Matinya Hiu Tutul di Pantai, Minimnya Perhatian Pemerintah dalam Kasus Urgensi Satwa

Hiu Tutul yang mati di Pantai, Parangkusumo, Bantul, sejak Jumat lalu, berencana akan di kuburkan di areal lokasi pantai siang hari ini, 6 Agustus 2012. Namun, gelombang air laut pantai selatan yang semakin besar ternyata menyeret bangkai hiu kembali ke laut. Di lokasi pantai sudah bersiaga  20 personil SAR, 20 anggota TNI dari Kodim 0729 Bantul, 20 personil Polairud, 15 personil Polsek Parangtriris dan rekan-rekan relawan Animal Friends Jogja (AFJ).

Menurut Wakil Kepala Search and rescue (SAR), Kabupaten Bantul,Panut SW mengatakan, kami berencana akan menguburkan bangkai hiu tutul tersebut pukul 13.00 WIB, alat berat untuk menguburkan sudah datang, namun berkisar pukul 12.05, ombak menyeret bangkai ikan, sempat terombang-ambing ombak, namun pukul 12. 4o ikan sudah tidak terlihat. Bangkai ikan bergerak kearah barat. “Semua Tim dari SAR, aparat TNI, Polairud, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kabupaten Bantul dan dibantu Relawan dari Animal Friends Jogja (AFJ), sudah berkoordinasi untuk menguburkan, akan tetapi bersarnya ombak laut, membawa bangkai ikan kembali kelaut,” ungkap Panut kepada Mongabay Indonesia.

Terdamparnya hiu tutul (Rhincodon typus) atau hiu paus (whale shark) ini,  di Pantai Parangkusumo tersebut adalah yang kedua, setelah sebelumnya Kamis, 2 Agustus 2012, ditemukan jenis hiu yang sama oleh nelayan di Pantai Baru, Srandakan, Bantul. Atau peristiwa ketiga jika dihitung dari peristiwa terdamparnya paus sperma (whale sperm) di Pantai Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat akhir Juli silam.

Dessy Zahara Angelina Pane, Tim Animal Friends Jogja (AFJ) yang berada dilokasi pantai mengatakan, sejak ditemukannya ikan hiu tersebut, AFJ langsung berkoordinasi dengan Tim SAR, Polairud, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Bantul dan Dinas Kelautan dan Perikanan, Bantul (DKP) untuk segera memproses penguburan bangkai ikan hiu tersebut. Akan tetapi responnya lamban dan ada kesan digunakan untuk kepentingan dari beberapa pihak, terutama kepentingan pariwisata, mencari keuntungan dari pengunjung. Sempat terjadi simpang siur, apakah akan dikuburkan atau di tenggelamkan ke tengah laut. Akan tetapi, berdasarkan koordinasi terakhir pada, Minggu, 5 Agustus 2012, disepakati untuk di kuburkan.

“AFJ inginnnya, bangkai hiu tersebut segera di kubur, akan tetapi ada beberapa pihak yang menghambat penguburan, karena digunakan oleh kepentingan pihak tertentu. Bagaimanapun juga, hiu juga makhluk hidup dan sudah seharusnya di perlakukan sama seperti makhluk hidup lainnya.” ucap Ina.

Terkait dengan hiu tutul yang terseret oleh ombak kelaut, Komandan Kodim 0729 Bantul Letkol Kavaleri Dedi Setiawan, selesai melakukan koordinasi dilokasi Pantai mengatakan, ada kemungkinan bangkai ikan hiu tesebut akan kembali terdampar di perairan pantai selatan. “Kami akan terus berkoordinasi dan embantu memantau bangaki ikan tersebut, ada kemungkinan akan kembali terdapar di pantai, bisa jadi di Pantai Depok atau di Pantai Samas. Seketika di temukan, akan segera berkoordinasi untuk membantu evakuasi dan dikuburkan, baik diminta ataupun tidak” jelas Dedi Setiawan kepada Mongabay Indonesia.

Menurut Juswono Budisetiawan, S.Si, M.Sc, Peneliti Lingkungan Pesisir dan Laut, Pusat Studi Sumber Daya dan Teknologi Kelautan, Universitas Gajah Mada mengatakan, kematian ikan hiu tutul di pantai Selatan Jogja dimungkinkan karena beberapa faktor. Pertama, jenis ikan hiu tutul, termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi dan sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi.

Pada prinsipnya jalur migrasi mereka menggunakan tanda alam yang ada di laut itu sendiri dan tidak akan berubah untuk waktu lama, selama tidak ada pengaruh besar yang mengubahnya. Kedua, sebagai pemakan Plankton, hiu tutul dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu. Sehingga ada indikasi ketika mereka mengejar makanan yang keluar jalur tersebut sehingga terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim, Ikan Hiu Tutul biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan kawin untuk waktu yang lama. Sehingga mereka keluar dari jalur migrasi untuk kawin dan mereka membesarkan anak mereka. “Sehingga dimungkinkan faktor minor seperti perubahan iklim yang membuat hiu-hiu tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari jalur migrasi mereka hingga  terbawa arus ombak,” tambah Juswono.                                                                                       

Belajar dari penanganan bangkai hiu tutul di Parangkusumo dan Srandakan, sudah seharusnya kedepan pemerintah memberikan atensi penuh dan segera melakukan cara-cara mempertahankan hidup satwa yang terdampar dengan memberikan alasan yang tepat dan jelas kepada masyarakat lokal.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,