Walhi Tolak Pembangunan Pembangkit Listrik Sampah Bandung

WALHI Jawa Barat (Jabar) menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) oleh Pemerintah Kota Bandung, karena mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat.  Walhi mendesak proyek ini dibatalkan. “ PLTSa akan menghasilkan problem lingkungan hidup dan bencana ekologi baru, dan menguntungkan para pengusaha,” kata  Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan dalam siaran pers, Selasa(31/7/12).

Kapasitas sampah di Kota Bandung saat ini mencapai 1.500-1.700 ton per hari. Ia dari beragam aktivitas seperti pemukiman, fasilitas sosial, fasilitas umum, sarana perdagangan komersil, sampai fasilitas pemerintahan. Sampah pun berupa organik dan bukan organik  bahkan sampah bahan berbahaya beracun (B3).

Faktor utama masalah sampah di Bandung, antara lain ketiadaan kebijakan pengelolaan sampah kota komprensif melibatkan partisipasi aktif publik dan komunitas dengan mengedepankan keberlanjutan lingkungan hidup kota dan cekungan Bandung. Lalu, produksi dan konsumsi barang-barang makin meningkat.

Sistem pengelolaan sampah Kota Bandung, belum ada,  pemerintah kota Bandung berencana  membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Ia akan dibangun di lahan seluas 20 hektare, menggunakan teknologi incinerator, yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.

Pemkot Bandung akan lelang mega proyek PLTSa di Kawasan Pemukiman Griya Cempaka Arum  Rp750 miliar didukung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas telah memasukkan proyek  ini dalam Public Private Partnerships (PPP) Book 2012, 4 Juli 2012. Masuk dalam  PPP Book 2012, karena proyek memenuhi persyaratan formal dan dinilai siap ditawarkan kepada investor.

Dia mengatakan, jika PLTSa diteruskan akan menjadi pasar baru bisnis incinerator oleh industri luar negeri.  “Walhi Jawa Barat meminta dan mendesak Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas membatalkan proyek PLTSa ini.”

Dadan mengatakan, fakta yang terjadi, proyek PLTSa ini mengabaikan suara masyarakat yang wilayah permukiman sangat dekat dengan proyek. Mereka menolak keberadaan PLTSa di wilayah permukiman karena khawatir keselamatan dan kesehatan sebagai dampak langsung pembangunan proyek ini.

“PLTSa kebijakan keliru. Bukanlah jawaban mujarab menyelesaikan atau mengatasi permasalahan sampah di Kota Bandung. Walikota Bandung jangan memaksakan kehendak melanjutkan proyek ini,” katanya.

Praktisi pengelolaan sampah berbasis komunitas di Bandung, Dwi Retnastuti menambahkan, persoalan sampah tidak bisa didekati hanya lewat pendekatan teknologi, terlebih karakter sampah di Kota Bandung dan kota-kota besar lain.  Seharusnya, yang didorong kebijakan pengelolaan sampah berbasis komunitas. “Sayangnya,  pemerintah tidak percaya model pengelolaan sampah berbasis komunitas ini  bisa menyelesaikan persoalan sampah di kota-kota besar.”

Padahal, inisiatif komunitas di Kota Bandung telah berkembang dengan baik.  Namun pemerintah Kota Bandung, justru menilai inisiatif komunitas ini menghambat pembangunan PLTSa.

Khalisah Khalid, Kepala Departemen Jaringan & PSD Walhi Nasional menilai,  pemerintah khusus, Walikota Bandung,  masih memiliki paradigma usang dalam melihat persoalan sampah dengan hanya mengandalkan teknologi.

Walikota,  juga mengabaikan UU Lingkungan Hidup No. 32/2009 yang memberikan jaminan terhadap hak atas lingkungan hidup rakyat. “UU Pengelolaan Sampah No. 18/2008 tidak memperbolehkan mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan atau merusak lingkungan.”

Guna mengatasi permasalahan sampah di Kota Bandung,  Walhi Jabar menawarkan beberapa masukan.  Pertama, mengajak Pemerintah Kota Bandung menyusun kebijakan dan master plan pengelolaan sampah terlebih dahulu. Ini berbarengan dengan proses edukasi pengelolaan sampah kepada warga harus terus dilakukan.

Kedua, menyebarluaskan agenda edukasi pengelolaan sampah kepada masyarakat termasuk gerakan reduce, reuse, recyle . Ini gerakan mengurangi konsumsi barang yang menghasilkan sampah, menggunakan kembali barang-barang yang dikonsumsi dan mendaur ulang sampah seperti komposting, serta daur ulang bentuk lain.

Ketiga, mengajak Pemkot Bandung mendukung upaya komunitas yang saat ini praktik pengelolaan sampah dalam skala kecil  seperti rumah tangga, RT/RW dan kelurahan. Keempat, mendorong kebijakan desentralisasi pengelolaan sampah di level lebih kecil bukan kebijakan sentralisasi yang masih mengandalkan tempat akhir pembuangan sampah.

Kelima, mendorong kebijakan pengurangan produksi barang-barang di tingkat hilir dan mendesak indutsri menghasilkan produk-produk ramah lingkungan

Menurut catatan Walhi Jabar, berikut alasan PLTSa Bandung layak dihentikan. Pertama,  PLTSa menggunakan teknologi pembakaran dengan sistem incinerator. Ini bencana ekologi yang akan menghasilkan limbah bahan, berbahaya, beracun dan zat dioksin yang mengancam kesehatan manusia. Juga berpotensi mencemari lingkungan udara Kota Bandung bahkan Cekungan Bandung di tengah polusi yang terus bertambah akibat aktivitas transportasi dan industri.

Kedua, pola pembakaran sampah dengan pola incinerator tidak dibenarkan dalam aturan pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Artinya Pembangunan PLTSa melanggar Undang-Undang No 18 Tahun 2008.

Ketiga, proyek PLTSa belum memenuhi aturan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama menyangkut prosedur perizinan lingkungan hidup dan kajian analisis dampak lingkungan belum jelas dan masih bermasalah.

Keempat, proyek PLTSa di pemukiman Perumahan Griya Cempaka Arum Kelurahan Ranca Numpang, Kota Bandung.  Sebagai area merupakan kawasan resapan air dan ruang terbuka hijau di Bandung Timur. Kelima, sebagain besar warga di Perumahan Griya Cempaka Arum dan di Kota Bandung, menyatakan ketidaksetujuan dan penolakan atas proyek  ini. Pemerintah Kota Bandung seharusnya tidak memaksakan proyek diteruskan.

Keenam, masih ada persoalan administrasi dalam pembebasan lahan PLTSa yang belum selesai. Ketujuh, ada PLTSa akan memacu konsumsi masyarakat atas barang-barang makin meningkat ke depan karena PLTSa membutuhkan pasokan sampah cukup besar. Kedelapan, PLTSa akan membunuh peluang usaha para pemulung dan kelompok usaha masyarakat yang mendaur ulang sampah di Kota Bandung.

Lelang September

Sementara itu, pengumuman lelang mega proyek PLTSa digelar pertengahan Juni ini dan pengumuman pemenang lelang September 2012. Dikutip dari Tribun Jabar, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung Ahmad Rekotomo, awal Juni 2012, mengatakan, pembangunan fisik akan dilaksanakan Maret 2013.

Wali Kota Bandung Dada Rosada mengatakan, pembangunan PLTSa harus segera terwujud dan tidak bisa ditawar lagi jika tidak mau Kota Bandung, menjadi lautan sampah.

Laporan Greenpeace Internasional terkait dampak polusi dan kesehatan dari penggunaan teknologi incinerator bisa diunduh di: http://www.greenpeace.org.uk/MultimediaFiles/Live/FullReport/3809.PDF

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,