,

Kematian Harimau Sumatera, Kemenhut Berniat Tuntut Garuda

KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) berang, dalam lima tahun terakhir, sudah ada tiga kali satwa mati, dua harimau, satu orangutan, dalam pengangkutan via Garuda Indonesia. Kali ini, Kemenhut membentuk tim investigasi atas kematian harimau Sumatera di pesawat GA 0143, dalam perjalanan dari Aceh ke Surabaya, Selasa(2/10/12).

Untuk penyelidikan, tim investigasi ini turut didampingi Kepolisian. Berdasarkan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, atas kejadian ini dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun, denda Rp100juta. Harimau Sumatera termasuk hewan dilindungi dalam PP No. 7/1999.

Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, mengatakan, hasil investigasi itu, akan dijadikan bukti dan dasar hukum atas tuntutan ke Pengadilan.

Kematian satwa yang diterbangkan dengan pesawat Garuda  Indonesia bukan pertama kali. Sebelumnya, kejadian serupa pada pengiriman harimau Sumatera 7 September 2010 dari Yogyakarta menuju  Padang. Lalu, pengiriman orangutan ke Jepara pada 2008. Namun, sampai saat ini belum ada konfirmasi dari Garuda  Indonesia  atas  surat Kemenhut ini.

Menurut dia, jika kematian terjadi cuma satu kali kemungkinan musibah. Ini sudah ketiga kali. “Kita sudah berkali-kali mengirimkan satwa dilindungi dengan maskapai lain seperti  Batavia , Sriwijaya, dan Air Asia. Aman-aman saja,” katanya di Jakarta, Kamis(4/10/12).

Kemenhut, ujar dia, sudah mengirimkan  surat  dan pemberitahuan kepada manajemen PT Garuda  Indonesia, namun belum ada kejelasan. “Saya sudah sms kepada Direktur PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar untuk menanyakan kematian harimau Sumatera ini Selasa, tapi baru dijawab pagi ini, Kamis. Pak Dirut hanya mengatakan ‘proses sudah sesuai prosedur’ (dalam balasan pesan singkat),” ucap Darori.

Menurut Darori,  ada keganjilan dalam kematian harimau Sumatera ini. Dari hasil autopsi tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syahkuala, ditemukan memar di kepala, darah dari mulut, dan patah kaki.

Dia curiga, harimau mati saat pesawat transit di Medan karena proses pemindahan sepihak tanpa ada pemberitahuan kepada tim dokter hewan BKSDA Aceh yang berada di dalam pesawat. “Seharusnya sebelum dipindah harimau itu dibius terlebih dahulu agar tidak menyebabkan trauma.”

Berdasarkan kronologis, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengirim empat satwa  dari Banda Aceh menuju Surabaya pada 2 Oktober 2012, dengan transit di Bandara Polonia Medan dan Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Keempat satwa ini, seekor harimau Sumatera, satu siamang, dan dua binturong.

Sebelum diterbangkan, seluruh satwa diperiksa tim dokter BKSDA Aceh, tim kesehatan hewan Dinas Peternakan, serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Banda Aceh. Mereka dinyatakan sehat. “Anehnya, setelah transit di  Medan , seluruh satwa diterbangkan kembali ke Banda Aceh dan diketahui harimau Sumatera dalam keadaan mati.”

Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia Pujobroto seperti dikutip dari HarianJogya, membenarkan kematian harimau Sumatera dalam pengangkutan dari Banda Aceh menuju Surabaya. Harimau itu, ditemukan mati saat pesawat transit di bandara Polonia, Medan.

Garuda masih menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut menyangkut penyebab kematian harimau Sumatera ini. Dia mengatakan, Garuda telah menerapkan prosedur pengiriman satwa sesuai standar pengangkutan udara.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,