, ,

Greenpeace : 300 Ribu Hektare Hutan Papua Rusak Tiap Tahun

GREENPEACE mencatat tiap tahun, hutan dirusak sekitar 300 ribu hektare baik di Papua maupun Papua Barat. Mayoritas perusak perusahaan,  antara lain, mega proyek Merauke Integrated Food dan Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke dan PTPN II sawit di Kabupaten Keerom, Distrik Arso.

Charles Imbir, Koordinator Greenpeace di Papua mengatakan, empat tahun terakhir Greenpeace mencatat perusakan hutan seluas 300 ribu hektare. “Perusakan 300 ribu hektare hutan itu di seluruh Papua tiap tahun,” katanya di Jayapura, Sabtu(4/8/12).  Perusakan ini, karena  usaha sektor kehutanan, seperti perusahaan sawit dan perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH).

MIFEE banyak merusak hutan dan menyengsarakan warga pemilik lahan. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Perizinan (BKPMDP) Kabupaten Merauke, 32 perusahaan telah mendapat izin prinsip bergerak pada beberapa sektor.

[singlepic id=40 w=600 h=400 float=center]

Kerusakaan hutan dan lingkungan ini dipamerkan Greenpeace dalam festival budaya Teluk Humbold Port Numbay ke IV, Sabtu dan Minggu (4 -5/8/12) di Pantai Hamadi, Jayapura.

Greenpeace memamerkan  antara lain, perusahaan merusak hutan, penebagan pohon ilegal serta pengelolaan alam yang tak memihak rakyat.  “Kami sengaja pajang gambar-gambar kerusakaan hutan dan lingkungan. Biarlah masyarakat menilai,” kata Dian Wasaraka dari Greenpeace.

MIFEE dan PTPN II

Sekretaris Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kampung Kaiburse, Kabupaten Merauke, Papua, Paulus Samkakai mengaku, masyarakat adat Kampung Kaiburse salah satu tempat MIFEE beroperasi, ditekan dengan berbagai macam kebijakan dari pemerintah setempat tentang investor. Berbagai kebijakan itu ada sejak masuk MIFEE.

Perusahaan sawit juga banyak membabat hutan dan tak memperhatikan hak rakyat. Pada Maret 2012, masyarakat adat Kampung Keerom menyegel pabrik PTPN II di kawasan itu. Pemalangan dipicu penggunahan lahan sawit lebih dari kesepakatan awal. PTPN II juga tak melunasi pembayaran tanah.

Ketua Dewan Adat  Papua (DAP) Keerom, Servo Tuamis menjelaskan, lahan sawit di Arso yang sementara digarap perusahaan sawit 50.000 hektare lebih. Sesuai kesepakatan sebelumnya, tanah yang dilepaskan pemerintah atas persetujuan masyarakat tak seluas itu.

Tuntutan masyarakat mengacu pada kesepakatan 19 Oktober 1982, Pemerintah Kabupaten Jayapura, saat itu pejabat Bupati, Bas Youwe meminta 5.000 hektare dikelola sebagai lahan sawit.  Namun, perusahaan sawit mengelola  50.000 hektare lebih dan tak dibayar.  “Ini yang menjadi masalah sampai saat ini.”

Petrus Korowa, Kepala Bagian Pertanahan Papua, mengatakan, masalah sawit di Arso, sudah mengundang PTPN II dan pihak terkait. Namun, tak satupun pejabat yang datang.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Keerom Joko Susilo, mengungkapkan, tujuh tahun terakhir produksi sawit di PTPN II Arso makin menurun. Perusahaan sudah tak lagi membabat hutan.  Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, Yosias N. Fonataba mengatakan, hingga kini kurang lebih 367 perusahaan mendaftar dengan tenaga kerja lebih 678 orang.  Ratusan perusahaan juga masuk ilegal.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,