,

Kekeringan Landa Lahan Pertanian di Berbagai Daerah

KEMARAU panjang mulai menyebabkan kekeringan di berbagai daerah. Akibatnya, tak hanya kebakaran lahan dan hutan, sawah-sawah pun mulai kering dan terancam puso.

Di Kupang, Nusa Tenggara Timur( NTT), sawah petani di Desa Naibonat dan Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang, seluas 335 hektare tersebar di Desa Tetkolo, Airbaun, Wilakdale dan Supdale mulai dilanda kekeringan.

Aditya Loloin, petani sawah panas di Naibonat, di Kupang, Minggu(2/9/12) mengatakan, kekeringgan karena kemarau panjang. “Petani mulai rasa khawatir karena tanaman padi terancam tidak berkembang. Air Kali Oesao dan sumber air Pukdale mulai turun drastis,” katanya, seperti dikutip dari Antara.

Saat ini, sekitar 200 petani yang ikut menggarap sawah di Tetkolo Pukdale, cemas, karena debit air turun baru terjadi tahun ini. “Tahun-tahun sebelumnya debit air Pukdale Oesao tidak pernah menurun seperti saat ini.”

Sejak akhir Juli hingga Agustus, sudah ada 45 petani sawah yang membuat pengaduan ke ketua kelompok tani air karena tidak lagi mendapat pasokan air.  Solusi sementara, para petani sawah mulai sepakat menghemat air dengan membagi jadwal pendistribusian ke setiap pematang sawah.

Di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng), juga mengalami hal sama. Puluhan hektare lahan pertanian di kabupaten  ini, kekeringan akibat debit air di sembilan bendungan menyusut dan rusak.

Wardi, petani di Kecamatan Kedungwuni, Pekalongan, Sabtu(1/9/12), mengatakan, musim kemarau berkepanjangan ini telah mengakibatkan puluhan hektare sawah kekeringan dan gagal panen.

“Pada kondisi normal, petani mampu dua kali musim tanam per tahun. Akibat kekeringan, kini kami mengalami kerugian puluhan juta rupiah karena hasil panen tidak maksimal,” katanya seperti dikutip dari Antara.

Para petani sudah berusaha mendapatkan air menggunakan mesin diesel dan membuat sumur pantek, tetapi hasil tidak maksimal.

Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Pekalongan, Bambang Pramukanto mengatakan, kemarau ini mengakibatkan sumber air di pegunungan, seperti di Kecamatan Kandangserang, Lebak Barang, dan Paninggaran menyusut bahkan mengering.  Akibatnya, debit air di sembilan bendungan daerah setempat juga mengering.

“Sebanyak sembilan dari 11 bendungan sudah mengering dan hanya Bendungan Rogoselo dan Tapak Menjangan masih cukup lumayan.”

Pada kondisi normal, 11 bendungan itu mampu mengairi sekitar 260 hektare lahan pertanian.”Akibat kemarau kini 70 persen tanaman padi terancam kekeringan,” ujar dia.

Banjanegara juga sama. Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Dwi Atmadji menyebutkan, sekitar 33 hektare tanaman padi di Desa Majatengah, Kecamatan Banjarmangu, terancam mati akibat kekeringan.

Hingga minggu pertama Agustus, luas sawah yang terancam kekeringan mencapai 202 hektare, tersebar di beberapa kecamatan, antara lain Susukan, Mandiraja, Banjarmangu, Punggelan, Pandanarum, dan Kalibening.  “Dari luasan ini, sekitar 33 hektare tanaman padi di Desa Majatengah, Kecamatan Banjarmangu, sulit diselamatkan,” katanya di Banjarnegara,

Kondisi ini, disebabkan usia tanaman di Desa Majatengah masih di bawah 60 hari setelah tanam. Selain itu, di sana sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan untuk pengairan. “Di samping karena kurang patuh pada pola dan jadwal tanam, kondisi ini terjadi akibat terlalu cepat susut air irigasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kalau di lokasi lain masih bisa diselamatkan dengan pompanisasi.”

Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan (Dintankannak) sudah berulang kali mengimbau petani terutama di wilayah rawan kekeringan untuk memerhatikan pola tanam padi-padi-palawija.

Di Cianjur, Jawa Barat (Jabar), ratusan petani juga mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah akibat kemarau panjang sejak satu bulan terakhir. Ratusan hektare pesawahan baru tanam di wilayah  ini mengering dan mati. Areal yang belum ditanami mulai retak-retak, hingga tidak dapat ditanami.

Dikutip dari Antara, ratusan hektare pesawahan di Desa Sindang Raja, Kecamatan Sukaluyu, terpaksa ditunda ditanami karena petani di wilayah kesulitan mendapatkan air.

Biasa, seluas 300 hektare itu ditanami berbagai jenis padi, termasuk pandan wangi. Sejak debit air di sungai yang membentang berkurang menyebabkan petani berhenti mengarap sawah.

“Mau ditanami apa kalau air tidak ada. Air sungai yang selama ini kami andalkan untuk menyirami tanaman terus berkurang dan nyaris mengering. Kami mengalami kerugian hingga puluhan juta,” kata Hamid, petani di desa itu.

Kemarau kali ini, terparah sepanjang sejarah dia mengarap sawah yang telah puluhan tahun. Dulu, setiap musim kemarau pesawahan masih dapat ditanami palawija, meskipun sulit mendapatkan air.

Hal sama dialami ratusan petani lain di Kecamatan Karang Tengah, Warungkondang dan Gekbrong. Petani mengaku kesulitan mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari dan mengairi sawah.

Mereka berharap Pemkab Cianjur, segera mencarikan solusi agar ratusan hektare pesawahan, dapat terairi dengan menata ulang saluran irigasi yang sebagian besar rusak dan hancur akibat faktor alam.

Wakil Bupati Cianjur, Suranto, membenarkan kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah Cianjur itu. Bahkan, berjanji mencarikan solusi bagi masyarakat yang sebagian besar hidup dari hasil pertanian.

Untuk mendapatkan peta dalam ukuran sebenarnya, bisa mendownload peta di sini.

Di Subang, Jawa Barat (Jabar), kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Subang mengalami peningkatan di banding periode sebelumnya.

Dari Dinas Pertanian (Distan) Subang, kekeringan pada 16-31 Juli lalu seluas 1.485 hektare dengan usia tanaman dari 1-60 hari ke atas. Jika dibandingkan pada periode lalu, terjadi peningkatan 129 hektare.

Kepala Bidang Produksi dan Perlindungan Pertanaman Distan Asep Heryana mengatakan, kekeringan kriteria ringan 518 hektare, sedang 453 hektare, berat 378 hektare dan puso seluas 136 hektare.  “Kalau ditotalkan kekeringan di Subang 1.485 hektare,” katanya seperti dikutip dari Inilah.com, Kamis (30/8/2012).

Asep menuturkan, sementara jumlah dengan status terancam 3.571 hektare. Kriteria terancam itu, adalah areal pertanian yang tidak mendapatkan air lebih dari dua minggu.

Kendati begitu, jika dilihat dari total area pertanian di Subang, sekitar 82.294 hektae hanya sekitar 1,8 persen. “Dari total kekeringan itu, daerah Pagaden Barat adalah daerah terbesar kekeringan, atau 712 hektare. Ini imbas bendungan Leuwinangka, di Dawuan, jebol.”

Di Kabupaten Bandung, kekeringan pesawahan makin meluas. Hingga 30 Agustus, luas lahan yang kekeringan mencapai 726 hektare dari total 35.000 hektare.

“Berdasarkan pencatatan pada Juni lalu lahan yang kekeringan baru 308 hektare. Data terakhir pada 30 Agustus lalu bertambah menjadi 726 hektare,” kata Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Dispertanhutbun) Kabupaten Bandung Tisna Umaran, Jumat (31/8/2012), seperti dikutip dari Inilah.com.

Dari 726 hektare ini, kondisi mulai dari kekeringan ringan, sedang, berat, hingga puso. Keberadaan lahan pesawahan yang mengalami kekeringan ini, di 19 kecamatan di Kabupaten Bandung. Kecamatan itu,  antara lain, Kecamatan Banjaran, Baleendah, Dayeuhkolot, Soreang, Katapang, Kutawaringin, Majalaya, Solokan Jeruk, Cicalengka, Paseh, Cikancung dan beberapa kecamatan lain.

Kondisi tanaman padi yang terkena kekeringan ini, rata-rata memiliki masa tanam (MT) antara dua sampai tiga bulan. Padahal, mencapai kematangan hingga siap penen, padi memerlukan usai sampai empat bulan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Marlan menjelaskan, kerugian kekeringan saat ini mencapai Rp11 miliar lebih. Angka ini akan diajukan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Di Jabar, musim kering Januari-Juli 2012, luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan mencapai 38.111 hektare. Dari luas itu, lahan pertanian yang mengalami gagal panen atau puso 2.345 hektare.

“Untuk lahan pertanian yang kekeringan ringan 16.923 hektare, sedang 9.393 hektare, serta berat 9.451 hektare. Yang puso 2.345 hektare,” kata Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jabar, Uneef Primadi, awal Agustus lalu dikutip dari Antara.

Sukabumi, daerah paling luas mengalami kekeringan yaitu 7.553 hektare. “Biasa yang terparah adalah kawasan Pantura seperti Indramayu. Tahun ini, Indramayu ada di peringkat kedua 7.345 hektare, disusul Ciamis 5.049 hektare.”

Untuk luas puso, Sukabumi menempati urutan pertama 988 hektare, diikuti Ciamis (399), Kuningan (389), Subang (136), Cirebon (109), Cianjur (91), dan Majalengka (82). Lalu, Garut (77), Tasikmalaya (26), Sumedang (26), serta Purwakarta (22). “Musim kemarau tahun ini juga akan mengancam kekeringan sekitar 59.181 hektare lahan pertanian tersebar di 17 kabupaten dan tiga kota di Jabar,” ujar dia.

Primadi menuturkan, kekeringan itu mengakibatkan waktu pola tanam dan tidak teratur berujung pada tidak tersedia tanaman.

Untuk mendapatkan peta dalam ukuran sebenarnya, bisa mendownload peta di sini

Untuk mengantisipasi kekeringan ini, Jabar mengalokasikan dana Rp15 miliar. “Ini untuk penanggulangan bencana kekeringan pada musim kemarau tahun 2012,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Sigit Ujuwalaprana di Bandung, seperti dikutip Antara.

Jabar, sudah menetapkan status siaga bencana kekeringan sejak beberapa waktu lalu, termasuk menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan. Anggaran itu siap digelontorkan bila diperlukan seperti penyediaan air bersih maupun penanganan kekeringan lahan pertanian.

BPBD Jabar memetakan 14 kabupaten rawan kekeringan antara lain Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Subang, Garut, Bandung Raya, Tasikmalaya, Cirebon, Majalengka, Indramayu dan Ciamis.

“Empat belas kabupaten itu memiliki kerawanan kekeringan di musik kemarau, dan saat ini sudah terjadi, terutama di lahan pertanian dimana sebagian sudah tidak bisa lagi menanam padi,” katanya.

BPBD dan pemerintah kabupaten/kota akan membangun fasilitas sumber air minum di lokasi yang masih memungkinkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,