, ,

Kepak Sayap Enggang: Banyak Kebakaran Lahan dan Hutan di Kalteng

PERJALANAN Tim Kepak Sayap Enggang-Mata Harimau, berlanjut di Kalimantan Tengah (Kalteng). Di sepanjang perjalanan mereka banyak menemui kebakaran hutan dan lahan gambut, baik di kebun sawit maupun kawasan pertambangan.

Juru bicara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Tumpak Winmark Hutabarat Jumat(21/9/12) mengatakan, saat tim di Kabupaten Pulang Pisau, di sepanjang daerah ini ada pembakaran hutan. “Suhu sampai 42 derajat celcius. Kabut asap pekat menyelimuti. Begitu juga di Palangkaraya ,” katanya kepada Mongabay.

Kala berada di Pasar Palma, Kalteng, hawa panas dari pembakaran hutan dan lahan sudah terasa. “Di sana ada land clearing dengan pembakaran di kebun sawit dan aktivitas pertambangan,” ujar dia.

Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Indonesia.
Foto: Greenpeace

Begitu juga saat di Desa Dayu, Barito Timur, Kalteng, masyarakat terancam pembakaran lahan untuk pembukaan pertambangan batubara. Batubara ini akan mengaliri sungai tampak. Ada satu lubang eksplorasi di sana, limbah langsung masuk ke sungai. “Padahal sungai ini sumber air minum dan sumber mandi masyarakat. Di bawah sungai tampak ada ratusan hektare sawah. Ini ancaman bagi mereka.”

Kini, warga mengaku sulit mencari buah-buahan, kayu manis maupun menoreh karet. Bahkan, saat pembersihan lahan itu, ada pemukiman masyarakat yang digusur oleh perusahaan.

Di perjalanan menuju Barito Selatan, Kalteng, tim sempat  juga bertemu truk yang membawa kayu log (logging). Tim menyetop dan berinteraksi dengan sopir. “Gelondongan-gelondongan kayu sangat besar, satu log, mungkin tiga orang berpengangan tangan baru cukup memeluknya.”

Pada Jumat(21/9/12), di Desa Sampangen, Kabupaten Katingan, Kalteng, mereka melihat ada penggalian kanal di lahan gambut sepanjang sekitar sembilan km. Ada galian sedalam tujuh meter. Terjadi penggundulan hutan untuk membangun kanal ini. “Kanal ini tembus sampai ke Taman Nasional Sebangau,”  kata Tumpak.

Dalam perjalanan ini,  kata Tumpak, tim ingin melihat kawasan hutan yang masuk moratorium. “Fakta lapangan memperlihatkan bagaimana salah satu daerah masuk kawasan moratorium masih tetap terjadi pembakaran dan deforestasi. Moratorium tak efektif di Kalteng.”

Seorang tim Mata Harimau berjalan menyaksikan kebakaran lahan gambut yang terjadi Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Greenpeace
Tim Kepak Sayap Enggang tiba di lokasi perkebunan sawit perusahaan, dimana lahan di atas gambut di Desa Dayu, Barito Timur, Kalteng. Foto: Walhi

Sebelum itu, di  Palangkaraya, Kalteng, di Pasar Palma, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota itu, mereka disambut acara adat. Lalu, Kamis(20/9/12), upacara pelepasan di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Achmad Diran, Wakil Gubernur Kalteng resmi menyambut kedatangan tim sekaligus melepas kepergian untuk melanjutkan etape  Palangkaraya-Pontianak.

Penyambutan tim dimeriahkan penampilan Navicula Band, band rock independen asal Bali yang sejak tahun lalu ikut berkampanye soal penyelamatan harimau dan habitatnya.

“Ini kebanggaan bagi kami, menjadi bagian dalam tim untuk ikut menyusuri dan melihat langsung kondisi hutan terkini di Indonesia, khusus Kalimantan,”  kata Robby, vokalis Navicula Band.

“Kami akan menggantikan dan meneruskan perjuangan teman-teman Walhi Kalsel dalam tur ini,  untuk terus menyuarakan penyelamatan lingkungan dalam mewujudkan keadilan ekologis bagi masyarakat lokal khusus di Kalteng,” kata Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, dalam rilis kepada media, Kamis(20/9/12).

Di Kalteng, ada lahan eks proyek gambut sejuta hektare (PLG) yang dihentikan pemerintah pusat tahun 1999, menyebabkan sebagian kawasan rusak. Kawasan  ini memiliki luas 1,4 juta hektare, tersebar di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya. Sebagian kawasan itu dijadikan permukiman transmigran.

Degradasi hutan di Kalimantan, terus terjadi. Secara umum, tahun 1985, hutan di Kalimantan 39,9 juta hektare, data 2010, luasan hutan tersisa tinggal 25,5 juta hektare. Dalam 25 tahun terakhir, hutan Kalimantan berkurang 14,5 juta hektare, termasuk lahan gambut. “Moratorium harus mampu mewujudkan tata kelola hutan yang baik hingga moratorium harus diterapkan berbasis capaian,” kata Juru Kampanye Greenpeace, Zulfahmi.

Tim Kepak Sayap Enggang-Mata Harimau menyaksikan kebakaran lahan gambutdi Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Greenpace
Truk Logging yang ditemukan tim di perjalanan menuju Barito Selatan. Foto: Walhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,