya mati di perairan Beting Ujung, Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Hal ini dikonfirmasi oleh Jakarta Animal Aid Network hari Senin 30 Juli 2012.
Sejumlah relawan sudah berada di lokasi sejak Senin siang, di titik koordinat 5.55’21″S/107.2’52″E, tempat terdamparnya paus tersebut. Seperti dilaporkan oleh Kompas.com, paus ini adalah paus yang sama yang diselamatkan dua hari sebelumnya.
“Kondisi saat ini mulai tercium bau bangkai. Kulitnya mengelupas, tetapi tidak benar ada lecet-lecet seperti yang diisukan. Kulit terlihat mengelupas pada daerah punggung yang terekspos matahari,” kata Gabby, relawan JAAN yang mengamati kondisi paus ini Senin pagi.
“Luka atau lecet hanya pada ekor, seperti sebelumnya. Dari mata keluar darah. Seperti internal bleeding. Di dari mulut memang terlihat jejak darah keluar, tetapi tidak pasti karena bercampur air,” papar Gabby, yang telah sampai di lokasi pada hari Senin 30 Juli 2012, pukul 6.00 WIB kepada Kompas.com.
Sementara itu dari pantauan Pos Kota, paus ini diketahui terdampar lagi karena kelelahan setelah tiga hari sebelumnya terdampar di pantai Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat.
“Kondisinya tak bernafas lagi dan dari mulutnya keluar darah banyak,” kata Aiptu Ali Maskur, Kanit Patroli Polsek Muaragembong, saat dihubungi Pos Kota, Minggu 29 Juli 2012 siang.
Ali Maskur, menyebutkan Minggu pagi sekitar pukul 05:00 Wib, warga di sana sudah mengetahui ada paus terdampar dan diduga paus tersebut mamalia yang dievakuasi TNI dan POLRI, sehari sebelumnya dari Pakisjaya, Karawang.
Menurut aktivis dari Jurnalist Dive, Rani, yang ikut menyaksikan penyelamatan paus ini hari Sabtu 28 Juli 2012, ia melihat bahwa tim penyelamat kurang berhati-hati dalam upaya evakuasi ini, dan tidak mengajak ahli kelautan atau bilogi untuk memahami kondisi paus ini lebih lanjut.
“Mereka memperlakukan paus layaknya manusia yakni membawa mamalia itu ke perairan dalam dengan cara menyeretnya. Mungkin dengan cara begitu, tim beranggapan paus bisa berenang di perairan dalam. Padahal semestinya dikonsultasikan dulu dengan ilmuwan yang paham tentang paus,” jelas Rani melalui telepon kepada Tempo.
Dia tidak heran ketika paus ini kemudian ditemukan mati tak jauh dari tempatnya diselamatkan. “Saya rasa wajar kalau paus itu mati karena diperlakukan tidak semestinya oleh tim,” kritik Rani.
Masih menurut laporan Tempo, hingga saat ini masih terjadi silang pendapat di antara para pecinta binatang soal bagaimana “mengubur jasad” paus, apakah ditenggelamkan ke dalam laut atau diledakkan. Benvika, aktivis Jakarta Animal Aid Network (JAAN), sepakat kalau bangkai paus ditenggelamkan karena lebih alami dan bisa berproses secara alami pula. “Lebih baik ditenggelamkan karena bisa berproses secara alami daripada diledakkan,” katanya. Soal teknis penenggalaman, ujarnya lagi, akan dikonsultasikan dengan pihak terkait. Kemungkinan lain adalah bangkai paus ini akan dijadikan bahan penelitian.
Paus sperma atau sperm whale ini adalah mamalia yag masuk ke daftar ‘rentan’ oleh IUCN, karena termasuk jenis paus yang sering dijadikan komoditi perdagangan dan diburu.