, ,

Tur Kepak Sayap Enggang: Selamatkan Hutan, Lanjutkan Moratorium

TUR Kepak Sayap Enggang-Mata Harimau Seri Kalimantan, resmi ditutup, Sabtu(29/2012) di Rumah Betang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Penutupan diikuti serangkaian kegiatan kesenian dan ritual adat serta penandatanganan spanduk peduli hutan oleh sejumlah aktivis dan masyarakat yang datang dalam kegiatan ini.

Selama 14 hari tur, sejak di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, berakhir di Kalimantan Barat banyak ditemukan  deforestasi oleh perusahaan ekstraktif tambang, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Sisi lain, ada upaya kolektif komunitas masyarakat adat menjaga hutan demi keseimbangan ekologis dan kehidupan.

Mereka mendesak pemerintah Indonesia menghentikan deforestasi yang masih massif terjadi dengan melanjutkan moratorium hutan.  Anton P Wijaya Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, mengatakan, tim menyaksikan bagaimana hutan dan gambut Kalbar  dihancurkan perkebunan sawit dan HTI.

“Hutan di lereng-lereng bukit ditebang yang merusak hulu sungai sebagai sumber air bersih warga pedesaan di Marau, Ketapang. Hamparan gambut di Kuala Labai, Ketapang juga dihancurkan dengan membuat kanal-kanal yang akan melepas karbon dioksida penyebab pemanasan global,” katanya, di Pontianak, Sabtu(29/9/12).

Tur ini, sebagai bagian upaya penyelamatan hutan Kalimantan juga Indonesia. “Harapannya mengajak seluruh elemen masyarakat mau dan terlibat dalam gerakan penyelamatan hutan, penyelamatan lingkungan hidup Indonesia demi pembangunan kesejahteraan bersama. Selamatkan hutan Indonesia, hutan kita. Pulihkan Indonesia.”

Hegar W Hidayat Direktur Eksekutif  Walhi Kalsel, mengungkapkan, situasi hutan Kalsel sangat memprihatinkan. Dari 1,8 juta hektare kawasan hutan, Walhi memperkirakan hanya 350 ribu hektare tersisa, sebagian besar di Pegunungan Meratus.

“Industri ektstraktif batubara, ekspansi sawit dan HTI menjadi sumber perusakan kualitas dan kuantitas hutan di Kalsel. Ini membuktikan pemerintah gagal mengelola sumber daya alam. Hutan merosot berjalan linier dengan konflik dan penderitaan rakyat akibat bencana ekologis dengan frekuensi makin meningkat.”

Arie Rompas, Direktur Eksekutif  Walhi Kalteng menambahkan, ‎eksploitasi sumberdaya alam seperti tambang, kebun sawit dan HTI menimbulkan konflik, pencemaran lingkungan dan bencana ekologi. “Kekeringan, banjir dan kebakaran hutan, gambut serta mengakibatkan kerugian negara dan biaya pemulihan ekologi,” ujar dia.

Moratorium penting dilanjutkan, dengan perbaikan tata kelola kehutanan, melindungi kawasan ekologi penting, menyelesaikan konflik dan pengakuan wilayah kelola rakyat.

Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, moratorium hutan yang berakhir 2013 harus dilanjutkan. “Jangan dibatasi waktu karena jangka waktu dua tahun belum mampu menghentikan deforestasi.” Moratorium, harus mampu menyelamatkan hutan-hutan kaya keragaman hayati yang kini diperebutkan perusahaan untuk memperoleh hak konsesi.

Seorang pemangkut adat Dayak, ritual doa-doa menutup kegiatan Tur Kepak Sayap Enggang-Mata Harimau, di Kota Pontianak, Kalbar. Foto: Walhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,