Konservasi Penyu Bantul Telah Lepasliarkan 5300 Penyu dan Tukik Dalam Satu Dasawarsa

Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) sejak terbentuk tahun 2002 sampai 2012 sudah melepasliarkan 5300 lebih Penyu dan Tukik (Anak Penyu) kembali kehabitanya. Setiap tahun FKPB yang berlokasi di pesisir Pantai Samas, bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Lembaga Swadaya Lingkungan dan elemen masyarakat melepasliarkan Peny dan Tukik berkisar antara 150 hingga 300. Di hamparan pantai ini, sering digunakan sebagai lokasi bertelur sejumlah penyu langka seperti Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Blimbing, dan Penyu Lekang.

Ketua Forum Konservasi Penyu Bantul, Rudito saat ditemui mongabay.co.id, pada Jumat, 10 Agustus 2012, mengatakan, sebelum terbentuknya FKPB, berburu telur-telur penyu di sepanjang hamparan pantai tersebut sering dilakukan oleh nelayan setempat untuk berbagai keperluan. “Namun, kami sadar akan kepunahan penyu, berkumpulnya sejumlah nelayan pantai Samas tahun 2002 bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta serta sejumlah lembaga swadaya lingkungan maka dibentuklah FKPB ini.” ungkap Rudito.

Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) diketuai oleh Rujito,51 tahun. Forum ini beranggotakan kelompok-kelompok nelayan di kawasan Pantai Samas, Bantul. Kegiatan tersibuk mereka terjadi ketika penyu mendarat dan bertelur pada bulan-bulan Juni sampai dengan September. Mereka memindahkan telur-telur penyu untuk ditanam di area tempat penetasan dan selanjutnya tukik yang telah menetas akan dipindahkan dan dipelihara ke bak pembesaran. Barulah, dalam jangka waktu tertentu tukik-tukik tersebut akan dilepaskan kembali ke laut lepas. Adapun keterlibatan masyarakat dalam pelestarian penyu di kawasan Pantai Samas ini telah diakui di tingkat nasional dengan terpilihnya Rudito sebagai Peraih penghargaan Kalpataru di tahun 2007. “Saat ini lebih dari 21 penghargaan telah diterima. Penghargaan ini semua, atas peran seluruh anggota FKPB dan masyarakat sekitar Pantai Samas dalam upaya pelestarian penyu di kawasan Pantai Samas, Bantul,” tambah Rudito.

Populasi Penyu di Indonesia setiap tahunnya semakin menurun. Kepedulian masyarakat maupun keseriusan pemerintah, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menjadi tugas bersama untuk menjadikannya satwa dilindungi ini tetap lestari.  “Kami memang kesulitan pada sektor pendanaan perawatan untuk kegiatan konservas ini, tidak ada bantuan pendanaan untuk perawatan dari pemerintah, kami selalu menggunakan dana sumbangan masyarakat atau dana pribadi. Akan tetapi, itu semua tidak masalah, karena kami tidak ingin satwa penyu hilang, dan penyu harus terus lestari” kata Rudito.

Tahun 2009, Prof. IB Windia Adnyana ahli penyu dari Universitas Udayana Bali pernah menyatakan bahwa populasi penyu di Indonesia menurun 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Menurut guru besar tersebut, jumlah populasi penyu hijau (Chelonia mydas) ditaksir mendekati angka 35 ribu ekor di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyu sisik (Eretmochelys imbricata) separuh dari jumlah populasi penyu hijau. Tahun 2012 ini populasi penyu di Indonesia diperkirakan telah berkurang hingga 50%.

Tempat penangkaran Tukik di Pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Foto: Tommy Apriando

Ada beberapa faktor penyebab turunnya populasi penyu. Berdasarkan survei yang dilakukan ProFauna Indonesia  di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Malang, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Lampung, memaparkan bahwa setidaknya 50 restoran di Indonesia menyuguhkan aneka menu daging satwa liar termasuk penyu. Selain itu, pemanfaatan telur penyu untuk dijual-belikan, kulitnya dimanfaatkan untuk dijadikan cenderamata, serta penggunaan penyu hijau yang diformalin dan diperdagangkan ke luar negeri.

Menurut Kusmardiastuti, selaku fungsional Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), DI Yogyakarta, mengatakan, memang BKSDA tidak memiliki pendanaan untuk perawatan secara langsung untuk konservasi penyu, untuk diberikan terhadap individu, badan hukum atau koperasi yang terlibat dalam konservasi penyu. “ Kami memberikan bantuan dalam bentuk seperti pembangunan kolam penangkaran atau mengeluarkan Berita Acara Pelepasliaran (BAP), karena penyu sebagai satwa dilindugi, dan itu memang sudah menjadi kewenangan kami,” Astuti menjelaskan.

Kedepan BKSDA akan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan terkait kegiatan pelepasliaran dan perawatan lokasi konservasi penyu, hal ini diharapkan dapat menjadi menjaga kelestarian satwa khususnya penyu yang merupakan satwa dilindungi dan terancam kepunahannya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,