,

Kala Orangutan Menembus Gerbang Kota Pontianak

SOROT mata liar. Tingkah laku menunjukkan amarah. Dari ketinggian sekitar 17 meter, sebuah ranting kayu ditarik dan dipatahkan. Ranting itu dilemparkan ke bawah. Lalu bergelantungan lincah dari ranting ke ranting sambil buang air kecil.

Pemandangan itu terlihat selama tiga hari di Dusun Parit Wak Dongkak, Desa Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Sejak 25 Agustus 2012, warga dikejutkan kehadiran orangutan di kampung mereka. Ini kasus pertama terjadi di sebuah desa tak jauh dari gerbang Kota Pontianak.

Abduh(60), warga Desa Wajok Hilir mengaku baru kali pertama melihat orangutan liar. “Itu pun karena masuk ke kebun saya dan makan durian. Warga takut diserang, terutama ibu-ibu yang akan menoreh karet. Maka kita ramai-ramai mengusirnya,” katanya di Wajok Hilir, Sabtu(25/8/2012).

Selama beberapa hari pasca-penemuan orangutan jantan dewasa dengan sub-species Pongo pygmaeus-pygmaeus ini, terbetik kabar masih ada tiga individu lagi biasa bermain mendekati permukiman warga.

Ikhwal masuknya satwa dilindungi ke permukiman warga ini pun mendapat tanggapan berbagai pihak. Leader Project Kapuas Hulu, WWF-Indonesia Program Kalbar, Albertus Tjiu menilai, orangutan ini masuk permukiman warga lantaran ketersediaan pakan alami di habitat mereka sudah mulai habis. “Kian hari hutan habitat bagi orangutan terdegradasi. Ini yang memicu orangutan mencari kantong-kantong pakan hingga mendekati permukiman warga.”

Populasi orangutan di sejumlah titik sebaran di Kalbar menunjukkan penyusutan. Di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), Kabupaten Kapuas Hulu, populasi orangutan berdasarkan survei 2006, diperkirakan mencapai 771 – 802 individu. Angka ini mengalami penyusutan dari hasil survei 2001 menyebut, sekitar 1.000 dan 700 dijumpai di luar TNDS.

Begitupula hasil survei di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Kapuas Hulu. Survei sepanjang 2005  mendapatkan sekitar 1.030 orangutan dan masih bertahan hidup di kawasan TNBK.

Survei terakhir WWF-Indonesia Program Kalbar kerja sama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar pada Oktober 2010, di Desa Sungai Rasau, Bakau Darat, dan Anjungan, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak menyebut populasi orangutan dalam luasan 50 kilometer persegi terdapat 10 – 12 individu.

Kawasan hutan di tiga desa itu, merujuk survei merupakan sisa tutupan hutan terakhir di bagian Pantai Utara Kalbar yang masih habitat Pongo pygmaeus pygmaeus. “Dengan status hutan HP dan HPT, ancaman terhadap  kelangsungan hidup orangutan di kawasan ini sangat tinggi.”

Senada dengan E. Meijaard, HD Rijksen, dan SN Kartikasari dalam buku Di Ambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Dalam buku yang diterbitkan pada 1999 ini, penulis menjelaskan, salah satu dampak penyusutan populasi orangutan adalah konflik pemanfaatan lahan.

Konflik muncul karena berbagai penyebab rumit. Antara lain, pertumbuhan penduduk yang pesat hingga kebutuhan konsumsi meningkat. Selain itu, pasar dunia dan ideologi menuntut pertumbuhan sosial-ekonomi, adalah kekuatan penghancur hutan paling hebat di Asia Tenggara.

Permintaan kayu meroket. Disusul batubara, emas, arang kayu, dan hasil hutan non-kayu. Yang paling spektakuler saat ini lonjakan kebutuhan lahan untuk kepentingan perkebunan sawit.“Investasi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri telah menggerus segalanya. Inilah pemicu terbesar konflik manusia dengan orangutan. Apalagi, regulasi hanya indah di atas kertas. Coba lihat di lapangan, seperti apa aplikasi? Kawasan bernilai konservasi tinggi sebagai habitat satwa dilindungi pun di-HGU-kan,”  kata Agus Sutomo, Program Manajer Advokasi dan Pendidikan Lembaga Gemawan.

Sutomo menegaskan, sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan izin investasi, pemerintah tidak memiliki data konkret soal itu. “Kalau ada data akurat, berapa besaran kontribusi dari investasi itu bagi peningkatan pendapatan asli daerah yang notabene masih berkorelasi langsung dengan kesejahteraan rakyat. Ini hanya memperkaya pejabat saja.”

Data Walhi Kalbar menyebutkan, daerah di sekitar lokasi evakuasi orangutan di Desa Wajok Hilir itu sudah dikepung perkebunan sawit. Sedikitnya, ada tiga perusahaan menguasai kawasan, yakni PT Mitra Andalan Sejahtera  (PT MAS), PT Peniti Sungai Purun (PT PSP), dan PT Bumi Pratama Khatulistiwa (PT BPK).

Dari data itu PT MAS memiliki luas 13.000 hektare berlokasi di Siantan – Segedong. Izin lokasi sejak 2008 tapi belum memiliki hyak guna usaha (HGU). PT PSP menguasai areal 13.500 hektare di Anjungan, Sungai Pinyuh, dan Segedong. Pada 2009 perusahaan ini sudah menanam. Sedang PT BPK memiliki kawasan 15.000 hektare di Sungai Ambawang. Perusahaan ini beroperasi sejak 1995.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,