Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung

Menyusul keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan yang mengabulkan gugatan banding Walhi Aceh terhadap Gubernur Aceh dan PT Kalista Alam untuk mencabut izin usaha perkebunan PT Kalista Alam di Nagan Raya seluas 1.605 hektar, kini Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa meminta Pemerintah Propinsi Aceh untuk menjadikan kawasan hutan Rawa Tripa dijadikan kawasan lindung secara formal lewat perangkat aturan hukum formal.

Seperti dilaporkan oleh Analisa Daily, Keputusan ini juga menjadi bukti bahwa penegakan hukum atas upaya penyelamatan lingkungan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Untuk itu, TKPRT meminta kepada Gubernur Aceh untuk sesegera mungkin mencabut Izin Usaha Perkebunan kepada PT Kalista Alam di kawasan Rawa Tripa.

“Kami juga mengharapkan Gubernur Aceh dapat segera mengevaluasi seluruh izin-izin usaha perkebunan perusahaan di kawasan Rawa Tripa yang banyak bermasalah,” tambah Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar.

Apalagi Tim Kerja Kajian dan Penegakan Hukum Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, yang berada dibawah UKP4, lanjut TM Zulfikar, telah menyatakan Rawa Tripa adalah wilayah lahan gambut yang tercakup dalam Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru di Aceh.

“Wilayah rawa gambut rentan terbakar bila dikeringkan, sehingga untuk menjaganya adalah mewujudkan cita-cita pembangunan menekan laju emisi gas rumah kaca hingga 41 persen,” ujar Zulfikar.

Menurut beritasatu.com kawasan hutan gambut ini telah mengalami deforestasi lebih dari 50% dari total keseluruhan lahan akibat pembukaan perkebunan sawit. Total lahan gambut rawa tripa yang berada di dua kabupaten  yaitu Aceh Barat Daya dan Nagan Raya seluas 61.803 hektare.

Orangutan Sumatera, salah satu penghuni Rawa Tripa yang kian terdesak akibat hilangnya habitat mereka. Foto: Rhett A. Butler

Rawa Tripa memiliki fungsi sebagai kawasan penyerap air, daerah penyangga (buffer) untuk melindungi daerah sekitarnya dari bencana, tempat tinggal manusia dan aneka satwa serta pengendali iklim mikro. Karena itu TKPRT meminta Pemprov Aceh segera mencabut seluruh izin yang dimiliki perusahaan yang mengeskplorasi kawasan hutan gambut tersebut.

Sementara itu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Krueng Aceh, siap mendukung Pemerintah Aceh jika berkeinginan mengembalikan hutan yang tersisa seluas 16.000 hektare di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya provinsi itu.

“Kami siap mendukung jika memang Pemerintah Aceh berkeinginan mengembalikan kawasan hutan yang tersisa di Rawa Tripa,” kata Kepala BP DAS Krueng Aceh, Abubakar Cekmad di Banda Aceh, kepada theglobejournal.com.

Restorasi, tambah Abubakar, adalah upaya untuk menjadikan kembali kawasan Rawa Tripa sebagai hutan gambut sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan hidup di masa mendatang. “Restorasi kembali hutan gambut Rawa Tripa dengan penanaman hutan rawa seperti pohon ara,” kata Abubakar Cekmad menjelaskan.

Peta wilayah Rawa Tripa. Klik untuk memperbesar peta. Peta: WWF Aceh

Aktivis lingkungan setempat menyatakan bahwa kebakaran yang terjadi di Rawa Tripa disulut oleh perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut, dan kini mengancam sekitar 200 orangutan yang hidup di wilayah ini.  Rawa Tripa adalah salah hutan gambut dengan kepadatan orangutan tertinggi di dunia. Sebelum dihancurkan, tak kurang dari 3000 ekor orangutan hidup di wilayah ini. Kini di seluruh Sumatera, diperkirakan hanya tinggal 7000 ekor orangutan, yang terus berkurang akibat dampak langsung penebangan hutan primer untuk keperluan pembukaan perkebunan sawit di Sumatera.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,