,

Konservasi Penyu Kili-Kili: Bukti Cinta Warga Pesisir Trenggalek Jaga Penyu Indonesia

Kini masyarakat Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek boleh berbangga hati, dengan kesadaran baru untuk berbagi kehidupan dengan penyu-penyu di pantai sekitar mereka. Sebelumnya daging dan telur penyu menjadi salah satu sumber protein hewani yang dicari masyarakat sekitar pantai.

Kesadaran masyarakat ini bermula dari keikutsertaan mereka dalam workshop tentang konservasi biota laut yang diselenggarakan Departemen Kelautan dan Perikanan di Surabaya pada Mei tahun lalu. Lalu dibentuklah Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Penyu di Pantai Kili-Kili, Desa Wonocoyo, dengan anggota mayoritas  para penangkap dan pengambil telur penyu.

Penyu sisik di konservasi penyu Pantai Kili-Kili. Foto: Dhenok Hastuti

Pada penangkaran awal mereka berhasil menetaskan sekitar 500 telur penyu hijau, yang ditangkarkan dan ditetaskan antara bulan Juli hingga Agustus 2011, di areal konservasi seluas 25 x 50 meter. Tahun ini masa bertelur penyu mengalami pergeseran waktu. Tahun ini mereka sudah menjumpai penyu yang bertelur pada bulan Februari.

Hingga akhir September lalu, Pokmaswas ini berhasil menetaskan dan merawat tak kurang dari 2.000 telur penyu dari jenis penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu abu atau penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Sayangnya mereka belum memiliki mekanisme pencatatan data yang akurat mengenai indukan penyu yang bertelur di kawasan konservasi tersebut.

“Kami belum memiliki pengetahuan tentang bagaimana merawat penyu, proses penggantian air kolam, dan pengadaan pakan tukik (anak penyu, red). Upaya untuk peningkatan SDM masih terbatas pada sosialisasi di tingkat Kabupaten. Itupun masih belum banyak membahas bagaimana cara merawat tukik,” ungkap Ari Gunawan, Ketua Pokmaswas.

Ditemui di tempat terpisah, Kepala Seksi Konservasi dan Pengawasan DKP Trenggalek, Ir. Suhartini, mengakui pihaknya baru bisa memberikan bantuan sekadarnya berupa uang tunai sebesar Rp 750.000 per bulan. Uang tersebut dimanfaatkan sebagai insentif masyarakat yang melakukan penjagaan secara begilir  (saat ini ada 13 anggota Pokwasmas yang dijadwalkan melakukan penjagaan kawasan konservasi, red).

Selain itu DKP juga memberikan sejumlah peralatan seperti terpal, jaring penutup, pompa dan slang untuk membersihkan kolam dan menyedot air laut. Pada bagian kanan konservasi ini tampak sedang dibangun gedung bertingkat yang rencananya untuk pos penjagaan. “Kami mendapat permohonan masyarakat untuk gedung pengawasan karena beberapa kali terjadi upaya pencurian. Insya Allah tahun depan kami akan memasukkan konservasi ini dalam anggaran,” ungkap Suhartini.

Selain persoalan insentif pengawas dan fasilitas gedung, hal lain yang menggelisahkan Ari adalah jumlah tukik yang semakin banyak. Sehari dibutuhkan pakan berupa sekitar 7 kg teri senilai Rp 40.000 hingga 50.000.

Konservasi Penyu Taman Kili-Kili Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek ini memang baru berupa janin. Namun kelak diharapkan bisa tumbuh besar dengan baik, menjadi tempat bagi penyu mulai membangun kehidupannya dan terhindar dari kepunahan.

“Saya bermimpi kegiatan konservasi ini setidaknya sedikit menghapus isu bahwa negara kita adalah negara yang tidak peduli dengan alam dan suka merusak. Selain itu juga berharap dapat menciptakan peluang ekowisata bagi Trenggalek dan Jawa Timur,” ujar Ari Gunawan. Sebagai seorang guru, Ari juga bermimpi memasukkan kegiatan konservasi penyu ini dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, baik di tingkat Sekolah Dasar, SMP/MTS, SMA/MA dan SMK yang ada di Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek. “Semoga generasi bangsa akan semakin peduli dan melanjutkan kegiatan konservasi ini di masa yang akan datang,” harapnya.

Ada yang tertarik membantu upaya konservasi penyu Kili-Kili? Silakan kontak langsung ketua tim konservasi Penyu Kili-kili, Ari Gunawan di 0812 5993848.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,