,

Reintroduksi Orangutan Sumatera di Tengah Ancaman Deforestasi Berkelanjutan

Pada hari Minggu 12 Agustus 2012 silam,  Sumatran Orangutan Conservation Program  (SOCP) melakukan pemindahan 6 orangutan ke pusat reintroduksi yang dikelola oleh Frankfurt Zooligical Society (FZS). Menurut Manajer Stasiun Reintroduksi, Julius Siregar, “Semua orangutan tiba dengan selamat, satu diantara keenam orangutan ini adalah orangutan yang sebelumnya sudah pernah dipindahkan ke stasiun reintroduksi ini namun dikarenakan sakit orangutan tersebut harus menjalani proses penyembuhan di pusat karantina SOCP”.

Semua orangutan yang tiba di pusat reintroduksi ini adalah orangutan hasil sitaan atau serahan dari masyarakat dalam kondisi sehat serta telah melalui proses sosialisasi di pusat karantina. Setelah tiba di pusat reintroduksi orangutan akan menghuni kandang sosialiasasi yang besar selama beberapa waktu untuk memulihkan kondisinya dari proses pemindahan. Setelah itu barulah orangutan belajar beradaptasi dan bertahan hidup di hutan secara bertahap. Menurut Julius proses adaptasi ini membutuhkan waktu yang tidak dapat ditentukan, bisa berbulan-bulan atau tahunan bahkan ada orangutan yang membutuhkan waktu lima sampai enam tahun hingga dapat dilepasliarkan kembali.

Sebelum melakukan pelepasliaran semua orangutan melalui proses evaluasi terlebih dahulu dan jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa orangutan telah mampu bertahan hidup di hutan barulah orangutan tersebut dilepasliarkan dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). TNBT dipilih menjadi tempat pelepasliaran karena kondisi hutannya masih baik dan sangat mirip dengan kondisi hutan di Sumatera Utara serta daya tampung populasinya cukup besar. Setiap tiga bulan FZS melakukan pemantauan terhadap orangutan yang telah dilepasliarkan.

Saat ini populasi orangutan liar sumatera diperkirakan berjumlah 6.667 individu (PHVA 2004; Wich dkk. 2008) namun jumlah ini terus berkurang seiring dengan berkurangnya luas hutan yang menjadi habitat orangutan. Meskipun orangutan dari stasiun reintroduksi ini dilepasliarkan dalam kawasan TNBT tidak menjamin orangutan tersebut terlindungi  karena kawasan disekitar TNBT yang merupakan kawasan hutan penyangga yang memiliki nilai konservasi tinggi yang juga merupakan habitat bagi gajah dan harimau sumatera telah mengalami perambahan serta alih fungsi menjadi lahan konsesi perusahaan dan pemukiman penduduk.

Berdasarkan data dari FZS terdapat 11 perusahaan perkebunan dan tambang batubara yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBT. Kesebelas perusahaan ini hanya perusahaan yang berlokasi di daerah Kab. Tebo saja belum termasuk perusahaan yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBT yang berada di Kab. Tanjung Jabung Barat.

Tabel Tutupan Hutan di Sumatera 1985 dan 2010. Sumber Peta: WWF

Melihat kondisi kawasan yang semakin mengkhawatirkan ini mendorong beberapa LSM yang tergabung dalam Konsorsium Bukit Tigapuluh mengusulkan perluasan kawasan TNBT kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah namun hingga saat ini belum ada realisasinya. Sementara itu izin penggunaan kawasan disekitar TNBT oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan terus dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Untuk mencegah orangutan masuk kedalam kawasan konsesi perusahaan dan pemukiman penduduk serta menjaga kawasan dari praktek perambahan BKSDA Jambi dan FZS membentuk Wildlife Protection Unit (WPU). WPU bertugas melakukan patroli, menangani konflik antara orangutan dan manusia, melakukan sosialisasi dengan masyarakat serta melakukan investigasi.

Sejak berdiri pada tahun 2002 stasiun reintroduksi ini telah menerima 157 orangutan. “Ada satu orangutan yang telah dilepasliarkan mati ditembak oleh masyarakat dan hingga saat ini proses hukum bagi pelaku penembakan masih belum selesai” jelas Julius.  Dan dalam jangka waktu satu dekade sejak proyek ini dimulai telah lahir 5 orangutan yang merupakan anak dari orangutan yang telah dilepasliarkan dalam kawasan TNBT.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,