,

Masuk Kalbar, Tujuh Enggang Gading Sambut Tim dan Navicula Band

TIM  Kepak Sayap Enggang -Mata Harimau memasuki wilayah Kalimantan Barat (Kalbar)  pada hari ke 11 perjalanan kampanye penyelamatan hutan di tiga provinsi di bumi Borneo ini.  Di Pegunungan  Muller Suwahner, sesaat setelah keluar dari Kalimantan Tengah (Kalteng), mereka melihat tujuh enggang gading. Itu kali pertama melihat burung maskot daerah ini, setelah menempuh perjalanan mengitari Kalimantan sepanjang 2.500 kilometer (km).

“Kehadiran tujuh burung enggang di dekat kemah tim mengobati keputusasaan mencari habitat mereka yang telah hancur dan kian terancam,” kata Nordin, Direktur Save Our Borneo, dalam rilis kepada media, Selasa(25/9/12).

Tim tur termasuk personil band Navicula terus menyusuri jalan trans Kalimantan sepanjang akhir pekan kemarin menuju perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalbar di ujung Kabupaten Lamandau.

“Ketika kami memasuki wilayah Lamandau yang terlihat hanya lautan sawit. Dan di depan kami berhenti untuk menjadi saksi hutan yang baru saja dihancurkan untuk dijadikan kebun sawit. Ini bukan persoalan memenuhi kebutuhan lagi tapi sudah merupakan keserakahan yang membabat semua keindahan hutan,” kata Robi, vokalis band Navicula.

Aktivis Greenpeace menyaksikan sebuah kanal yang baru dibangun di hutan lahan gambut yang berada di dalam moratorium, di Kalimantan Tengah. Kanal ini dibangun dari aliran sungai Katingan langsung ke Taman Nasional Sebangau. Foto: Greenpeace

Menjelang malam tim disambut masyarakat Desa Kudangan dengan tarian tradisional adat Dayak dan mengadakan dialog serta tari-tarian. Setelah itu, tim melanjutkan perjalanan ke perbatasan untuk berkemah. Nordin mengatakan,  sepanjang perjalanan ini, banyak hutan yang dulu habitat enggang menjadi perkebunan skala besar dan menggusur burung maskot Kalimantan ini hingga ke pegunungan .

Di perbatasan, di pegunungan Muller Suwahner akhirnya kami melihat kehadiran tujuh burung enggang sesaat tim keluar dari Kalteng. Habitat enggang masih tersisa meski terancam.” Meskipun kerusakan hutan terus terjadi di saat moratorium pemberian izin, masih ada hutan bagus tersisa namun terancam.

“Mempertahankan hutan tersisa penting bagi penyelamatan habitat satwa dilindungi seperti enggang namun peninjauan kembali izin-izin yang diberikan yang menimbulkan konflik di masyarakat sangat penting,” kata Zulfahmi, Kepala Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Sebelum itu,  pada hari ke-10, Tim Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau Seri Kalimantan yang terdiri dari Greenpeace, Walhi, SOB, YBB, Pokker SHK, SHI, dan Navicula, sampai dipinggir Danau Sembuluh di Desa Bangkal, salah satu desa tertua di Kalteng.

Di desa ini masih kental adat Dayak. Desa ini di antara desa yang terancam karena dikelilingi sembilan perusahaan sawit. Danau Sembuluh, sumber utama mata pencaharian perekonomian dan ketersediaan air warga, tercemar.

Arie Rompas, Direktur Walhi Kalteng mengatakan, Danau Sembuluh merupakan populasi ikan air tawar terbesar di Kalteng sudah terancam operasi perusahaan sawit. “Kami mendesak pemerintah meninjau kembali izin-izin perusahaan sawit yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan menghancurkan sumber kehidupan masyarakat sedikitnya di tujuh desa,” ujar dia.

Perusahaan itu antara lain, PT Best Agro Internasional, Wilmar dan Astra Agro. Best Agro International merupakan perusahaan sawit dan membangun kebun di lahan gambut dalam di Kabupaten Pulang Pisau.

Bukan hanya di tujuh desa di sekitar danau, konflik masyarakat dengan perusahaan sawit juga terjadi di Desa Biru Maju. Hingga kemarin, warga masih menduduki kawasan dan menuntut penyelesaian sengketa lahan yang menyebabkan penahanan dua pimpinan pemerintah desa.

Purnomo, kepala desa  mengatakan, konflik sudah terjadi sejak 2003. Warga sudah mencoba berunding dan bertemu langsung dengan pimpinan perusahaan PT Buana Agro Sejahtera. “Kami juga meminta pemerintah menyelesaikan. Tapi tidak ada solusi. Justru dalam proses ini, kami malah dikriminalisasi. Kami ingin hak kami dikembalikan.”

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, di Jakarta, Selasa(25/9/12) mengatakan, dengan tur ini dapat melihat gambaran alam Kalimantan. Contoh di Kalteng, saat, daerah ini masuk program REDD,  tetapi investasi masif terjadi.

Perjalanan ini juga memperlihatkan, kerusakan lingkungan paralel dengan perubahan sosial masyarakat. Dengan tur ini, ingin mengajak publik kondisi alam dengan cara lain. “Harapannya, tur serupa bisa dilakukan di daerah lain seperti Sulawesi dan Papua, yang banyak terancam tambang dan kebun sawit.”

Arifin Saleh, Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengungkapkan, kawasan hutan adat merupakan bagian tak terpisahkan dari siklus komunitas adat. “Penghancuran hutan adat oleh perusahaan tak hanya merusak eksositem, juga menghilangkan budaya, dan kearifan masyarakat dalam mengelola hutan. “

Forest Patrol

Masih satu rangkaian dengan tur, Selasa(25/9/12), Greenpeace memperkenalkan situs Forest Patrol Mata Harimau. Situs ini memungkinkan pengawalan real time (langsung) hutan Indonesia.

Kiki Taufik, GIS Specialist Greenpeace mengatakan, ke depan lewat situs ini orang bisa melihat kondisi terkini hutan Indonesia. Bahkan, masyarakat bisa memberikan data atau informasi seputar hutan ke situs ini. “Mekanisme verifikasi data sedang kami susun. Jika sudah terbangun, semua orang bisa menjadi penjaga hutan dengan cara membagi bukti-bukti baik foto, maupun video ke situs ini.”

Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace berharap, nantinya, situs ini bisa menjadi informasi hutan  dari masyarakat sipil yang terintegrasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,