,

Kehadiran Newmont Sulitkan Masyarakat Adat Cek Bocek

Aman menyayangkan, dari Pusat Kajian Sosiologi Universitas Indonesia, bertindak seakan menjadi jubir Newmont.

KONFLIK antara masyarakat adat  Cek Bocek Selesek Rensury Suku Berco dengan PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) belum usai. Mediasi oleh Komnas HAM 25 Juli 2012,  tak membuahkan hasil. Masyarakat adat merasa keberadaan perusahaan ini menyulitkan mereka secara ekonomi, budaya bahkan terjadi intimidasi.

Erasmus Cahyadi, Direktur Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat  Nusantara (Aman), mengatakan,  pertemuan ini terkait perampasan wilayah adat oleh PT Newmont didukung kekuatan legalitas dari negara melalui perizinan. “Namun, tidak pernah mendapatkan persetujuan dari masyarakat adat Cek Bocek Selesek Rensury,” katanya, akhir Juli 2012.

Rabu (25/7/12), diselenggarakan pertemuan antara PT. Newmont dengan masyarakat adat Cek Bocek Selesek Rensury suku Berco dimediasi Komnas HAM.  Pertemuan dihadiri perwakilan Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB), Aman dan Pusat Kajian Sosiologi Fisip Univeritas Indonesia (UI) .

Menurut Erasmus, persetujuan masyarakat adat,  prasyarat mutlak bagi investasi apapun yang masuk wilayah adat. Sebab, ini tak hanya berkaitan dengan kedaulatan mereka atas wilayah adat, tetapi kehadiran investasi sangat berpengaruh pada perubahan sosial, ekonomi dan budaya.

Erasmus mengatakan, guna mendapatkan penguasaan kawasan di wilayah adat Cek Bocek Selesek Rensury, PT. Newmont berupaya lewat legitimasi akademis. Perusahaan melibatkan UI melalui Laboratorium Sosiologi (Lab Sosio) untuk meneliti keberadaan masyarakat adat ini.

Dalam pertemuan ini Lab Sosiologi UI memaparkan temuan awal penelitian. Temuan memojokkan dan mempertanyakan keberadaan masyarakat adat  ini. “Utusan-utusan dari masyarakat adat Cek Bocek Selesek Rensury bisa membantah dengan pembuktian yang justru memperkuat keberadaan mereka.” Populasi masyarakat adat ini mencapai 1.000 jiwa.

Aman menyayangkan, UI, khusus Lab Sosio Fisip, menyajikan hasil penelitian mentah. “Secara metodologis dipertanyakan, secara etis tak dapat dipertanggungjawabkan karena penelitian dibiayai PT. Newmont,” kata Erasmus.

Jasardi Gunawan, Ketua Aman Sumbawa menambahkan, dari Lab Sosio UI sebenarnya itu tidak menyajikan data. “Yang disampaikan hanya hasil keterangan mereka. Saya lebih melihat UI sebagai juru bicara PT Newmont,” ujar dia.  Peneliti dari Lembaga UI ini mengakui jika mereka didanai PT Newmont.

Jasardi mengatakan, hasil penelitian UI mentah, tak ada hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.”  Penelitian itu, hanya menjabarkan bahwa, mereka telah mendatangi orang-orang yang duduk di warung kopi. “Lalu menanyakan ke warga keberadaan masyarakat Cek Bocek.” “Warga bilang tidak tahu, lalu jadi pembenaran itu tidak ada.”

Universitas Sumbawa, kata Jasardi, sudah melakukan kajian awal dan menyatakan Cek Bocek suku sendiri.  “Malah UI yang besar begitu. Jangan sampai UI memaksakan kehendak.” “Bagaimana jika diturunkan lagi, kami datangkan dari lembaga internasional. Bagaimana nama UI? Metodologi penelitian seperti apa, tidak ada,” ucap Jasardi.

PT Newmont, meskipun baru tahapan eksplorasi, sudah mendatangkan persoalan serius bagi masyarakat adat ini. “Luasan kawasan pertanian masyarakat makin sempit berdampak pada panen berkurang,” ucap Erasmus.

Tak hanya itu.  Kehadiran PT. Newmont menimbulkan rasa tidak aman. Sebab, kerap terjadi intimidasi dan tekanan terhadap masyarakat adat. Ditambah lagi, eksplorasi  perusahaan ini tak menghormati tempat-tempat keramat seperti pemakaman leluhur masyarakat adat.

“Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa cenderung cuci tangan dan menghindar dari upaya-upaya masyarakat untuk dialog,” kata Erasmus.  Bahkan, saat  Komnas HAM memediasi konflik,  Pemkab Sumbawa, tak hadir.

Jasardi  menambahkan, masyarakat adat ini, meminta pemerintah daerah bersama PT Newmont duduk bersama menghargai wilayah adat.  Antara lain,  kata Jasardi, kuburan leluhur.  “Sekian ribu makam akan hilang.  Ini yang selalu dijadikan prosesi ritual atau upacara adat.”  Kegiatan ekonomi warga, seperti pembuatan gula merah (gula aren) juga terganggu dengan kehadiran perusahaan ini.

Intimidasi, katanya, dengan premanisme, dan sweeping masyarakat saat  pulang ke kampung. Mereka juga dipaksa menandatangani surat yang menyatakan tak ada masyaradat adat ini. “Ini intimidasi PT Newmont yang menolak keberadaan Aman dan masyarakat adat.”

Menurut dia, sudah lama masyarakat adat mempertanyakan dan minta solusi. Jasardi menilai, tak ada itikad baik dari pemerintah daerah. Dia khawatir,  akan terjadi main hakim sendiri. Sebab,  masyarakat akan teguh mempertahankan tanah ulayat mereka.

Masyarakat adat ini sering aksi bersama dengan komunitas lain, dari level kabupaten sampai provinsi.  “Mereka sampai minta perlindungan kepada Wakil Pesiden. Mereka mengirimkan surat kepada Wapres dan minta Presiden melihat kondisi masyarakat ini.”

Pertemuan Lanjutan

Saat pertemuan di Komnas HAM, dari pemerintah daerah, tidak semua hadir. “Kami meminta ke Komnas HAM agar hadirkan bupati dan gubernur untuk pertemuan ke depan.”  Dari kesepakatan bersama, Komnas HAM akan memediasi pertemuan lanjutan di Kantor Gubernur NTB.

Masyarakat adat Cek Bocek Selesek  Rensury, sekitar 1.000 jiwa. Dikutip dari blog Sumbawa Ekspres, menyebutkan, secara administrasi, mereka  berada di Kecamatan Ropang, Kabupaten Sumbawa Besar, NTB.

Bahasa pengantar Berco mencakup Kecamatan Ropang, membawahi  lima desa, yakni, Desa Lawin, Lebangkar, Ranan, Lebin dan Desa Ropang. Komunitas ini,  menyebar di dua wilayah, yaitu Desa Lawin dan Desa Lebangkar. Ini satu garis keturunan dari komunitas Adat Cek Bocek Rensury.

Seputar Sejarah dan Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensury, bisa dibaca di sini

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,