Kala Komunitas Preman Menjaga Reptil di Papua

SEJAK beberapa bulan ini, setiap Minggu, di Pantai Dok II, Jayapura, ada pertunjukan gratis reptil dari ular, sampai soa-soa. Ternyata ini tak asal pertunjukan. Ini sekaligus  ajang sosialisasi kepada masyarakat agar jangan memusuhi ular. Kegiatan ini,  satu upaya  penyelamatan reptil dari komunitas Preman.

Pantai ini, persis di depan kantor Gubernur Papua. Kawasan strategis, di jantung Kota Jayapura, yang menjadi pusat keramaian warga.  Sosialisasi tiap pukul 15.00–18.00. “Show sekaligus sosialisasi itu agar masyarakat tahu ular itu tidak jahat seperti anggapan mereka selama ini. Ular itu tidak selamanya menjadi ancaman,” kata Harjuki, pendiri Komunitas Papua Reptil Mania (Preman) Jayapura, akhir Agustus 2012. Alamat mereka di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara, Jayapura.

Cikal bakal komunitas ini berawal saat Harjuki mendapatkan phyton dari rekan di Jawa Tengah. Phyton ini dipelihara. Tetangga dan beberapa rekan mengetahui. Saat beberapa pecinta reptil mendengar cerita itu, salah satunya, Wisnu menemui Harjuki.  Mereka diskusi panjang soal kecintaan pada reptil terutama ular berkaki empat. Wisnu dan beberapa rekan ingin memeliharanya.

Mereka prihatin, ular menjadi musuh warga. Mereka kerab dibunuh dan dibuang di jalan. Mereka ingin menyelamatkan ular-ular itu. Harjuki menganjurkan, perlu ada wadah perlindungan flora dan fauna, lebih khusus menyelamatkan ular-ular asal Papua.

Pada Februai 2012, beberapa pecinta reptil bersama Harjuki menyepakati komunitas ini. “Daripada terpencar-pencar kita membentuk satu komunitas pecinta reptil.”  Tujuannya, saling berbagi tahu tentang penyakit yang diderita ular, sampai bagaimana orang bisa cinta reptil hingga tidak lagi dimusuhi.

Awal berdiri, anggota empat orang. Kini, komunitas Preman ada 15 orang. Masing-masing anggota wajib memiliki dua sampai tiga ekor ular atau buaya.  Harjuki memiliki satu phyton berusia tujuh tahun, satu buaya dari Mambermo, satu patola biasa dan satu anak soa-soa.

Sang pawang, begitu julukan Harjuki, menjelaskan, tidak selamanya ular berbisa, tidak semua mematikan, tak semua membahayakan warga. “Si ular berbisa ketika habis memakan. Setelah makan bangkai, sehari, dua hari terusik oleh manusia dia mengambil tindakan menggigit,” ujar dia.

Ular kaki empat, kebanyakan tidak berbisa hingga masyarakat diharapkan tak lagi memburu dan membunuhnya. Jika menemukan ular diharapkan ditangkap dengan baik lalu diserahkan kepada komunitas Preman untuk dipelihara. Jika tak bisa menangkap bisa menghubungi Preman.

Ular menggigit manusia karena merasa terancam. Menggigit sebagai bentuk perlindungan diri. “Supaya kita sama-sama tidak membunuh atau tidak mengancam harus disayangi layaknya ia hidup dialam bebas.”

Sejak kahadiran Preman sampai saat ini ada 20 ular beragam jenis dipelihara, mayoritas patola biasa dan klastro. Jenis lain, phyton letik, moluk drap, boiga, albertisijoa, biawak dan soa-soa. “Rata-rata ular-ular itu didapat dari warga.”  “Kadang warga yang tau komunitas kami, ketika mereka menemukan ular yang memakan ayam, ditangkap lalu bawa ke kami untuk pelihara.”

Jika mereka mengantar ular, biasa diberi ongkos Rp10.000- Rp50.000. Biaya ini, bukan membayar tapi menghargai jasa mereka sudah rela mengantarkan. “Preman bersedia 24 jam dihubungi masyarakat yang menemukan ular atau reptil apapun,” katanya.

Seorang anak di APO sedang menggantung patola biasa di lehernya. Foto: Musa Abubar

Harjuki menilai, tindakan Preman secara tak langsung membantu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Sebab, selama ini, pemerintah terkesan banyak berbicara namun sedikit bekerja. Bahkan, tak ada tindakan dalam penyelamatan ular.

Akbar salah satu anggota Preman melakoni cara pemeliharaan ular dari Harjuki. Dia membeli tiga baskom plastik bertutup warna putih berukuruan panjang untuk memasukkan tiga ular miliknya.

Akbar mencintai reptile terutama ular berkaki empat khusus spesies Papua karena unik. “Saya kalau lewat di jalanan sering melihat ular dibunuh lalu dibuang.” Ular patola biasa dan klastro di hutan Papua, kulit mirip batik. Unik. Berbeda dengan ular-ular lain.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,