,

Kematian Gajah Aceh Bak Fenomena Gunung Es

FORUM Konservasi Gajah Indonesia meyakini, tujuh gajah sumetara (Elephas maximus sumatranus) yang ditemukan mati terbunuh di Aceh selama tiga bulan berturut-turut merupakan fenomena puncak gunung es. “Saya yakin, jumlah gajah mati yang sesungguhnya bisa lebih dari tujuh ekor, karena banyak kematian gajah di lapangan tidak sampai ke Banda Aceh,” kata Ketua Forum Gajah Sumatera, Wahdi Azmi di Banda Aceh, Selasa(31/7/12).

Wahdi mengatakan, sekitar April, juga menerima laporan kematian satu gajah di Kabupaten Aceh Barat dari masyarakat, namun tidak ditindaklanjuti. Kasus kematian gajah lain bisa saja terjadi di kawasan pedalaman yang kemungkinan tidak dilaporkan. Indikasi ini terlihat, beberapa kali ditemukan tulang belulang gajah yang menunjukkan mati cukup lama. “Pembunuhan gajah terjadi di titik pertemuan manusia dan gajah di pinggiran hutan. Ada kematian gajah di pedalaman yang hanya diketahui warga sekitar.”

Tren kematian gajah  yang meningkat memperlihatkan konflik manusia dan gajah di lapangan dalam kondisi mengkhawatirkan. Ada gangguan habitat cukup serius terjadi yang menyebabkan kehidupan alami gajah terganggu. Puncak konflik berujung pada pembunuhan gajah di lapangan.

Sejak April hingga Juni 2012, dilaporkan sudah tujuh gajah Sumatera mati terbunuh di sejumlah perkebunan sawit di Aceh. Pada 29 April,  seekor gajah betina mati di Jalan lintas SP IV – SP V Gampong Krueng Ayon, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya. Tak lama, pada 15 Mei, seekor jantan sudah mati beberapa hari di dekat kebun penduduk di Desa Pante Kuyun, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Jaya.

Pada 2 Juni, warga menemukan tiga gajah mati setelah memakan batang sabun yang dibubuhi racun di perkebunan sawit PTPN I, Desa Alur Labu, Kecamatan Bireuen Bayeun, Aceh Timur. Terakhir dua gajah sudah menjadi bangkai, seekor tinggal tulang belulang di kebun sawit masyarakat di Desa Jambo Dalem, Kecamatan trumon Timur, Aceh Selatan. Ada serbuk racun di batang sawit dekat gajah mati.

WWF Indonesia dan Yayasan PeNA menyatakan, keprihatinan atas meningkatnya kasus kematian gajah di Aceh. Project Leader WWF Indonesia Kantor Program Aceh Dede Suhendra, mengatakan, kasus kematian gajah cukup besar dalam beberapa tahun terakhir di Aceh.

WWF mempertanyakan, sejauh mana hasil penyelidikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan bagaimana upaya penegakan hukum kasus ini. “Kita harus mencegah pembunuhan gajah ini terulang. Perlu penegakan hukum jelas bagi pelaku di lapangan.”

Dari laporan, ada indikasi gajah-gajah ini mati karena memakan racun yang sengaja diletakkan di kebun sawit. Gajah-gajah ini masuk ke kebun sawit dan dianggap sebagai pengganggu. “Kami meminta hentikan pembunuhan gajah karena itu melanggar hukum,” ucap Dede.

Yayasan PeNA mendesak, investigasi menyeluruh atas kasus kematian tujuh ekor gajah di Aceh. Ketua PeNA, Jes Putra, mengatakan, kematian gajah ini telah mencoreng nama Aceh karena dianggap tidak mampu melindungi mamalia berbadan besar ini. Aceh salah satu kawasan habitat penting gajah di Sumatera.

Sebagian gajah mati ditemukan gading telah hilang. PeNA mensinyalir ada mafia perdagangan gading gajah di Aceh.  WWF meminta, Pemerintah Aceh meninjau ulang pengembangan perkebunan sawit di kantong-kantong habitat gajah. Pemerintah, harus mengganti komoditas perkebunan dengan jenis yang tidak disukai gajah. “Terbukti pengembangan perkebunan sawit yang tidak memperhatikan wilayah jelajah gajah, telah memicu konflik manusia dan gajah di lapangan,”kata Dede.

Konflik gajah dan manusia makin diperparah dengan pembangunan pemukiman transmigrasi dan pembukaan jalan tembus yang memotong daerah jelajah gajah.  “Pemerintah Aceh harus mengkaji semua kegiatan ekonomi dan pembangunan di daerah kantong habitat gajah untuk menghindari konflik gajah dan manusia makin meluas di Aceh,” kata Dede.

Saat ini, gajah di Aceh diperkirakan berkisar 500 ekor tersebar hampir di semua kabupaten khusus di  kantong-kantong habitat utama di dataran rendah di Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.

Populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status keterancaman gajah sumatera dari “genting” menjadi “kritis”, hanya selangkah dari status ‘punah di alam’. Ini status terburuk dibandingkan subpecies gajah lain, baik di Asia maupun Afrika.

Jumlah gajah Sumatera di alam kini diperkirakan tidak lebih dari 2.400– 2.800 ekor, turun 50 persen dari populasi sebelumnya, 3.000 – 5.000 individu tahun 2007. Hilangnya habitat akibat alih fungsi hutan penyebab utama penurunan populasi gajah.

Gajah mati di Aceh, ditemukan Juni lalu. Foto:Fakhrurradhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,