Laporan UNEP: Indonesia Salah Satu Sarang Kejahatan Terorganisir Illegal Logging

Kejahatan terorganisir adalah petaka dibalik gundulnya hutan dan maraknya perdagangan kayu ilegal di berbagai belahan dunia. Terutama daerah yang kaya akan sumber daya kayu dari hutan alam terbaik seperti di hutan tropis Asia Tenggara, hutan tropis Amazon dan Afrika Tengah. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang dirilis oleh United Nations Environment Programme (UNEP) berjudul Green Carbon, Black Trade.

Dalam laporan UNEP bersama Interpol ini juga terungkap bahwa antara 50 hingga 90% penebangan liar dunia dilakukan oleh kejahatan terorganisir, dan bernilai antara 30 hingga 100 miliar dollar Amerika per tahun. Jumlah ini, adalah sekitar 15 hingga 30% dari total perdagangan kayu dunia. Target utama perdagangan kayu ini adalah Cina, Jepang Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Dalam laporan ini juga diungkapkan, faktor internal di negara-negara penghasil kayu dunia juga berkontrbusi signifikan dalam penggundulan hutan mereka. Pecahnya konflik, praktek korupsi, pemerintahan yang tersentralisasi dan lemahnya penegakan hukum adalah beberapa faktor utama. Hal ini digabungkan dengan cara-cara baru yang dilakukan oleh para penebang liar, yaitu dengan menyuap pejabat dengan menggunakan berbagai teknologi terkini, diantaranya meretas situs pemerintah untuk mendapatkan izin.

Bahkan, kejahatan terorganisir ini juga melakukan praktek pembunuhan, kekerasan, ancaman dan mengacaukan orang-orang asli yang tinggal di sekitar hutan. Para penjahat juga melakukan berbagai taktik lapangan yang cukup maju, diantaranya menyamarkan penebangan liar melalui jaringan perkebunan kelapa sawit dan pengolahan, hingga memindahkan aktivitas penebangan antar wilayah hingga antar-negara untuk menghindari regulasi dan undang-undang setempat.

Penyebab terjadinya Pembalakan liar, kasus Indonesia. Grafis: Laporan UNEP/Interpol ‘Green Carbon, Black Trade’.

Praktek kejahatan terorganisir ini menyebabkan deforestasi yang parah di beberapa negara kunci, diantaranya Brasil, Indonesia, Uganda dan Republik Demokratik Kongo, yang menyebabkan emisi karbon sekitar 17% akibat ulah manusia. Angka emisi ini bahkan lebih tinggi dari seluruh emisi kapal, pesawat terbang dan transportasi darat di seluruh dunia jika digabungkan menjadi satu.

Salah satu upaya terbaik  dan paling efektif untuk menekan emisi global adalah dengan cara menekan deforestasi terutama penebangan liar, tambah laporan ini.

Namun bisnis kejahatan kehutanan ini memang menguntungkan bagi pelakunya. Tingkat keuntungan yang bisa diraih dari bisnis gelap ini bahkan mencapai 5 hingga 10 kali lebih besar dibanding kayu yang resmi, itu pun sudah dipotong untuk membayar polisi yang korup dan penegak hukum. Dalam banyak kasus, aparat pemerintah, penegak hukum dan warga  menjadi bagian dari kejahatan terorganisir ini.

Salah satu potret pembalakan liar di Indonesia. Foto: Laporan UNEP/Interpol ‘Green Carbon, Black Trade’.

Di Indonesia, jumlah kayu yang dipanen melalui izin perkebunan meningkat drastis, dari 3.7 juta meter kubik di tahun 2000 menjadi sekitar 22 juta meter kubik tahun 2008. Ironisnya, kurang dari setengah perkebunan itu yang masih bertahan hingga kini.

Praktek kejahatan ini terus bertahan, karena permintaan dari negara pembeli juga terus meningkat, terutama di Cina, yang diperkirakan akan meningkat duakali lipat di tahun 2020.

Untuk menangkal berbagai kasus kejahatan terorganisir ini, Interpol dan UNEP menjalankan program LEAF (Law Enforcement Assistance for Forest). Mereka akan menangkap jaringan kejahatan ini mulai dari pelaku di tingkat internasional hingga tingkat lokal. Mereka juga akan menjalankan pelatihan bagi negara-negara anggota Interpol untuk melakukan pengintaian dan membangun hukum nasional yang kuat untuk menjerat para pelaku kejahatan kehutanan, juga untuk memenuhi komitmen internasional untuk menekan deforestasi melalui skema REDD.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,