Seorang peneliti biologi bernama Peter de Groot dari Universitas Queen’s di Ontario, Kanada berharap bahwa temuan terkininya terkait kepunahan badak Jawa di Vietnam bisa mendorong publik untuk melakukan upaya yang terbaik bagi badak yang tersisa yang masih ada di Indonesia. “Kita semua masih memiliki kesepatan untuk menyelamatkan spesies ini, namun sebeum kita melakukan sesuatu, kita harus menentukan profil dari kelompok terakhir yang tersisa ini,” ungkapnya dalam situs resmi Universitas Queen’s.
Dr. de Groot bersama dengan Peter Boag dan rekan-rekan mereka telah mengonfirmasi punahya badak Jawa yang hidup di Vietnam dengan menganalisis kotoran badak yang dukumpulkan dengan bantuan anjing pendeteksi kotoran. Dengan menggunakan perangkat genetik yang dikembangkan di Universitas Queens dan Cornell, mereka menyatakan hanya satu ekor badak Jawa yang hidup di Vietnam tahun 2009. Dan badak yang terdeteksi tersebut, ditemukan mati tahun berikutnya.
Kini para peneliti tersebut fokus dalam penyelamatan sekitar 29 ekor badak Jawa yang hidup di kawasan Ujung Kulon, Jawa Barat, Indonesia. Mereka akan menggunakan kotoran badak yang telah dikumpulkan oleh rekan-rekan peneliti untuk menentukan usia, jenis kelamin dan pakan dari kelompok ini. Penelitian ini akan memberikan petunjuk untuk menyelamatkan populasi slah satu mamalia besar yang paling terancam di dunia ini.
Upaya ini adalah sebagai bagian dari upaya Dr. de Groot dan Boag untuk mengembangkan sebuah perangkat genetik yang bisa membantu upaya konservasi dan pengelolaan spesies badak di Asia da Afrika. Lewat data lapangan yang terintegrasi yang dikoleksi dengan bantuan pengetahuan masyarakat lokal dan dengan mitra mereka di Amerika Serikat, Perancis, Afrika dan Asia mereka membangun sebuah metode inklusif untuk secara akurat memonitor dan melindungi warisan dunia bersama ini.
Proyek ini didanai oleh NSERC, WWF, International Rhino Foundation dan USFWS. Penelitian Dr. de Groot terbaru ini diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation.